DAFTAR BERITA

Rabu, 20 Mei 2015

Hakim PN Madina Dipecat:Saya Beli Sabu dari Penghasilan Hakim

Ketua Komisi Yudisial Abbas Said menyebut hakim Herman Fadhillah Asmar Daulay melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada sidang yang digelar, Selasa (19/5).


INFO TABAGSEL.com-OKNUM hakim di PN Mandailing Natal, Herman FA Daulay, diberhentikan dengan hormat karena kasus perzinahan dan sabu-sabu. Ia dianggap melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Selasa (19/5).

“Memutuskan memberhentikan Herman dari jabatan hakim dengan hormat dan mendapat hak pensiun,” kata pimpinan sidang Abbas Said, saat membacakan putusan di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta.

Putusan sidang MKH tersebut berbeda dengan rekomendasi yang disampaikan Tim Panel Komisi Yudisial. Dalam rekomendasinya, tim meminta MKH memberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat untuk Herman, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 D ayat 2 huruf C angka 5 UU Nomor 18 tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. Pasal tersebut mengatur soal usul penjatuhan sanksi terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran ke MA.

Keputusan tersebut ditetapkan MKH setelah mendengar penjelasan Herman atas tindakan asusila yang dia lakukan saat masih aktif sebagai hakim. Sidang MKH menilai Herman melakukan pelanggaran terhadap KEPPH angka 3 poin 3, angka 5 poin 1, dan angka 7 poin 1. Aturan ini mengharuskan seorang hakim berperilaku jujur, mandiri, dan berintegritas tinggi.

Atas keputusan tersebut, Abbas menasihati Herman agar tidak berkecil hati dan bertobat dari kesalahan yang pernah dilakukan. “Jangan berkecil hati meskipun sekarang tidak jadi hakim lagi. Selama mau memperbaiki diri, yang mengatur Yang di Atas,” ujar Abbas.

Herman sebelumnya mengaku telah berhubungan badan dengan PAT, perempuan nakal yang dia kenal satu bulan sebelumnya. Tindakan tak bermoral itu dilakukan Herman di rumah dinas hakim di Jalan Empat Sibolga, Sumatera Utara, saat masih bertugas di Pengadilan Negeri Sibolga.

Herman bahkan melakukan hubungan badan itu beberapa kali, di antaranya tanggal 14 Juli dan 22 Agustus 2014. Padahal saat itu, Herman memiliki seorang istri dan satu orang anak. Herman juga tahu bahwa tindakan tersebut melanggar etika hakim.

“Saya melakukan tindakan ini karena hubungan saya yang tidak baik dengan istri saya,” ujar Herman. Selama tiga jam Herman sempat membela diri, tapi hakim menilai pembelaannya tak disertai bukti kuat.

Abbas menjelaskan ada tujuh saksi yang menyatakan sejumlah perempuan berumur belasan tahun bertandang ke rumah dinas Herman semasa bertugas di Pengadilan Negeri Sibolga. Tujuh orang tersebut juga mengetahui peristiwa penggerebekan rumah Herman oleh warga sebanyak dua kali dan ditemukan seorang perempuan di kamar mandi.

Selain melalukan tindakan asusila, Herman mengaku pernah mengonsumsi narkoba jenis sabu yang dia dapat dari seseorang bernama James Purnomo Gea. James adalah terdakwa kasus narkotik yang perkaranya diadili Herman beberapa waktu lalu. Selain dari James, Herman juga mendapat barang haram itu dari PAT.

“Saya mendapat uang untuk membeli sabu dari penghasilan saya ketika menjadi hakim,” tutur Herman. Merujuk putusan PN Sibolga, Herman pernah menjabat hakim anggota untuk Hendra Jamhuri karena memiliki, menyimpan, menguasai, dan menyediakan narkotik Golongan I di depot isi ulang air minum. Hendra divonis sembilan bulan penjara setelah terbukti melanggar Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika. Putusan dibacakan pada 10 Maret 2014.

Pada kasus lain, Herman juga menjadi majelis hakim perkara Beby Jannah Saputri BR yang terbukti memiliki narkotik jenis sabu untuk diri sendiri di dalam kamar kos. Beby dihukum satu tahun bui, 28 april 2014.

Kenal dari Teman
Sebelumnya Herman mengaku mengenal PAT dari seorang temannya. Bahkan ia melakukan hubungan badan dengan PAT saat perkenalan mereka berumur satu bulan.

“Lupa tidak ingat (beberapa kali berhubungan badan). Barangkali iya (lebih dari tiga),” kata Herman saat diperiksa hakim pada sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Gedung Mahkamah Agung.

Perbuatan tersebut dilakukan di rumah dinas hakim saat Herman bertugas di Pengadilan Negeri Sibolga berlokasi di Jalan Empat Sibolga, Sumetera Utara.

Perkenalannya dengan perempuan yang tak tamat SMA tersebut diawali dari seorang kawan. PAT dikenal sebagai perempuan yang kerap kali memberikan jasa pijat dan berhubungan badan.

“Iya (dia perempuan nakal),” kata Herman. Setelah melakukan tindak asusila tersebut, keluarga PAT sempat meminta pertanggungjawaban dengan menikahinya. Saat itu, pria yang telah menjadi hakim sejak tahun 2009 ini pun menyanggupi. Namun hingga kini, pernikahan tersebut tak kunjung dihelat.

“Sekarang saya tidak bersedia menikahi. Saya baru sadar dia wanita yang tidak baik. Sering pergi ke hotel-hotel dan klub,” ungkap Herman.
Hubungan pria kelahiran Jakarta itu dengan PAT terkuak ketika massa mengamuk dan menggerebek rumah dinas Herman sekira bulan Juli tahun lalu.

“Sekitar malam jam 12 datang polisi dan massa ke rumah, mereka ketuk pintu dan saya buka,” ujarnya. Saat itu, massa yang geram dengan tindakan keduanya, mendesak PAT keluar rumah. Mereka pun diboyong keluar dan diadili untuk memotong seekor lembu seharga Rp20 juta sebagai hukuman adat. Lembu kemudian dibagikan ke masyarakat sekitar.

“Tapi saya tidak sanggup, hanya membayar Rp 5 juta,” ucapnya.

Herman lantas diminta untuk membuat surat pernyataan yang ditandatangani dengan komitmen tak mengulangi perbuatan. Rupanya, selang satu bulan Herman tak kunjung berhenti berhubungan dengan PAT.

“Massa datang ke rumah lagi sekitar jam setengah tiga,” ujarnya. Sejurus kemudian, Herman yang takut lantaran bakal dilempar balok oleh massa, segera kabur ke rumah kawannya. “Malam hari baru saya pulang. Diperiksa polisi juga,” ucapnya. (cnn)