INFO TABAGSEL.com-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyiapkan dana Rp 25 miliar untuk membuat hujan buatan, guna memadamkan kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Langkah ini sebagai jawaban atas keprihatinan Pemerintah Singapura terhadap kabut asap dan menurunnya mutu udara akibat kebakaran lahan dan hutan di Riau.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis (20/6), menjelaskan BNPB sebagai koordinator dan BPPT sebagai pelaksana hujan buatan tersebut. "Waktu pelaksanaan tergantung dengan kebutuhan di lapangan," kata Sutopo.
Pantauan hotspot tanggal 18 Juni 2013 berdasarkan data satelit NOAA18 di Kementerian Kehutanan menunjukkan, jumlah hotspot di Riau 148 titik, Jambi 26 titik, Kalbar 22 titik, Sumsel 6 titik, dan Sumbar 5 titik. Hotspot juga terjadi di negara lain seperti Malaysia 8 titik, Thailand, Laos, Vietnam, Cambodia 29 titik, dan Myanmar 17 titik. Jumlah tersebut belum dikategorikan besar jika dibandingkan puncak kemarau yang seringkali mencapai ribuan titik.
"Luasan lahan gambut terbakar di Riau mencapai 850 ha. Lahan yang sudah dipadamkan seluas 650 ha dengan jumlah personil 105 orang. Sampai saat ini upaya pemadaman masih berlangsung," kata Sutopo.
Akibat Anomali Cuaca
Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, fenomena terjebaknya kabut asap di wilayah Singapura, meskipun jumlah dan luas hotspot relatif kecil, disebabkan pengaruh anomali cuaca. Munculnya pusat-pusat tekanan rendah mengubah sirkulasi massa uap air. Hal ini mengakibatkan terjadinya bencana asap yang tidak mengikuti pola umum.
BMKG menyatakan bahwa siklon Yagi dan Siklon Leepi yang berada di timur laut Philipina menyebabkan tertariknya massa udara dari Indonesia ke arah Philipina. Kabut asap dari daerah Riau juga mengalir ke arah Philipina melalui Singapura sehingga kualitas udara mengganggu Singapura.
Siklon tropis Leepi akan berumur 7-10 hari sejak munculnya embrio siklon tgl 18/6/2013. Sebelumnya siklon Yagi juga tumbuh di Samudera Pasifik yang menyebabkan arah angin di Indonesia mengarah ke siklon tersebut. Kondisi demikian juga menyebabkan wilayah Riau akan relatif kering.
Menkokesra telah melakukan rapat koordinasi penanganan bencana tersebut bersama kementerian/lembaga (K/L). Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah mengatur tupoksi masing-masing K/L.
Kebakaran lahan dan hutan adalah bencana yang hampir setiap tahun terjadi di Indonesia. Ada 8 provinsi yang sering memiliki hotspot terbanyak yaitu Sumut, Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim.
Lokasi kebakaran umumnya daerah bergambut yang menyebabkan sulit dipadamkan. Apalagi akses ke lokasi juga sulit dijangkau sehingga pemadaman di darat tidak mudah. Untuk itulah BNPB bersama BPPT menggelar operasi hujan buatan untuk mengatasi bencana asap tersebut hampir setiap tahun.
Menurut Sutopo, perlu ada komitmen bersama antara berbagai pihak agar masalah kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan bencana asap tidak berulang setiap tahun.
"Kunci utamanya adalah bagaimana agar pihak-pihak yang melakukan aktivitas pembakaran lahan dan hutan mampu mengendalikan kebakaran tersebut," katanya. (BNPB/WID/ES)
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis (20/6), menjelaskan BNPB sebagai koordinator dan BPPT sebagai pelaksana hujan buatan tersebut. "Waktu pelaksanaan tergantung dengan kebutuhan di lapangan," kata Sutopo.
Pantauan hotspot tanggal 18 Juni 2013 berdasarkan data satelit NOAA18 di Kementerian Kehutanan menunjukkan, jumlah hotspot di Riau 148 titik, Jambi 26 titik, Kalbar 22 titik, Sumsel 6 titik, dan Sumbar 5 titik. Hotspot juga terjadi di negara lain seperti Malaysia 8 titik, Thailand, Laos, Vietnam, Cambodia 29 titik, dan Myanmar 17 titik. Jumlah tersebut belum dikategorikan besar jika dibandingkan puncak kemarau yang seringkali mencapai ribuan titik.
"Luasan lahan gambut terbakar di Riau mencapai 850 ha. Lahan yang sudah dipadamkan seluas 650 ha dengan jumlah personil 105 orang. Sampai saat ini upaya pemadaman masih berlangsung," kata Sutopo.
Akibat Anomali Cuaca
Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, fenomena terjebaknya kabut asap di wilayah Singapura, meskipun jumlah dan luas hotspot relatif kecil, disebabkan pengaruh anomali cuaca. Munculnya pusat-pusat tekanan rendah mengubah sirkulasi massa uap air. Hal ini mengakibatkan terjadinya bencana asap yang tidak mengikuti pola umum.
BMKG menyatakan bahwa siklon Yagi dan Siklon Leepi yang berada di timur laut Philipina menyebabkan tertariknya massa udara dari Indonesia ke arah Philipina. Kabut asap dari daerah Riau juga mengalir ke arah Philipina melalui Singapura sehingga kualitas udara mengganggu Singapura.
Siklon tropis Leepi akan berumur 7-10 hari sejak munculnya embrio siklon tgl 18/6/2013. Sebelumnya siklon Yagi juga tumbuh di Samudera Pasifik yang menyebabkan arah angin di Indonesia mengarah ke siklon tersebut. Kondisi demikian juga menyebabkan wilayah Riau akan relatif kering.
Menkokesra telah melakukan rapat koordinasi penanganan bencana tersebut bersama kementerian/lembaga (K/L). Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah mengatur tupoksi masing-masing K/L.
Kebakaran lahan dan hutan adalah bencana yang hampir setiap tahun terjadi di Indonesia. Ada 8 provinsi yang sering memiliki hotspot terbanyak yaitu Sumut, Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim.
Lokasi kebakaran umumnya daerah bergambut yang menyebabkan sulit dipadamkan. Apalagi akses ke lokasi juga sulit dijangkau sehingga pemadaman di darat tidak mudah. Untuk itulah BNPB bersama BPPT menggelar operasi hujan buatan untuk mengatasi bencana asap tersebut hampir setiap tahun.
Menurut Sutopo, perlu ada komitmen bersama antara berbagai pihak agar masalah kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan bencana asap tidak berulang setiap tahun.
"Kunci utamanya adalah bagaimana agar pihak-pihak yang melakukan aktivitas pembakaran lahan dan hutan mampu mengendalikan kebakaran tersebut," katanya. (BNPB/WID/ES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar