INFO TABAGSEL.com-Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua permohonan Sengketa Pemilukada Padang Lawas pada Rabu (9/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Putusan dengan Nomor 123/PHPU.D-XI/2013 dan 124/PHPU.D-XI/2013 ini dibacakan oleh Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya. “Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Hamdan.
Dalam pokok permohonan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Pemohon perkara Nomor 123/PHPU.D-XI/2013 yakni pasangan Ramad Pardaeman Pasaribu-Andri Ismail putra Nasution pada pokoknya mendalilkan empat pelanggaran dalam Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013, yaitu penetapan pleno calon terpilih melanggar prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; adanya keterlibatan pejabat, PNS, dan kepala desa untuk memenangkan PasanganCalon Nomor Urut 6 (Pihak Terkait); adanya money politic berupa pembagian uang dan beras oleh Tim Sukses Pihak terkait; dan adanya penambahan jumlah DPT dari pemilih yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Mengenai penetapan calon terpilih Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Padang Lawas melanggar peraturan perundang-undangan karena ditetapkan dua hari setelah rekapitulasi penghitungan suara, Termohon memang terbukti melanggar Pasal 87 ayat (1) PP 6/2005 dan Pasal 28 ayat (2) Peraturan KPU 16/2010, namun hal tersebut tidak mengubah peringkat perolehan suara masing-masing pasangan calon. “Berdasarkan penilaian terhadap fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah dalil permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujar Maria.
Selanjutnya Maria menjelaskan Pemohon juga mendalikan adanya keterlibatan pejabat, PNS, dan kepala desa yang bersifat terstruktur, sistmetis, dan masif untuk memenangkan Pihak Terkait dalam Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas Tahun 2013. Menurut Mahkamah penilaian pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak dapat dipisahkan dari adanya intimidasi. Artinya untuk menilai adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, antara lain harus pula dibuktikan adanya ancaman/intimidasi sebab tanpa adanya intimidasi maka masih ada pilihan lain dari pemilih untuk tidak mengikuti instruksi dimaksud.
“Berdasarkan penilain dan fakta tersebut, menurut Mahkamah pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Padang Lawas H. Ali Sutan Harahap tidak memenuhi unsur pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga permohonan Pemohon harus dinyatakan tidak belasan menurut hukum,” ujar Maria.
Hal serupa juga didalilkan pasangan calon Tondi Roni Tua-Idham Hasibuan. Dalam pendapat Mahkamah pada putusan Nomor 124/PHPU.D-XI/2013 yang dibacakan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon tersebut tidak dibuktikan dengan bukti yang cukup meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam Pemilukada Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. “Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon tersebut tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum,” paparnya.
Selain itu, Fadlil melanjutkan terlepas dari pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah semua dalil-dalil para Pemohon dalam perkara ini, merupakan objek pelanggaran dalam Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas Tahun 2013, seharusnya pelanggaran tersebut diproses terlebih dahulu oleh penyelenggara Pemilukada dalam hal ini KPU, Bawaslu, Panwaslu, dan sentra penegakan hukum terpadu, sebelum diajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi. Setelah menilai dengan saksama bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak, Mahkamah tidak menemukan bahwa proses tersebut dilakukan sebelum atau pada waktu rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas Tahun 2013. Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, yang di dalamnya termasuk pemilihan umum kepala daerah, dilaksanakan oleh KPU. Dalam hal terjadi pelanggaran yang bersifat administratif pada pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada diselesaikan oleh Bawaslu/Panwaslu dan KPU. “Jikalau terjadi pelanggaran etik dapat diselesaikan oleh DKPP, dan pelanggaran pidana diselesaikan melalui jalur sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu). Dalam kasus a quo, tidak terbukti adanya proses tersebut telah ditempuh oleh para pihak, terutama para Pemohon,” tandas Fadlil.
Terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar