DAFTAR BERITA

Selasa, 23 Juni 2015

Ada Apa Di Martabe Batang Boru?



INFO TABAGSEL.com-PT Agincourt Resources, perusahaan yang mengoperasikan tambang emas Martabe  Batang Boru, merevisi target produksi tahun ini dengan menaikkannya hingga 14% menjadi 285.000 troy ounce dari target awal 250.000 ounce.

Bahkan, realisasi produksi emas pada kuartal I/2015 mencapai 84.220 ounce (1 ounce setara dengan 31,1 gram) atau 130% dari target yang ditetapkan pada awal tahun ini. Jika produksi emas dari anak perusa haan G-Resources, perusahaan tambang yang tercatat di bursa Hong Kong, ber ja lan normal, seperti pada kuartal pertama, total produksi pada akhir tahun mampu mencapai 336.880 ounce, naik 22,3% di ban dingkan dengan realisasi tahun lalu 275.515 ounce.
 
Target produksi emas di wilayah tambang emas yang terletak di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, itu cukup agresif di saat rendahnya harga komoditas tersebut.

Biasanya yang dilakukan korporasi atau produsen ketika harga produknya turun, maka perusahaan akan mengerem produksi untuk menahan pasokan ke pasar sehingga harga bisa kembali terkerek.

Pemangkasan produksi di saat rendahnya harga juga dilakukan agar produsen bisa menikmati berkah ketika harga kembali melambung. Sebagai contoh, harga batu bara yang masih terpuruk membuat para produsen di Tanah Air menurunkan produksi mereka.

Harga acuan batu bara pada bulan ini hanya US$59,59 per ton. Produksi batu bara pada Januari—Mei 2015 turun 19,4% menjadi 166 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 206 juta ton. Demikian juga yang terjadi pada pro duksi minyak dan gas bumi. Kon traktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) be ramai-ramai memangkas aktivitas penge boran di saat harga minyak yang masih rendah.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa margin minyak dan batu bara sudah tipis mendekati titik impas biaya produksi.

Berbeda dengan emas dengan margin yang diperoleh produsen masih cukup besar kendati harga logam mulia masih rendah.

Harga emas pada perdagangan Jumat (19/6) terkoreksi 0,11% menjadi US$1.200,67 per ounce atau Rp514.765 per gram di Bursa Comex AS. Padahal, harga emas pada September 2011 sempat menyentuh US$1.876 per ounce—pada saat Martabe memulai produksi. Tambang Martabe yang memiliki luas wilayah 1.639 km² memulai produksi pada kuartal IV/2012 sebanyak 34.624 ounce.

Penggenjotan produksi di saat harga emas masih rendah patut menjadi pertanyaan. Ada beberapa kemungkinan alasan kenapa produksi emas di Martabe digenjot. Pertama, kemungkinan terkait dengan arus kas perusahaan. Dengan menggenjot produksi, maka perusahaan dapat memperoleh pendapatan lebih besar dengan catatan masih ada margin keuntungan yang diperoleh. Semakin besar produksi, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Kedua, semakin besar produksi, maka biaya rata-rata per unit menjadi lebih rendah. Direktur Operasional PT Agincourt Resources Tim John Vincent Duffy mengatakan dengan naiknya produksi emas perusahaan, maka biaya produksi akan turun. Dia menambahkan biaya produksi emas pada kuartal I/2015 hanya US$471 per ounce lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya US$728 per ounce. Di sisi lain, rerata harga emas Martabe sepanjang kuartal pertama tahun ini US$1.218 per ounce. Artinya, margin keuntungan yang diper oleh oleh Agincourt masih cukup besar, kendati harga emas di pasar global masih rendah.

Ketiga, dengan menggenjot produksi, maka masa pengembalian modal perusahaan menjadi lebih cepat. Duffy menuturkan target balik modal perusahaan dapat dicapai pada tahun ke delapan. Jika produksi terus digenjot, tidak menutup kemungkinan balik modal Agincourt bisa kurang dari delapan tahun.

Cadangan emas Martabe 2,68 juta ounce dan 27,2 juta ounce perak. Jika dalam setahun dikeruk hingga 350.000 ounce, cadangan tersebut akan habis dalam waktu kurang dari delapan tahun.

Keempat, peningkatan produksi akan mempercepat perusahaan untuk pindah ke tambang lain. Saat ini, Agincourt sedang menggali emas di Pit Purnama. Jika produksi di Pit Purnama digenjot, penggalian tambang emas bisa lebih cepat untuk pindah ke Pit Barani.

Kelima, nilai tukar rupiah yang terus melemah juga menjadi keuntungan tersendiri bagi produsen emas terutama ketika logam mulia tersebut diekspor.

Pertanyaan lain adalah kenapa Presdir Agincourt Peter Albert mengundurkan diri di tengah kinerja perusahaan yang sedang bagus. Meskipun, Agincourt menegaskan keluarnya Albert karena lebih memilih berkarir di perusahaan lain. Albert digantikan oleh Tim Duffy yang mulai efektif per 1 Juli 2015. Ada apa di Martabe?

Tidak ada komentar: