INFO TABAGSEL.com-Syahrul Harahap, Calon Bupati Padang Lawas Utara (Paluta) Nomor Urut 2 yang didukung partai Demokrat berada di tepi jurang.Dia Sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam indikasi korupsi pengadaan lahan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan, keputusan penahan Syahrul Harahap kini di tangan penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut)
“Keputusan penahanan tersangka sepenuhnya di tangan penyidik. Kita tunggu saja waktunya,” ungkap Kasi Penkum Humas Kejati Sumut, Chandra Purnama kepada Harian Orbit, Jumat (21/6).
Chandra menuturkan, saat ini pihaknya terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam kasus itu. Baik pihak Dispenda, BPN serta pihak swasta secara bergilir dimintai keterangannya.
Sejalan dengan itu ungkap dia, penyidik saat ini sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk diserahkan ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk dihitung kerugian negara.
“Kita akan hitung kerugian negaranya. Makanya kita akan terus periksa saksi dan mengumpulkan data-datanya,” terangnya.
Menyikapi persoalan itu, aktivis Lembaga Kajian Masyarakat Marginal (LKMM), Muhammad, mendesak Kejati segera menahan Syahrul dan dua tersangka lainnya, yakni M Torikh, Edison dan Gunawan.
“Ketiganya telah menjadi tersangka, karena itu Kejati harus segera menahannya,” tegasnya.
Di sisi lain Muhammad menilai, penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dilandasi azas kepatutan.
Artinya, dalam kasus ini ada tersangka yakni Syahrul Harahap yang sudah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai balon bupati Paluta.
“Harusnya Kejati Sumut memprioritaskan kasus ini. Kasihan rakyat Paluta jika harus dipimpin orang yang telah ditetap sebagai tersangka korupsi,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, oknum di BPN diduga mengubah peruntukan tanah dari 12 permohonan rumah tempat tinggal menjadi tanah pertanian di atas tanah seluas 170.000 m2 berlokasi di Kelurahan Tanjung rejo, Kecamatan Medan Sunggal dan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang.
Dijelaskan, sesuai kewenangan untuk memberikan hak tanah pemukiman atau rumah tempat tinggal di atas 2000 m2 adalah kewenangan Kanwil Pertanahan dan jika di atas 5000 m2 merupakan wewenang Kepala Badan Pertanahan Nasional RI.
Tetapi, oknum di BPN Kota Medan membuat Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB) tanpa adanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang akan dipergunakan sebagai persyaratan dalam permohonan hak atas tanah.
Dari sana terbitlah hak-hak atas tanah perorangan yang mengakibatkan terjadinya beban pengeluaran dari kas Kantor BPN Medan, dan hilangnya hak orang lain diatas tanah yang telah diusahai atau dikuasai dengan alasan hak berupa sertifikat dan akta jual beli.
Untuk memuluskan perbuatannya oknum pada Kantor Pertanahan Kota Medan diduga melibatkan oknum Dispenda Kota Medan, pada saat itu dipimpin Syahrul Harahap, justeru tidak melakukan penelitian kebenaran informasi yang tercantum dalam SSPD BPHTB serta kelengkapan dokumen pendukungnya. (ORBIT)
“Keputusan penahanan tersangka sepenuhnya di tangan penyidik. Kita tunggu saja waktunya,” ungkap Kasi Penkum Humas Kejati Sumut, Chandra Purnama kepada Harian Orbit, Jumat (21/6).
Chandra menuturkan, saat ini pihaknya terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam kasus itu. Baik pihak Dispenda, BPN serta pihak swasta secara bergilir dimintai keterangannya.
Sejalan dengan itu ungkap dia, penyidik saat ini sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk diserahkan ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk dihitung kerugian negara.
“Kita akan hitung kerugian negaranya. Makanya kita akan terus periksa saksi dan mengumpulkan data-datanya,” terangnya.
Menyikapi persoalan itu, aktivis Lembaga Kajian Masyarakat Marginal (LKMM), Muhammad, mendesak Kejati segera menahan Syahrul dan dua tersangka lainnya, yakni M Torikh, Edison dan Gunawan.
“Ketiganya telah menjadi tersangka, karena itu Kejati harus segera menahannya,” tegasnya.
Di sisi lain Muhammad menilai, penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dilandasi azas kepatutan.
Artinya, dalam kasus ini ada tersangka yakni Syahrul Harahap yang sudah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai balon bupati Paluta.
“Harusnya Kejati Sumut memprioritaskan kasus ini. Kasihan rakyat Paluta jika harus dipimpin orang yang telah ditetap sebagai tersangka korupsi,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, oknum di BPN diduga mengubah peruntukan tanah dari 12 permohonan rumah tempat tinggal menjadi tanah pertanian di atas tanah seluas 170.000 m2 berlokasi di Kelurahan Tanjung rejo, Kecamatan Medan Sunggal dan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang.
Dijelaskan, sesuai kewenangan untuk memberikan hak tanah pemukiman atau rumah tempat tinggal di atas 2000 m2 adalah kewenangan Kanwil Pertanahan dan jika di atas 5000 m2 merupakan wewenang Kepala Badan Pertanahan Nasional RI.
Tetapi, oknum di BPN Kota Medan membuat Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB) tanpa adanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang akan dipergunakan sebagai persyaratan dalam permohonan hak atas tanah.
Dari sana terbitlah hak-hak atas tanah perorangan yang mengakibatkan terjadinya beban pengeluaran dari kas Kantor BPN Medan, dan hilangnya hak orang lain diatas tanah yang telah diusahai atau dikuasai dengan alasan hak berupa sertifikat dan akta jual beli.
Untuk memuluskan perbuatannya oknum pada Kantor Pertanahan Kota Medan diduga melibatkan oknum Dispenda Kota Medan, pada saat itu dipimpin Syahrul Harahap, justeru tidak melakukan penelitian kebenaran informasi yang tercantum dalam SSPD BPHTB serta kelengkapan dokumen pendukungnya. (ORBIT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar