INFO TABAGSEL.com-Komnas HAM akan bertolak ke Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, pada Selasa, 21 Juli 2015 mendatang, guna menginvestigasi insiden pembakaran kios dan musala serta pembubaran jemaah muslim yang sedang melaksanakan salat Id, 17 Juli lalu.
Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan pihaknya berupaya memenuhi tiga tujuan. Pertama, menelisik kronologi insiden di Kota Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, pada 17 Juli lalu.
Sebab, menurutnya, saat ini peristiwa tersebut telah dimuati persepsi dan asumsi dari berbagai kelompok.
Selanjutnya, Natalius mengatakan Komnas HAM akan mencari tahu penyebab ketidakharmonisan antarumat beragama di Tolikara.
”Penyebab tindakan intoleransi bisa dipicu dari surat edaran. Karena itu, tugas kami di sana adalah meneliti asal-muasal surat edaran,” kata Natalius.
Sebagai catatan, sebelum massa mendatangi lokasi pelaksanaan salat Id terbetik kabar bahwa terdapat surat edaran dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang mendesak umat Muslim di Tolikara bersembahyang di dalam musala dan tidak memakai pengeras suara saat salat Id.
Surat edaran itu dikemukakan sehubungan dengan kegiatan seminar dan kebaktian tingkat internasional GIDI dari 13 Juli hingga 19 Juli 2015.
Selain surat edaran, Komnas HAM juga akan memfokuskan perhatian pada penembakan aparat yang mengakibatkan 11 warga cedera dan seorang lainnya meninggal dunia.
“Karena itu, kami meminta aparat untuk menindak, memproses secara hukum kelompok intoleran yang menimbulkan ketidakharmonisan. Kami juga meminta aparat yang melakukan penembakan yang menewaskan satu orang dan mencederai 11 orang ditindaklanjuti,” kata Natalius.
Investigasi Polda Papua
Menanggapi insiden di Tolikara, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Patridge Renwarin, mengatakan pihaknya tengah melakukan investigasi.
“Kami sedang memeriksa saksi-saksi. Sampai sekarang ada lima saksi yang diperiksa terkait dengan kasus tertembaknya masyarakat. Lalu kasus kebakaran yang sementara diduga pembakaran sudah 15 saksi yang diperiksa,” kata Patridge kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Sebelumnya, sebagaimana disampaikan Kapolres Tolikara, AKBP Suroso, dalam pertemuan dengan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende, Bupati Tolikara Usman Wanimbo, serta para pemuka agama, insiden bermula ketika sekitar 150 orang mendatangi lokasi salat Id di Lapangan Koramil dan memerintahkan umat Muslim segera membubarkan diri.
Perintah pembubaran itu disertai dengan pelemparan batu. Selagi jemaah mundur, menurutnya, terdengar suara tembakan di Kampung Giling Batu.
Disebutkan AKBP Suroso, massa yang marah kemudian membakar kios-kios. Api yang membesar kemudian turut melalap musala di tengah kompleks kios yang terbuat dari kayu.
Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, mengaku pembakaran itu benar terjadi. Namun, dia menegaskan bahwa pembakaran dipicu oleh aksi penembakan terhadap salah seorang warga.
Aksi para warga itu disesali Pendeta Herman Saut yang mewakili Forum Pemimpin dan Tokoh Agama Provinsi Papua. Dia mengatakan tidak ada salah satu golongan agama di Indonesia yang dapat mengklaim wilayahnya dan melarang umat lain untuk beribadah.
Dalam hukum Indonesia, seseorang yang menghalangi warga negara untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya, dapat dijerat dengan Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukumannya berupa pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar