Masjid Nabi di Madinah rupanya menyimpan pesan persaudaraan Syiah dan Sunni. Bagaimana tidak, di tengah penghancuran situr-situs sejarah yang masif di Kota Madinah dan di tengah tercabiknya persaudaraan Syiah dan Sunni, sisa-sisa kerukunan dua Madzhab ini masih terpelihara di Mesjid ini dengan baik. Nama 12 Imam Syiah terpampang indah bersanding dengan nama-nama para sahabat dan tabiin. Kaligrafi itu terpahat di bangunan yang dikenal dengan nama bangunan Majidi. yang merupakan ruang terbuka di Mesjid Nabawi (sekarang merupakan tempat payung besar).
Ketika saya duduk bercengkrama di tempat itu, saya sering berusaha membaca nama-nama yang dipahat di dinding mesjid. Ada rasa keingintahuan, siapa dan mengapa nama-nama itu ditempatkan di tempat yang sangat mulia. Beberapa nama sangat akrab, namun beberapa nama tak begitu akrab. ketakjuban saya agak terpatri kepada nama-nama yang merupakan nama-nama Imam Ahlul Bait. Mulai dari Imam Ali hingga Al Mahdi. bahkan pada kaligrafi Imam Mahdi saya diberitahu sebuah keunikan yang membedakan dari kaligrafi lainnya. “Ah bagaimana mungkin Imam-imam Syiah itu namanya terpahat di sini” pikirku. Tapi itulah kenyataannya.
Dari keberadaan kaligrafi nama sahabat dan Imam-imam syiah di Mesjid itu, saya menangkap kesan dan pesan. kesannya adalah pernah terjadi satu masa di tempat tersuci ummat Islam ini, Islam bisa hidup harmonis dan rukun dalam balutan kecintaan kepada Rasulullah saw.sebab tak mungkin menorehkan pahatan itu, di tempat yang jadi pusat perhatian kaum muslimin jika tidak ada kerukunan pada saat itu.
Dalam kedamaian dan kelembutan cinta sang Rasul pula Syiah dan Sunni larut dan bersatu. Di hadapan Rasul, tak penting lagi jubah golongan, yang penting adalah kemampuan menunjukan amal terbaik yang memberi dapat dan manfaat buat manusia. bukankah Rasul pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya”. Kalau anda mengaku muslim (sunni atau syiah) tunjukan karya terbaikmu. mungkin itu yang diingini Nabi.
Saya mencoba membayangkan Rasul membaca ayat-ayat Al Quran -mungkin berkali-kali- yang mengingatkan kita agar menghindarkan perselisihan “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” Ali Imran 103. Atau ayat, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” Ali Imran : 105.
Dan itulah pesan yang saya tangkap. Ketika Rasul dalam keadaan sakit, beliau sering mengucapkan kata “ummatku, ummatku, ummatku”. Mungkin perselisihan ini yang dikhawatirkan Rasulullah saw. Saya membayangkan Rasul menginginkan ummatnya bias bersatu dalam keragaman, dan beragam dalam kesatuan. Menjadi ummatan wahidah, dan akhirnya menjadi ummat terbaik yang bias menjadi ummatan wasatan. Ummat yang menengahi permasalahan dunia. Bukan ummat yang diadu domba.
(Oleh :Fajr Muchtar/Kompasiana.com)
Link Tulisan:http://sejarah.kompasiana.com/2013/05/19/harmoni-syiah-sunni-di-mesjid-nabawi-561586.html