INFO TABAGSEL.com-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pujiannya atas pengembangan demokrasi di negara-negara ASEAN, yang secara bertahap telah tumbuh tanpa menimbulkan gejolak kekerasan dan keamanan, atau memberikan dampak ekonomi yang negatif.
Saat
memberikan sambutan pada pembukaan Bali Democracy Forum (BDF) VI, di
Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11) pagi, Presiden SBY mengemukakan, lebih dari
satu dekade lalu , ASEAN memulai perjalanannya menuju suatu komunitas,
tidak hanya komunitas dalam arti ekonomi dan sosial budaya , tetapi juga
keamanan dalam arti keamanan politik.
“Kami
bercita-cita untuk sebuah komunitas yang mencakup pengembangan
demokrasi , hak asasi manusia dan pemerintahan yang baik sebagai salah
satu tujuan dari tujuan bersama tersebut,” kata Presiden SBY.
Menurut
Presiden SBY, proses ke arah itu, telah dan akan terus berlangsung
secara bertahap. Namun yang pasti, tidak ada keraguan akan adanya
kemajuan yang telah dicapai. “Arsitektur demokrasi di wilayah kami telah
berkembang - berubah - bahkan dengan cara yang paling mendasar. Dan , proses tersebut terjadi tanpa gejolak kekerasan dan keamanan dan dampak ekonomi . Sebaliknya , secara keseluruhan , transformasi telah berkembang secara damai ,” ungkap SBY.
Presiden
mengajak peserta BDF VI untuk membandingkan dengan apa yang terjadi di
belahan dunia lain, dimana kegagalan untuk mengatasi tuntutan demokrasi
sering kali bereskalasi dan melebar , yang menimbulkan ketegangan pada
geo politik dan keamanan global.
“Kawasan Asia
Pasifik, termasuk Asia Tenggara, telah menjadi bukti adanya hubungan
antara demokrasi dan pembangunan, serta antara demokrasi dengan
perdamaian dan stabilitas,” papar Presiden SBY.
Pelajaran Demokrasi
Dalam acara yang dihadiri oleh Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam dan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao itu, Presiden SBY menilai, tema BDF VI tahun 2013 "“Consolidating Democracy in a Pluralistic Society” mencerminkan tantangan yang selama ini dihadapi Indonesia.
Sebagai sebuah bangsa yang majemuk, Indonesia merupakan pencerminan kemajemukan kawasan Asia Pasifik. Selama berabad-abad, kata Presiden, beragam peradaban, suku, agama dan budaya telah tumbuh subur di negeri ini.
Saat ini, penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, terdiri atas lebih dari 300 kelompok etnik, dan sekitar 700 bahasa, memeluk berbagai agama, dan tersebar di lebih 17 ribu pulau. Namun Presiden menegaskan, secara turun-temurun Indonesia hidup berdampingan dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika - Bersatu dalam Keberagaman.
Presiden
menegaskan bangsa Indonesia telah bekerja sangat keras dalam membangun
negara demokratik yang terbuka dalam masyarakat yang majemuk. Namun
begitu, katanya, Indonesia terus mambangun demokrasi di dalam
masyarakat.
Kepada peserta BDF VI Tahun 2013 Presiden kemudian membagi pengalaman dalam membangun demokrasi.
Pertama, segenap warga harus memiliki jaminan hak konstitusi, mencakup kebebasan beragama, berekspresi, kesamaan di depan hukum, menolak diskriminasi, perlindungan bagi kaum minoritas, dan perlindungan hukum. "Kami juga menjunjung tinggi HAM, kebebasan pers dan peran serta masyarakat sipil," kata Presiden.
Kedua, tegakkan supremasi hukum, hormati hak-hak dasar rakyat, termasuk bagi kaum minoritas. "Kami menjamin bahwa rasa hormat dan persamaan hak di depan hukum sebagai bagian tak terpisahkan dari gaya hidup kami," kata Presiden.
Ketiga, libatkan masyarakat untuk berperan serta dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Tanaman rasa ikut memiliki pada masyarakat terhadap hasil-hasil kebijakan. Presiden memberi contoh penerapan desentralisasi sistem pemerintahan. "Pendekatan itu kami jalankan.Dalam mengakhiri pemberontakan separatis di Provinsi Aceh yang telah berlangsung selama tiga dasa warsa. Demikian juga dalam upaya menciptakan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat."
Keempat,
tingkatkan rasa saling memahami, toleransi dan daya rekat sosial dengan
menjalin hubungan antar kelompok. Dalam menyelesaikan pertikaian, kata
Presiden, kedepankan upaya dialog di antara kelompok yang berbeda agama,
etnis dan sosial ekonomi. Sistem multi partai di Indonesia, kata
Presiden SBY, memberikan suatu tantangan sekaligus peluan dalam
membangun demokrasi.Pertama, segenap warga harus memiliki jaminan hak konstitusi, mencakup kebebasan beragama, berekspresi, kesamaan di depan hukum, menolak diskriminasi, perlindungan bagi kaum minoritas, dan perlindungan hukum. "Kami juga menjunjung tinggi HAM, kebebasan pers dan peran serta masyarakat sipil," kata Presiden.
Kedua, tegakkan supremasi hukum, hormati hak-hak dasar rakyat, termasuk bagi kaum minoritas. "Kami menjamin bahwa rasa hormat dan persamaan hak di depan hukum sebagai bagian tak terpisahkan dari gaya hidup kami," kata Presiden.
Ketiga, libatkan masyarakat untuk berperan serta dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Tanaman rasa ikut memiliki pada masyarakat terhadap hasil-hasil kebijakan. Presiden memberi contoh penerapan desentralisasi sistem pemerintahan. "Pendekatan itu kami jalankan.Dalam mengakhiri pemberontakan separatis di Provinsi Aceh yang telah berlangsung selama tiga dasa warsa. Demikian juga dalam upaya menciptakan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat."
"Saya yakin bahwa kami banyak diuntungkan dengan adanya dialog dan debat diantara partai politik. Kami terus belajar menegakkan demokrasi multi partai dalam menentukan dan mengasah kepentingan nasional kami. Sistem multi partai telah memungkinkan kami untuk menjadikan kepentingan dan pemikiran yang beragam menjadi peran serta politik yang positif," kata Presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar