INFO TABAGSEL.com-Merujuk pada hasil rekapitulasi perolehan suara KPU Padangidimpuan pada Pileg 2014, 6 ketua partai politik gagal menyandang status anggota legislatif.
Informasi dihimpun, Jumat (25/4), keenam ketua Parpol itu masing-masing, Mustafa Ramadhan (Ketua DPC Nasdem Kota P. Sidimpuan), Muchtar Sabri Nasution, Lc (PKS), Edy Matondang (Gerindra), Adnan Buyung (PPP), Henny Herlina (Hanura) dan Abdul Wahid Lubis (PBB).
Sementara, 5 ketua parpol lainnya seperti, Taty Aryani Tambunan (PDIP), Irsan Efendi Nasution (Golkar), Khoiruddin Nasution (Demokrat), Erwin Nasution (PAN) dan Imam Ghazali (PKPI) berhasil duduk di DPRD P.Sidimpuan. Sedangkan, Isnandar Nasution yang merupakan Ketua PKB Kota P. Sidimpuan tidak ikut sebagai walikota.
Meski minus ketuanya, 5 parpol itu mampu meraih kursi di DPRD P. Sidimpuan seperti, Nasdem (1 kursi), Gerindra (3), PPP (1), Hanura (5) dan PBB (2) kursi.
Sementara, PKS merupakan satu-satunya partai yang tidak berhasil mendudukkan satupun calegnya di DPRD Kota P. Sidimpuan periode 2014-2019. Menurut Dekan Fakultas Fisipol Universitas Graha Nusantara P.Sidimpuan Yusril Mahendra MAP, politik bukan hanya sekadar konsep otorisasi kekuasaan semata tetapi upaya mempengaruhi seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam mendukung sikap politik konstituen.
“Di sinilah peran pemangku kebijakan politik (ketua partai) dalam memengaruhi pemilih baik melalui keunggulan partainya maupun anggota parpol apalagi yang akan mencalonkan diri sebagai caleg, “ katanya. Dikatakan, mesin politik cenderung tidak berjalan ditambah tingkat kepercayaan masyarakat yang sangat rendah hati terhadap pimpinan parpol.
“Apa yang kita lihat selama ini adalah pimpinan parpol seolah membiarkan anggotanya bergerak sendiri mencari dukungan politik dengan alasan pimpinan parpol kerap menjadi nomor 1 yang dengan serta merta suara anggota nantinya akan jatuh kepadanya.Tetapi yang harus diingat bahwa pileg sesungguhnya adalah pemilihan parpol bukan individu (caleg) karena jika rakyat sudah mempercayai keberadaan partai dan menjatuhkan pilihannya kepada orang dari partai tersebut, tentunya, ketua parpol akan terimbas naik suaranya. Ini sesungguhnya yang tidak dilakukan para ketua parpol,“ tuturnya.
Selain itu, kata Yusril, profil ketua parpol juga menjadi indikator ketidak berhasilan dalam pemenuhan target suara, meski ini bisa ditutupi jika mesin politik partai benar berjalan.Demikian halnya timses harusnya diberi keleluasaan untuk bergerak mempengaruhi sikap pemilih tanpa intervensi, sebab timses adalah orang kedua diluar parpol yang memiliki kemampuan politik dalam membaca, memahami dan melihat kecenderungan pemilih. Tentunya, memilih timses juga harus betul-betul dengan kriteria tertentu di samping dikenal luas, berpengaruh dan terbiasa memainkan peran-peran politik dan tidak berwajah ganda (konsisten dengan orang yg akan diusungnya). Para ketua parpol itu mungkin melupakan keberadaan timses ini dan terlalu menggantungkan diri pada anggota partai, hingga kemudian harus menerima resiko kekalahan, “ ujarnya.(Analisa)
Informasi dihimpun, Jumat (25/4), keenam ketua Parpol itu masing-masing, Mustafa Ramadhan (Ketua DPC Nasdem Kota P. Sidimpuan), Muchtar Sabri Nasution, Lc (PKS), Edy Matondang (Gerindra), Adnan Buyung (PPP), Henny Herlina (Hanura) dan Abdul Wahid Lubis (PBB).
Sementara, 5 ketua parpol lainnya seperti, Taty Aryani Tambunan (PDIP), Irsan Efendi Nasution (Golkar), Khoiruddin Nasution (Demokrat), Erwin Nasution (PAN) dan Imam Ghazali (PKPI) berhasil duduk di DPRD P.Sidimpuan. Sedangkan, Isnandar Nasution yang merupakan Ketua PKB Kota P. Sidimpuan tidak ikut sebagai walikota.
Meski minus ketuanya, 5 parpol itu mampu meraih kursi di DPRD P. Sidimpuan seperti, Nasdem (1 kursi), Gerindra (3), PPP (1), Hanura (5) dan PBB (2) kursi.
Sementara, PKS merupakan satu-satunya partai yang tidak berhasil mendudukkan satupun calegnya di DPRD Kota P. Sidimpuan periode 2014-2019. Menurut Dekan Fakultas Fisipol Universitas Graha Nusantara P.Sidimpuan Yusril Mahendra MAP, politik bukan hanya sekadar konsep otorisasi kekuasaan semata tetapi upaya mempengaruhi seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam mendukung sikap politik konstituen.
“Di sinilah peran pemangku kebijakan politik (ketua partai) dalam memengaruhi pemilih baik melalui keunggulan partainya maupun anggota parpol apalagi yang akan mencalonkan diri sebagai caleg, “ katanya. Dikatakan, mesin politik cenderung tidak berjalan ditambah tingkat kepercayaan masyarakat yang sangat rendah hati terhadap pimpinan parpol.
“Apa yang kita lihat selama ini adalah pimpinan parpol seolah membiarkan anggotanya bergerak sendiri mencari dukungan politik dengan alasan pimpinan parpol kerap menjadi nomor 1 yang dengan serta merta suara anggota nantinya akan jatuh kepadanya.Tetapi yang harus diingat bahwa pileg sesungguhnya adalah pemilihan parpol bukan individu (caleg) karena jika rakyat sudah mempercayai keberadaan partai dan menjatuhkan pilihannya kepada orang dari partai tersebut, tentunya, ketua parpol akan terimbas naik suaranya. Ini sesungguhnya yang tidak dilakukan para ketua parpol,“ tuturnya.
Selain itu, kata Yusril, profil ketua parpol juga menjadi indikator ketidak berhasilan dalam pemenuhan target suara, meski ini bisa ditutupi jika mesin politik partai benar berjalan.Demikian halnya timses harusnya diberi keleluasaan untuk bergerak mempengaruhi sikap pemilih tanpa intervensi, sebab timses adalah orang kedua diluar parpol yang memiliki kemampuan politik dalam membaca, memahami dan melihat kecenderungan pemilih. Tentunya, memilih timses juga harus betul-betul dengan kriteria tertentu di samping dikenal luas, berpengaruh dan terbiasa memainkan peran-peran politik dan tidak berwajah ganda (konsisten dengan orang yg akan diusungnya). Para ketua parpol itu mungkin melupakan keberadaan timses ini dan terlalu menggantungkan diri pada anggota partai, hingga kemudian harus menerima resiko kekalahan, “ ujarnya.(Analisa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar