INFO TABAGSEL.com-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marcos Simaremare protes kepada ketua majelis hakim Sugiyanto pada sidang lanjutan perkara dugaan korupsi TPAPD Tapsel 2005 dengan terdakwa Rahudman Harahap, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (20/6/2013).
Sebelum mengajukan pertanyaan kepada saksi Ali Sutan Siregar yang merupakan mantan Kasubag Anggaran Setdakab Tapanuli Selatan, Marcos mengingatkan agar saksi tidak menjawab pertanyaan yang tidak dimengerti atau tidak diketahui seperti yang dilakukannya saat ditanya jaksa lain.
"Untuk Sekretariat Daerah (Setda) juga tidak ada istilah KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), tapi Satker atau Pengguna Anggaran (PA). Jadi, kalau saksi tidak tahu bilang saja tidak tahu, jangan mengarang," katanya menyebutkan beberapa kesalahan saksi.
Dalam salah satu pertanyaannya, Marcos ingin memastikan kepada Ali Sutan Siregar bahwa ada kerancuan dalam keterangannya karena sama-sama menyebutkan Surat Permintaan Penerbitan Surat Ketetapan Otoritasi (SPP-SKO) dari Sekretaris Daerah Rahudman Harahap dan Surat Permintaan Pengisian Kas (SPPK) berdasarkan persetujuan Bupati sebagai SPP.
Ali Sutan tampak ragu sehingga jaksa pun mengulangi pertanyaannya. Hakim Sugiyatno yang sebelumnya telah mengingatkan agar jaksa tidak mengulang-ulang pertanyaan pun menyela. Marcos yang selalu berdiri selama membacakan dakwaan bersikeras ada dua jenis pengusulan yang perlu diperjelas. "Saksi tadi sudah menjelaskan. Saudara sok pintar, ya!" kata hakim kepada jaksa.
Jaksa Marcos pun langsung sengit mendengar pernyataan hakim. "Saya keberatan majelis. Saya bukan sok pintar, tapi saya hanya meluruskan adanya dua surat permintaan yang diajukan kepada bupati," kata Marcos dengan nada tinggi.
Marcos menjelaskan bahwa sebelum Surat Permintaan Pembayaran Pengisian Kas (SPP-PK) yang disetujui Bupati dikeluarkan, ada pengajuan Surat Permintaan Penerbitan Surat Ketetapan Otoritasi (SPP-SKO) dari terdakwa mantan Sekretaris Daerah yang saat ini Wali Kota Non Aktif Medan Rahudman Harahap. Dalam persidangan, dua jenis pengusulan ini sama-sama disebut SPP sehingga rancu.
Setelah penjelasan Marcos dibenarkan oleh Ali Sutan, hakim pun meminta maaf. Pernyataan maaf kembali diulangi Sugiyanto sebelum menutup sidang. "Kalau ada saya salah kata, saya minta maaf, ya! Saya hanya manusia biasa," kata hakim Sugiyanto.
Selain menghadirkan Ali Sutan, sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang diperkirakan membuat rugi negara Rp 1,5 miliar ini juga mendengarkan kesaksian Kepala Desa (Kades) Eak Nabara Sarma Harahap, Kades Panobasan Lombang Iksan Nasution, Kades Aek Angkola Marahamin Pane, Kades Pasalakan Patuan Harahap, dan Kades Sisundung Aswin Dalimunthe.
Lima kepala desa dari Tapanuli Selatan ini kompak mengaku TPAPD pada semester III dan IV tahun 2005 terlambat cair. Tunjangan itu baru diterima pada Januari 2007.
"Kalau TPAPD, selalunya itu terlambat, Pak. Sekarang ini pun honor kami sampai Juni belum dibayar. Jadi siapa pun bupatinya, honor kami terusnya terlambat," kata Ikhsan. Mendengar pengakuan polos itu, penonton sidang pun tertawa.
Sidang akan dilanjutkan, Selasa (25/6), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Ini akan menjadi saksi terakhir dari penuntut umum, sebelum pihak dari pembela menghadirkan para saksinya.(Tribun Medan/ton)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar