INFO TABAGSEL.com-Pengamat hukum
internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan
penyadapan atas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Inggris yang
dimanfaatkan Australia berpotensi mengganggu hubungan baik antarnegara.
"Indonesia perlu mengingatkan penyadapan berpotensi merusak hubungan baik antarnegara dan memunculkan saling curiga," katanya di Jakarta, Senin, menanggapi kasus penyadapan atas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Guru Besar Fakultas Hukum UI itu menegaskan pemberitaan media Australia terkait dengan penyadapan oleh Inggris atas Presiden Yudhoyono dan hasil sadapannya dimanfaatkan oleh Australia, akan sulit bagi pemerintah Indonesia untuk mendapatkan konfirmasi tersebut baik dari pemerintah Inggris maupun Australia.
Ia mengatakan berita penyadapan di masa yang akan datang akan bermunculan.
"Ini karena banyak orang yang bekerja di dunia intelijen mulai membuka mulut dan mengungkap praktik kotor negaranya, seperti yang dilakukan oleh Edward Snowden," katanya.
Bahkan orang yang memiliki akses atas informasi-informasi rahasia negara, menurut Hikmahanto, akan mengungkap secara terbuka melalui Internet seperti yang dilakukan oleh Julian Assange.
Kegiatan penyadapan meski kerap dilakukan merupakan kegiatan intelijen yang tidak mungkin dikonfirmasi atau dibenarkan oleh pihak yang melakukannya, kata Hikmahanto.
Ia menilai tindakan penyadapan oleh suatu negara terhadap negara lain merupakan pelanggaran hukum internasional dan tata krama hubungan antarnegara.
Menurut Hikmahanto, saat ini yang terpenting bagi Indonesia setelah tersiarnya kabar penyadapan adalah menyampaikan ketidaksenangannya atas tindakan negara lain melakukan penyadapan dan memanfaatkan hasilnya tanpa menunjuk secara spesifik negara tertentu.
Indonesia, katanya, perlu mengingatkan penyadapan berpotensi untuk merusak hubungan baik antarnegara dan memunculkan saling curiga.
"Saling curiga tentu tidak dapat menjadi dasar yang melandasi hubungan Indonesia dengan negara sahabatnya," kata Hikmahanto.
"Indonesia perlu mengingatkan penyadapan berpotensi merusak hubungan baik antarnegara dan memunculkan saling curiga," katanya di Jakarta, Senin, menanggapi kasus penyadapan atas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Guru Besar Fakultas Hukum UI itu menegaskan pemberitaan media Australia terkait dengan penyadapan oleh Inggris atas Presiden Yudhoyono dan hasil sadapannya dimanfaatkan oleh Australia, akan sulit bagi pemerintah Indonesia untuk mendapatkan konfirmasi tersebut baik dari pemerintah Inggris maupun Australia.
Ia mengatakan berita penyadapan di masa yang akan datang akan bermunculan.
"Ini karena banyak orang yang bekerja di dunia intelijen mulai membuka mulut dan mengungkap praktik kotor negaranya, seperti yang dilakukan oleh Edward Snowden," katanya.
Bahkan orang yang memiliki akses atas informasi-informasi rahasia negara, menurut Hikmahanto, akan mengungkap secara terbuka melalui Internet seperti yang dilakukan oleh Julian Assange.
Kegiatan penyadapan meski kerap dilakukan merupakan kegiatan intelijen yang tidak mungkin dikonfirmasi atau dibenarkan oleh pihak yang melakukannya, kata Hikmahanto.
Ia menilai tindakan penyadapan oleh suatu negara terhadap negara lain merupakan pelanggaran hukum internasional dan tata krama hubungan antarnegara.
Menurut Hikmahanto, saat ini yang terpenting bagi Indonesia setelah tersiarnya kabar penyadapan adalah menyampaikan ketidaksenangannya atas tindakan negara lain melakukan penyadapan dan memanfaatkan hasilnya tanpa menunjuk secara spesifik negara tertentu.
Indonesia, katanya, perlu mengingatkan penyadapan berpotensi untuk merusak hubungan baik antarnegara dan memunculkan saling curiga.
"Saling curiga tentu tidak dapat menjadi dasar yang melandasi hubungan Indonesia dengan negara sahabatnya," kata Hikmahanto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar