INFO TABAGSEL.com-Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan disarankan menambah jumlah pegawai agar jumlah keseluruhan pegawai bisa mencapai angka 50.000 – 60.000. Hal ini perlu dilakukan mengingat, dengan jumlah pegawai 30 ribu orang dan Wajib Pajak mencapai 40 juta, setiap pegawai pajak kini rata-rata harus melayani 1.400 Wajib Pajak.
“Untuk 1.400 Wajib Pajak jika dijumlahkan hari (dalam) setahun 360 hari, itu jadi 4 tahun. Wajib pajak ketemu petugas pajak 4 tahun sekali,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jendaral Pajak (DJP) Jawa Tengah I Edi Slamet Irianto dalam seminar di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat (11/10).
Dengan kondisi seperti itu, menurut Edi, akan memberikan potensi kerugian bagi WP. Hal ini terjadi karena ketika WP ditagih pajak empat tahun sekali, maka jika terkena sanksi akan memberatkan WP. “Ini akan terbebani sanksi administrasi maksimum dan merugikan wajib pajak,” kata Kakanwil DJP Jawa Tengah I.
Untuk itu, Ketua Indonesian Fiscal and Tax Administration Association (IFTAA) Gunadi menyarankan agar jumlah pegawai pajak bisa ditingkatkan hingga mencapai 50.000-60.000 orang pegawai, sebagaimana yang dilakukan oleh Jerman dan Jepang yang sudah mempunyai lebih dari 50.000 pegawai pajak, sehingga penerimaan pajak di negara tersebut sudah optimal.
Gunadi meminta agar Dirjen Pajak berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) guna menambah jumlah pegawai pajak. “Jika Dirjen Pajak dan Kementerian PAN-RB dapat menambah jumlah pegawai pajak sebanyak 8.000 orang per tahunnya, maka kurang dari 5 tahun jumlah seluruh pegawai pajak di Indonesia akan mencapai 50.000–60.000 orang,” paparnya.
Ia menyarankan, agar dalam merekrut pegawai baru, Ditjen Pajak memasukkan tes psikologi dan pengembangan diri. Tujuan tes psikologi adalah menguji kejiwaan calon pegawai baru apakah pegawai pajak tersebut berjiwa kriminal atau tidak, karena menurut pengakuan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany sebanyak 0,1% dari jumlah pegawai pajak yang sudah bekerja di Ditjen Pajak berjiwa kriminal. Gunadi meyakini, jika Ditjen Pajak sudah membereskan sistem rekrutmen dan hanya menerima orang-orang yang mumpuni, maka secara perlahan penerimaan pajak bisa ditingkatkan karena sudah diisi oleh orang-orang yang mengerti pajak, bukan mengerti korupsi.
“Untuk 1.400 Wajib Pajak jika dijumlahkan hari (dalam) setahun 360 hari, itu jadi 4 tahun. Wajib pajak ketemu petugas pajak 4 tahun sekali,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jendaral Pajak (DJP) Jawa Tengah I Edi Slamet Irianto dalam seminar di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat (11/10).
Dengan kondisi seperti itu, menurut Edi, akan memberikan potensi kerugian bagi WP. Hal ini terjadi karena ketika WP ditagih pajak empat tahun sekali, maka jika terkena sanksi akan memberatkan WP. “Ini akan terbebani sanksi administrasi maksimum dan merugikan wajib pajak,” kata Kakanwil DJP Jawa Tengah I.
Untuk itu, Ketua Indonesian Fiscal and Tax Administration Association (IFTAA) Gunadi menyarankan agar jumlah pegawai pajak bisa ditingkatkan hingga mencapai 50.000-60.000 orang pegawai, sebagaimana yang dilakukan oleh Jerman dan Jepang yang sudah mempunyai lebih dari 50.000 pegawai pajak, sehingga penerimaan pajak di negara tersebut sudah optimal.
Gunadi meminta agar Dirjen Pajak berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) guna menambah jumlah pegawai pajak. “Jika Dirjen Pajak dan Kementerian PAN-RB dapat menambah jumlah pegawai pajak sebanyak 8.000 orang per tahunnya, maka kurang dari 5 tahun jumlah seluruh pegawai pajak di Indonesia akan mencapai 50.000–60.000 orang,” paparnya.
Ia menyarankan, agar dalam merekrut pegawai baru, Ditjen Pajak memasukkan tes psikologi dan pengembangan diri. Tujuan tes psikologi adalah menguji kejiwaan calon pegawai baru apakah pegawai pajak tersebut berjiwa kriminal atau tidak, karena menurut pengakuan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany sebanyak 0,1% dari jumlah pegawai pajak yang sudah bekerja di Ditjen Pajak berjiwa kriminal. Gunadi meyakini, jika Ditjen Pajak sudah membereskan sistem rekrutmen dan hanya menerima orang-orang yang mumpuni, maka secara perlahan penerimaan pajak bisa ditingkatkan karena sudah diisi oleh orang-orang yang mengerti pajak, bukan mengerti korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar