DAFTAR BERITA

Kamis, 11 Desember 2014

Polisi Indonesia dituduh menyiksa tersangka teroris



INFO TABAGSEL,com-Sekitar 200 tersangka terorisme di Indonesia mengklaim diinterogasi dengan kekerasan oleh aparat keamanan sepanjang tahun-tahun setelah serangan bom Bali tahun 2002, demikian keterangan bekas pengacara mereka.

Interogasi yang diwarnai penyiksaan fisik itu, menurut Ketua Dewan Pembina Tim pembela Muslim (TPM) Mahendradatta, biasanya terjadi di luar pemeriksaan resmi.

"Kalau dari laporan-laporan mereka, hampir 50% para tersangka yang kemudian menjadi terdakwa (terorisme) yang kami tangani, memang mengeluhkan adanya siksaan-siksaan selama pemeriksaan atau interogasi," kata Ketua Dewan Pembina Tim pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta seperti dirilis BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu (10/12) sore.

Tuduhan interogasi yang diwarnai kekerasan ini dibantah oleh mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai.

Menurut Ansyad, kepolisian dan instansi terkait telah meninggalkan teknik interogasi seperti itu semenjak mereka menangani bom Bali 2002.

"(Dulu) ada pendekatan militeristik, ada pendekatan-pendekatan teknik interogasi yang mungkin kasar. Tapi, semenjak bom Bali I, (tindakan interogasi penuh kekerasan) itu tidak ada, itu ditinggalkan sama sekali," kata Ansyad Mbai. Pasukan antiteroris Indonesia menangkap seorang terduga teroris asal Poso, Sulteng

"Karena kita menyadari, dengan cara-cara (interogasi dengan kekerasan) begitu, mereka (terduga terorisme) akan makin militan dan tidak akan pernah mau kooperatif," tambahnya.
 

Sulit dibuktikan

Namun demikian, lanjut Mahendratta, pihaknya selalu kesulitan membuktikan adanya interogasi dengan penyiksaan fisik oleh aparat keamanan, seperti yang dilaporkan kliennya.

"Yang sulit kami terima dan tidak bisa kami buktikan, adalah kadang-kadang yang menyiksa itu lima orang, yang disiksa satu orang. Jadi akan sulit (membuktikan)," kata Mahendratta.

Karena itu, menurutnya, TPM tidak dapat menindaklanjuti laporan para kliennya ini ke proses penuntutan hukum lebih lanjut. Pasukan Brimob terlibat baku tembak dengan terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah.

"Karena mereka sendiri, mengaku sendiri, dan kita tanya biasanya (kliennya) dalam keadaan mata tertutup, ya kami sebagai advokat sulit untuk mengeksposnya," kata Mahendratta yang telah mendampingi sedikitnya 500 terpidana teroris semenjak bom Bali 2002.
 

Cara persuasif

Mantan Ketua BNPT Ansyad Mbai mengatakan, awalnya tidak satu pun pelaku bom Bali 2002 yang ditangkap tidak mau bicara siapa jaringan dan pemimpinnya saat diperiksa.

"Sehingga harus dicari cara persuasif, pendekatan kultural dengan memahami kultur mereka," kata Ansyad.

Dari pendekatan seperti ini, lanjutnya, mereka akhirnya dapat meyakinkan beberapa "mantan teroris" untuk bekerja sama. Dokumen yang berisi ajakan untuk melakukan aksi pemboman dalam kasus bom Bali 2002.

"Sehingga bisa membuat mereka (tersangka teroris) bicara sehingga bisa dilakukan pemeriksaan secara wajar," ungkapnya seraya menyebut seorang mantan terpidana teroris.

Menurut Ansyad, pendekatan persuasif yang dilakukan otoritas keamanan Indonesia ini disanjung oleh mantan interogator AS yang menangani kasus terorisme.

"Contohlah penyidik-penyidik Indonesia dalam memeriksa terorisme. Dan karena itu kita mendapat reputasi cukup tinggi di tingkat internasional," kata Ansyad.Laporan Senat AS menyebutkan CIA melakukan "interogasi brutal" atas tersangka pelaku terorisme sepanjang tahun-tahun setelah serangan 11 September