DAFTAR BERITA

Jumat, 13 Maret 2015

Mahasiswa Palas Minta Perusahaan Tak Berkontribusi Ditutup

Mahasiswa dan kepolisian sempat dorong-dorongan dan diwarnai tendangan saat berunjuk rasa di Kantor DPRD Palas. (Foto:Rasyid Daulay/Metro Tabagsel)


INFO TABAGSEL.com-Sedikitnya 50 orang yang tergabung dalam Alianasi Mahasiswa dan Masyarakat Pemerhati Padang Lawas mendatangi Kantor Bupati dan DPRD, kemarin (12/3). Mereka menuntut perusahaan yang tidak berkontribusi untuk daerah dihentikan operasionalnya.

Menumpangi beberapa becak bermotor (betor) dan satu mobil pick up untuk tempat sound system, mereka beriring-iringan dengan pengawalan polisi. Sebagian besar dari mereka bertelanjang dada dengan tubuh dilumuri minyak hitam. Di kepala mereka juga terikat kain merah yang diartikan sebagai simbol amarah untuk pemerintah dan anggota dewan.

Titik kumpul mereka, awalnya dari Lapangan Merdeka Sibuhuan. Kemudian, dengan iring-iringan kendaraan, mereka bersama-sama ke Kantor Bupati sekira pukul 10.00 WIB. Di sini, mereka sempat berorasi setengah jam. Intinya, mereka mengaku malu karena pemerintah tidak bermartabat di depan perusahaan. Buktinya, sebagai perusahaan yang mengeruk uang dari daerah ini,n tapin mereka tidak memberikan kontribusi.

“Apa harga diri pemerintah dibuat perusahaan yang mengeruk keuntungan dari daerah ini? Kontribusi apa yang mereka berikan? Sampai kapan mereka dibiarkan seperti itu?” teriak koordinator lapangan Mardan Hanafi Hasibuan dalam orasinya.

Bahkan, disinggung juga, di antara perusahaan yang ada, dominan tidak memiliki izin dan hak guna usaha (HGU). Meski pun ada HGU, tapi dalam realitanya masih penuh dengan persoalan. Di antaranya, ada perusahaan yang tidak membayar pajak dan saat ini ditangani Direktorat Jenderal Pajak dan merugikan negara Rp1,6 triliun.

Di samping itu, luas lahan yang dikelola banyak perusahaan juga bermasalah. Banyak di antara perusahaan yang memiliki izin, tidak sesuai dengan fakta di lapangan soal luas lahan yang digarapnya. Belum lagi, kawasan yang mereka kelola sebenarnya masuk dalam kawasan hutan lindung.

“Usir mereka dari Padang Lawas kalau tidak ada kontribusinya untuk daerah. Untuk apa mereka mengeruk uang dari sini,” tambah Amirusin, pengunjuk rasa lain.

“Kasihan kan bapak-bapak Satpol PP gajinya kecil karena tidak banyak uang daerah. Mana pula ikhlas mereka bekerja kalau penghasilannya tak cukup. Kasihan juga bapak-bapak kita pejabat, lebih kecil tunjangannya dibanding daerah lain karena APBD kita kecil,” tambah Amirusin.

Dalam catatan mereka, saat ini ada 48 perusahaan perkebunan yang beroperasi di Padang Lawas. PT PHS misalnya, mengelola kebut Bukit Udang dan Papaso masing-masing 3.500 hektare, Mondang 900 hektare, Nagargar 2.000 hektare dan Aliaga serta Sosa Indah masing-masing 5.000 hektare dan 3.000 hektare.

“Yang kami sesalkan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan juga sudah punya GPS, tapi tak difungsikan. Padahal, dengan GPS, lahan yang dikelola perusahaan sebenarnya akan terlihat,” tambah mereka.

Saat di kantor bupati, kedatangan rombongan pengunjuk rasa ini diterima Asisten I Pemkab Palas, Gunung Tua Hamonangan Daulay. Gunung Tua juga sepakat perlunya pengukuran ulang lahan milik perusahaan. Bahkan dikatakannya, kalau perlu, pengukurannya bisa dilakukan bersama-sama dengan mahasiswa.

“Soal tunjangan, saya dapat tunjangan Rp3,5 juta. Saya juga ingin seperti anggota Ahok, Rp80 juta. Tapi karena APBD belum mencukupi, inilah jadinya,” ungkapnya.

Saat itu, Gunung Tua juga sempat menjelaskan, PAD Palas untuk tahun 2015 hanya Rp35 miliar. Dana bagi hasil (DBH) juga kecil. Sementara, dana alokasi umum (DAU) dari pusat hanya Rp400 miliar.

Gunung Tua juga memaparkan, untuk saat ini, kewenangan untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan ini belum ada.

“Ada pajak PBB perkebunan, tapi pengelolaannya belum diserahkan ke daerah. Yang sudah diserahkan ke daerah saat ini, baru yang kecil-kecil, yakni PBB perkotaan dan perdesaan yang hanya terkumpul Rp1,6 miliar,” jelasnya.

“Memang, pajak yang dari daerah langsung ke pusat tetap berbagi, 60:40. Tapi masih mampir di provinsi,” terangnya sembari menjelaskan, untuk izin Pemda hanya diberi penerbitan izin usaha produksi (IUP), sementara HGU tetap dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Usai mendapat penjelasan di kantor bupati, rombongan pengunjuk rasa pun melanjutkan demostrasi ke Kantor DPRD Padang Lawas. Di sini, sempat ada insiden kecil karena anggota DPRD yang ditunggu tidak langsung keluar.

Pengunjuk rasa sempat dorong-dorongan sebentar dengan kepolisian. Bahkan, sampai ada pengunjuk rasa yang ditendang.

Namun, tak lama kemudian, wakil rakyat itu datang. Saat itu, langsung muncul Ketua DPRD Palas Syahwil Nasution dan beberapa anggota dewan lain. Seperti tuntutan pengunjuk rasa, DPRD sepakat untuk membentuk panitia khusus untuk mengurai masalah dalam nihilnya kontribusi perusahaan perkebunan dan beberapa persoalan lainnya.

“Saat ini masih masa reses. Nanti, Selasa paling lambat, kami akan membentuk pansus sesuai mekanisme yang ada di dewan,” kata Syahwil. (Ms)