INFO TABAGSEL.com-Sekitar 1.500 warga Desa Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Gading, Kabupaten Mandailing Natal tak berani lagi keluar rumah untuk pergi ke ladang maupun ke sungai dalam tiga bulan terakhir.
Siang hari, hanya berani keluar di sekitar rumah. Sorenya, pukul 16.00 WIB, semua pintu rumah sudah terkunci rapat.
Sejak Maret kemarin sudah tiga warga desa yang menjadi korban harimau. Dua tewas tercabik-cabik, sedangkan satu orang masih selamat, dengan kondisi yang mengenaskan.
Akibatnya, warga ketakutan ke ladang. Mengungsipun tak punya biaya. Karena untuk keluar dari desa itu harus menggunakan perahu kecil dan membutuhkan waktu empat sampai lima jam untuk tiba di ibu kota kecamatan dengan biaya Rp 750 ribu.
"Anak-anak kecil di sana tak bisa lagi bermain. Yang sedang sekolah SMP dan SMA di Padangsidempuan dan Panyabungan kelaparan dan tak bisa bayar uang sekolah karena tak dapat kiriman dari orangtuanya. Kondisi di sana sangat mengkhawatirkan karena keberadaan harimau," ujar Rasyid Assaf Dongoran, Direktur Eksekutif Sumatera Rainforest Institute (SRI) dalam Diskusi Harian Tribun Medan, di ruang redaksi, Jumat (5/7) kemarin.
Rasyid yang didampingi stafnya Bambang Saswanda menjelaskan setelah beberapa kali observasi ke Desa Rantau Panjang, disimpulkan dua ekor harimau yang menyerang warga. Yakni harimau sumatera yang panjangnya mencapai dua setengah meter dan harimau akar yang panjangnya sekitar satu setengah meter.
Serangan harimau ini, tambah Rasyid, sudah terjadi sejak tahun 2005. Awalnya warga diserang saat berladang atau menderes karet. Namun tiga korban terakhir, harimau menyerang di sekitar desa. Kini setiap pagi, jejak kaki harimau selalu terlihat di jalan setapak permukiman warga.
Dari data yang dikumpulkan SRI, harimau ini memangsa warga desa karena habitatnya terganggu. Berjarak sekitar 40 kilometer dari Desa Rantau Panjang merupakan wilayah konsesi tambang PT Sorik Mas Mining.
Perusahaan ini menggunakan pola tambang open pit mining (tambang terbuka) dengan cara meledakkan dan mengeruk lahan-lahan hutan guna mengambil emas dan mineral lainnnya. Wilayah konsesi tambang ini sangat luas sekitar 36 ribu hektare.
Selain itu, ada juga Tambang Mas Martabe milit PT Agincourt yang menggunakan pola sama untuk mengambil emas.
"Perusakan hutan skala besar yang terjadi di Madina mengakibatkan harimau keluar dari hutan, lalu mencari makan di permukiman warga," ujarnya.
Untuk itu, ia mendesak perusahan perkebunan dan tambang harus bertanggung jawab atas pembukaan lahan di area hutan.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Madina dan Pemerintah Provinsi Sumut juga harus bertanggungjawab. Bukan hanya soal menyelamatkan satwa langka yang jumlahnya tingga 400 ekor di dunia ini, tapi juga menyelamatkan perekonomian 1.500 warga desa yang semakin terjepit.
"Tidak adanya upaya dari pemerintah untuk menyelamatkan penduduknya dari serangan harimau membuat Madina dalam kondisi darurat serangan harimau," tambah Bambang.
Padahal ada tim penanggulangan konflik antara manusia dan hewan buas yang dibentuk Pemprov Sumut pada 2011. Dalam SK itu, Sekda Provinsi Sumut menjabat sebagai Ketua Penangangan Mitigasi Konflik Satwa Liar dan Manusia untuk mengerahkan personel dan pembiayaan untuk menangkap harimau yang ada di Madina. Namun hingga kini tak ada kinerja positif yang ditunjukkan tim ini. Bahkan kompensasi kepada keluarga korban yang diserang harimau tak pernah ada.
"Saya yakin kenapa pemerintah tidak mau mengirim personel karena masalah klasik yaitu ketakutan. Para pejabat ketakutan dengan info yang beredar bahwa di desa tersebut terkenal dengan ilmu hitamnya. Padahal Gatot waktu kampanye sampai ke sana menggunakan helikopter. Hingga saat ini karena konflik dengan harimau, masyarakat banyak tidak makan. Karena harimau sudah masuk kampung dan anak-anak tak berani ke sekolah," ungkap Rasyid.
Terkait:







Tidak ada komentar:
Posting Komentar