DAFTAR BERITA

Kamis, 28 Agustus 2014

Megawati minta media kawal demokrasi tanpa fitnah

INFO TABAGSEL.com-Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meminta media massa untuk mengawal demokrasi tanpa fitnah agar tercipta suasana yang sejuk dan kondusif menjelang Pemilihan Presiden pada 9 Juli mendatang.

"Proses demokrasi dan Pemilihan Presiden kali ini banyak diwarnai kampanye hitam, fitnah, hingga pendiskreditan," kata presiden kelima Indonesia itu saat berdiskusi dengan awak media dalam kunjungan ke berbagai kantor redaksi media di Surabaya, Jumat.

Dalam kunjungan itu, Megawati mengajak media untuk menjaga suasana tetap kondusif melalui pemberitaan yang tidak menebar fitnah. Selain itu media juga diminta mengawal proses pencoblosan dari indikasi adanya kecurangan.

"Media diminta ikut mengawal proses demokrasi ini sejak kampanye hingga pencoblosan, janganlah semakin memanaskan dengan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang membuat suasana semakin panas," ujarnya.

Peran media juga sangat dibutuhkan dalam mengawal proses demokrasi, agar demokrasi tidak menyimpang dari jalurnya. "Sosialisasi media sangat penting untuk ikut mengawasi netralitas penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU. Proses penghitungan perlu dicermati juga agar tidak terjadi pemutarbalikan fakta," katanya.

Dalam serangkaian kunjungan itu, Megawati Soekarnoputri didampingi fungsionaris PDI Perjuangan antara lain Pramono Anung, Erico, dan juga pengurus PDI Perjuangan Jawa Timur, Sirmadji Tjondropragolo, Whisnu Sakti Buana, dan Bambang Dwi Hartono.

Netralitas KPU

Selain harapan kepada kalangan media massa, Megawati juga mengingatkan kembali pentingnya netralitas penyelenggara Pemilu, yakni KPU, dalam Pemilihan Presiden 2014 yang hanya diikuti dua pasangan calon itu.

Menurut dia, indikasi ke arah Pemilu yang tidak jujur dan adil itu sudah ada, di antaranya temuan selama proses persiapan seperti logistik pemilu hingga daftar pemilih tetap (DPT) yang masih bermasalah.

"Apa kita tahu yang mencetak surat suara siapa saja, meski itu sudah ditenderkan. Persoalan surat suara masih menjadi masalah klasik. Coba ada pembagian daerah dimana surat suara yang dicetak, untuk mencover wilayah yang sudah dibagi," katanya.

Megawati membandingkan dengan pelaksanaan Pemilu 2004 yang dinilai lebih bagus daripada dua Pemilu setelahnya, termasuk pemilu kali ini.

"Persoalan DPT masih menjadi masalah klasik yang belum juga dapat diselesaikan. Kita lihat persoalan DPT masih pro kontra, padahal datanya ada di BPS," katanya.

Selain itu, surat suara juga menjadi isu strategis yang sampai hari ini masih menjadi pertanyaan. "Apa KPU tidak bisa menata hal ini," ucap Megawati seraya membandingkan dengan proses pencetakan dan peredaran uang oleh Bank Indonesia.

Tidak "ad hock"

Dalam kesempatan itu, Megawati memunculkan wacana mengenai kemungkinan melembagakan KPU menjadi lembaga yang tidak lagi bersifat "ad hock" atau bukan sebagai komisi.

"Kalau menjadi lembaga maka aturannya juga akan melembaga, tidak seperti sekarang aturan dapat berubah setiap lima tahun, partai politik disibukkan dengan sosialisasi aturan," katanya.

Presiden perempuan pertama di Indonesia ini berharap ke depan penyelenggaraan pemilu semakin baik dan dapat diselenggarakan dengan cepat, menggunakan teknologi informasi seperti yang sudah diterapkan di luar negeri.

"Di India itu sekitar 800 jutaan penduduk yang ikut pemilu, tapi pemilu bisa berjalan baik. Itu karena mereka memiliki peralatan dan teknologi. Kitapun sebenarnya bisa," katanya.

Kekuatan dana APBN yang mencapai angka Rp1.800 triliun seharusnya dapat diaplikasikan oleh penyelenggara pemilu dengan penyelenggaraan yang semakin baik, termasuk kesiapan logistik pemilu, baik surat suara, bilik dan kotak suara, serta kelengkapan lainnya.

"Sampai kemarin masih ditemui indikasi kecurangan dari kertas suara, logistik Pemilu seperti kotak suara juga ada yang dari kardus, malu kita dengan negara lain," katanya.

Pilpres 2014 yang berlangsung pada 9 Juli akan diikuti dua pasangan calon yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (diusung Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP, dan sebagainya) dan Joko Widodo-Jusuf Kalla (diusung PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, PKPI).

Tidak ada komentar: