INFO TABAGSEL.com-Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tasdik Kinanto merasa prihatin dengan masih adanya anggota masyarakat yang percaya dengan calo Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Padahal, pihaknya selalu menghimbau kepada seluruh warga masyarakat agar tidak mempercayai siapapun, termasuk oknum aparat yang mengaku bisa meloloskan menjadi CPNS dengan imbalan sejumlah uang.
“Kami prihatin, masih ada masyarakat yang percaya dengan ulah calo-calo PNS. Padahal pemerintah sudah berupaya maksimal untuk menutup semua peluang percaloan dalam seleksi CPNS,” kata Tasdik di sela-sela tes CPNS Kementerian PANRB dengan sistem computer assisted test (CAT), di Jakarta, Minggu (29/9).
Sekretaris Kementerian PAN-RB itu kembali menegaskan agar masyarakat tidak percaya dengan pihak-pihak yang mengaku bisa memoloskan seseorang menjadi CPNS. Apalagi dengan embel-embel membayar sejumlah uang.
“Sekarang sudah tidak jamannya lagi cara-cara seperti itu. Saya prihatin, masih saja ada yang percaya dengan bujuk rayu calo, yang sebenarnya mereka tidak punya akses sama sekali. Termasuk saya pun tidak punya akses ke sana,” ujarnya.
Tasdik menegaskan, dengan reformasi sistem seleksi CPNS, sudah tak ada lagi ruang bagi permainan penerimaan CPNS. “Semua obyektif, transparan, bebas dari KKN, tidak ada pungutan, sehingga yang lulus hanya orang yang berhasil mengerjakan soal tes dengan nilai tinggi, dan mememnuhi passing grade,” tegas Tasdik berulang-ulang.
Kasus di Boyolali
Sebelumnya diberitakan di sejumlah media massa, Ombudsman RI Perwakilan Yogyakarta telah menerima laporan dari 11 korban percaloan CPNS dari Boyolali dan 18 orang dari Magelang, Jawa Tengah. Disebutkan, tiga orang perekrut calon pegawai negeri di Magelang ada tiga orang, satu orang melarikan diri, satu orang ditahan dan satu orang anggota polisi yang masih bertugas.
Tidak tanggung-tanggung, 18 korban itu membayar Rp 35 juta hingga Rp 260 juta. Untuk lulusan SMA Rp 150 juta, untuk lulusan S1 dimintai Rp 175 juta. Untuk mutasi pegawai Rp 30 juta. Perekrut itu juga menawarkan kucuran usaha dengan rata-rata pembayaran Rp 50 juta, serta untuk pembelian mobil bekas pelat merah antara Rp 40 juta hingga Rp 220 juta. Total uang yang disetorkan ke sindikat calo pegawai negeri dan lainnya dari 18 korban mencapai Rp 2,664 miliar.
Para korban calon pegawai negeri itu diiming-imingi bisa diterima di Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak. Mereka juga telah menjalani tes rekrutmen di Kafe Banaran yang berlokasi di Jalan Solo-Semarang pada awal 2013. Tetapi para calon pegawai yang tertipu itu hanya menyalin jawaban saja.
Setelah melalui ujian dan tes, lalu mereka ditunjukkan surat keputusan pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak pada Maret 2013. Tetapi, surat keputusan itu tidak boleh dibawa pulang.Bahkan, para korban itu juga diberi seragam warna krem yang diwanti-wanti oleh calo itu ada sensornya. Jika ditukar atau diganti bisa ketahuan dan tidak jadi diterima menjadi pegawai.
Setelah ada surat keputusan itu, para calo menjanjikan untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan di Jakarta pada 28 Mei lalu. Pada hari yang ditentukan untuk berangkat secara rombongan dan dijemput dengan bus kementerrian bersama 20 orang lainnya dari berbagai daerah, jemputan tidak datang.
Nomor telepon para calo sudah tidak aktif. Lalu para korban melaporkan ke Polres Magelang. Namun dia justru berurusan dengan hukum. Ia kini meringkuk di tahanan sejak 8 September yang lalu karena ia merekrut adik ipar dan satu korban calon pegawai negeri.
Nama-nama orang yang masuk sindikat itu yang dilaporkan korban dari Boyolali sama dengan yang merekrut di Magelang. Seperti nama Winarno yang mengaku keluarga petinggi di Kementerian Keuangan bernama Tatang Yuluanto Suharto, Hartawan Wibisono, Tatang Yulianto, Asep Sholahudin, dan Ujang Hidayat. Nama-nama sindikat itu sama persis seperti yang dilaporkan oleh korban asal Boyolali beberapa waktu lalu.
Menurut Perwakilan Ombudsman Repubilk Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah Budhi Masturi, penipuan ini masuk dalam indikasi besar. Pihaknya sudah mengontak Ombudsman Pusat untuk bekerja sama dengan Mabes Polri. Sebab, perekrut yang di daerah hanyalah pemain kecil. Diduga ada yang mengkoordinasi sindikasi yang lebih besar. "Kami akan menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan polisi yang dilapori kasus ini," kata dia, seperti dikuti media.
Beberapa waktu lalu, korban penipuan asal Boyolali juga melaporkan hal yang sama. Lima orang tertipu sebesar Rp 750 juta untuk menjadi pegawai negeri di Direktorat Jenderal Pajak.
Kepala Kepolisian Resor Kota Magelang, AKBP Tommy Aria Dwiyanto mengakui anak buahnya, Brigadir Kepala Eko Yuli Prasojo terlibat dalam kasus percaloan perekrutan pegawai negeri. Pihaknya sudah mengirim surat ke Kejaksaan Negeri untuk mengusut kasus itu. "Surat Perintah Dimulaimya Penyelidikan (SPDP) sudah kami kirim," kata Tommy.
Ia juga tidak akan pilih kasih terhadap anggotanya. Jika dari penyelidikan kejaksaan sudah lengkap atau P21, maka pihaknya juga mengajukan polisi itu ke Divisi Profesi dan Pengamanan untuk pemeriksaan etika.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Kementerian PAN-RB Tasdik Kinanto kembali menegaskan, agar masyarakat tidak percaya dengan pihak-pihak yang mengaku bisa memoloskan seseorang menjadi CPNS. Apalagi dengan embel-embel membayar sejumlah uang. “Sekarang sudah tidak jamannya lagi cara-cara seperti itu,” tegasnya.
Tasdik mengapresiasi tindakan yang dilakukan Ombudsman, dan berharap bisa menindaklanjuti kasus tersebut. Tahun lalu, Ombudsman RI juga berhasil melakukan tindakan serupa, dan oknum yang melakukan permainan akhirnya berususan dengan hukum.
Menurut Tasdik, Ombudsman memang merupakan lembaga yang turut serta melakukan pengawasan dalam seleksi CPNS. Selain itu ada juga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dikoordinir oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengawasi seleksi penerimaan CPNS.
(Humas Kementerian PAN-RB/ES)
“Kami prihatin, masih ada masyarakat yang percaya dengan ulah calo-calo PNS. Padahal pemerintah sudah berupaya maksimal untuk menutup semua peluang percaloan dalam seleksi CPNS,” kata Tasdik di sela-sela tes CPNS Kementerian PANRB dengan sistem computer assisted test (CAT), di Jakarta, Minggu (29/9).
Sekretaris Kementerian PAN-RB itu kembali menegaskan agar masyarakat tidak percaya dengan pihak-pihak yang mengaku bisa memoloskan seseorang menjadi CPNS. Apalagi dengan embel-embel membayar sejumlah uang.
“Sekarang sudah tidak jamannya lagi cara-cara seperti itu. Saya prihatin, masih saja ada yang percaya dengan bujuk rayu calo, yang sebenarnya mereka tidak punya akses sama sekali. Termasuk saya pun tidak punya akses ke sana,” ujarnya.
Tasdik menegaskan, dengan reformasi sistem seleksi CPNS, sudah tak ada lagi ruang bagi permainan penerimaan CPNS. “Semua obyektif, transparan, bebas dari KKN, tidak ada pungutan, sehingga yang lulus hanya orang yang berhasil mengerjakan soal tes dengan nilai tinggi, dan mememnuhi passing grade,” tegas Tasdik berulang-ulang.
Kasus di Boyolali
Sebelumnya diberitakan di sejumlah media massa, Ombudsman RI Perwakilan Yogyakarta telah menerima laporan dari 11 korban percaloan CPNS dari Boyolali dan 18 orang dari Magelang, Jawa Tengah. Disebutkan, tiga orang perekrut calon pegawai negeri di Magelang ada tiga orang, satu orang melarikan diri, satu orang ditahan dan satu orang anggota polisi yang masih bertugas.
Tidak tanggung-tanggung, 18 korban itu membayar Rp 35 juta hingga Rp 260 juta. Untuk lulusan SMA Rp 150 juta, untuk lulusan S1 dimintai Rp 175 juta. Untuk mutasi pegawai Rp 30 juta. Perekrut itu juga menawarkan kucuran usaha dengan rata-rata pembayaran Rp 50 juta, serta untuk pembelian mobil bekas pelat merah antara Rp 40 juta hingga Rp 220 juta. Total uang yang disetorkan ke sindikat calo pegawai negeri dan lainnya dari 18 korban mencapai Rp 2,664 miliar.
Para korban calon pegawai negeri itu diiming-imingi bisa diterima di Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak. Mereka juga telah menjalani tes rekrutmen di Kafe Banaran yang berlokasi di Jalan Solo-Semarang pada awal 2013. Tetapi para calon pegawai yang tertipu itu hanya menyalin jawaban saja.
Setelah melalui ujian dan tes, lalu mereka ditunjukkan surat keputusan pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak pada Maret 2013. Tetapi, surat keputusan itu tidak boleh dibawa pulang.Bahkan, para korban itu juga diberi seragam warna krem yang diwanti-wanti oleh calo itu ada sensornya. Jika ditukar atau diganti bisa ketahuan dan tidak jadi diterima menjadi pegawai.
Setelah ada surat keputusan itu, para calo menjanjikan untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan di Jakarta pada 28 Mei lalu. Pada hari yang ditentukan untuk berangkat secara rombongan dan dijemput dengan bus kementerrian bersama 20 orang lainnya dari berbagai daerah, jemputan tidak datang.
Nomor telepon para calo sudah tidak aktif. Lalu para korban melaporkan ke Polres Magelang. Namun dia justru berurusan dengan hukum. Ia kini meringkuk di tahanan sejak 8 September yang lalu karena ia merekrut adik ipar dan satu korban calon pegawai negeri.
Nama-nama orang yang masuk sindikat itu yang dilaporkan korban dari Boyolali sama dengan yang merekrut di Magelang. Seperti nama Winarno yang mengaku keluarga petinggi di Kementerian Keuangan bernama Tatang Yuluanto Suharto, Hartawan Wibisono, Tatang Yulianto, Asep Sholahudin, dan Ujang Hidayat. Nama-nama sindikat itu sama persis seperti yang dilaporkan oleh korban asal Boyolali beberapa waktu lalu.
Menurut Perwakilan Ombudsman Repubilk Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah Budhi Masturi, penipuan ini masuk dalam indikasi besar. Pihaknya sudah mengontak Ombudsman Pusat untuk bekerja sama dengan Mabes Polri. Sebab, perekrut yang di daerah hanyalah pemain kecil. Diduga ada yang mengkoordinasi sindikasi yang lebih besar. "Kami akan menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan polisi yang dilapori kasus ini," kata dia, seperti dikuti media.
Beberapa waktu lalu, korban penipuan asal Boyolali juga melaporkan hal yang sama. Lima orang tertipu sebesar Rp 750 juta untuk menjadi pegawai negeri di Direktorat Jenderal Pajak.
Kepala Kepolisian Resor Kota Magelang, AKBP Tommy Aria Dwiyanto mengakui anak buahnya, Brigadir Kepala Eko Yuli Prasojo terlibat dalam kasus percaloan perekrutan pegawai negeri. Pihaknya sudah mengirim surat ke Kejaksaan Negeri untuk mengusut kasus itu. "Surat Perintah Dimulaimya Penyelidikan (SPDP) sudah kami kirim," kata Tommy.
Ia juga tidak akan pilih kasih terhadap anggotanya. Jika dari penyelidikan kejaksaan sudah lengkap atau P21, maka pihaknya juga mengajukan polisi itu ke Divisi Profesi dan Pengamanan untuk pemeriksaan etika.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Kementerian PAN-RB Tasdik Kinanto kembali menegaskan, agar masyarakat tidak percaya dengan pihak-pihak yang mengaku bisa memoloskan seseorang menjadi CPNS. Apalagi dengan embel-embel membayar sejumlah uang. “Sekarang sudah tidak jamannya lagi cara-cara seperti itu,” tegasnya.
Tasdik mengapresiasi tindakan yang dilakukan Ombudsman, dan berharap bisa menindaklanjuti kasus tersebut. Tahun lalu, Ombudsman RI juga berhasil melakukan tindakan serupa, dan oknum yang melakukan permainan akhirnya berususan dengan hukum.
Menurut Tasdik, Ombudsman memang merupakan lembaga yang turut serta melakukan pengawasan dalam seleksi CPNS. Selain itu ada juga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dikoordinir oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengawasi seleksi penerimaan CPNS.
(Humas Kementerian PAN-RB/ES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar