Wali Kota Medan Rahudman Harahap melihat warga Myanmar yang menjadi korban bentrokan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan, Jumat. (foto antarasumut/Ist) |
INFO TABAGSEL.com-Kepolisian Daerah Sumatera Utara menegaskan kasus penganiayaan yang dilakukan pengungsi Rohingnya terhadap warga Myanmar di Rumah Detensi Imigrasi Belawan, bukan terkait isu suku, agama, dan ras.
“Setelah diselidiki, sama sekali bukan terkait isu suku, agama, dan ras(SARA),” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Heru Prakoso di Medan, Jumat malam.
Heru menjelaskan, di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan itu terdapat 153 pengungsi Rohingnya dan delapan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Myanmar yang ditangkap karena menangkap ikan tanpa izin di perairan Indonesia.
Pada Kamis (4/4) sekitar pukul 10.00 WIB, tiga wanita pengungsi Rohingnya mengadu kepada tokoh agama Rohingnya bernama Ustad Ali mengenai tindak pelecehan yang dilakukan ABK Myanmar.
Mendapatkan pengaduan itu, Ustad Ali melaporkannya kepada pengurus Rudenim Belawan yang segera mengadakan pertemuan pada Kamis (4/4) malam untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Dalam pertemuan yang difasilitasi pengurus Rudenim Belawan, perwakilan kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan tidak melanjutkan tindak pelecehan yang dialami tiga wanita pengungsi Rohingnya itu.
“Pada Kamis malam itu kedua pihak dipertemukan. Saat itu, clear. Masalah selesai,” katanya.
Usai pertemuan itu, kata dia, Ustad Ali menyosialisasikan hasil kesepakatan tersebut pada Jumat dinihari dengan pengungsi Rohingnya yang lain.
Ketika sejumlah pengungsi Rohingnya mengungkapkan ketidakpuasannya atas hasil kesepakatan tersebut, salah seorang ABK Myanmar menimpali pembicaraan dan mengeluarkan pernyataan yang memancing percekcokan.
Usai percekcokan itu, salah seorang ABK Myanmar ke luar beberapa saat serta masuk kembali dengan membawa senjata tajam sambil menikam Ustad Ali.
Meski mendapatkan tikaman, Ustad Ali tetap memberikan perlawanan dan mampu merebut senjata tajam tersebut serta membalas tusukan ke ABK Myanmar itu.
Penikaman itu memancing emosi pengungsi Rohingnya yang lain sehingga melakukan pengeroyokan terhadap delapan ABK yang berada di Rudenim Belawan tersebut.
Akibat penganiayaan itu, delapan ABK Myanmar tersebut meninggal dunia akibat pukulan benda tumpul dan benda tajam yang diperkirakan berupa pecahan mobiler dan serpihan kayu yang ada di Rudenim Belawan.
“Kami perlu meluruskan hal ini karena tadi pagi sempat tersebar berita yang menyebutkan perkelahian itu karena isu SARA, antara Budha dan Muslim. Itu tidak benar,” katanya.
Menurut dia, delapan ABK Myanmar yang tewas itu adalah Ayen Min (23), Myo Co (20), Aung Thu Winm (24), Aung Than (24), Min Min (24), Win Tan (32), Nawe (23), dan Sam Iwin (45).
Setelah mengamankan situasi, pihak kepolisian mengamankan dan memeriksa 21 pengungsi Rohingnya yang 18 diantaranya ditetapkan sebagai tersangka dalam penganiayaan tersebut.
Pengungsi Rohingnya yang menjadi tersangka itu akan dikenakan pelanggaran Pasal 170 dan 351 KUHPidana tentang pengeroyokan dan penganiayaan.
“Mereka kooperatif dan mengakui ikut melakukan pemukulan,” katanya.
Polda Sumut telah melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar Myanmar mengenai rencana proses otopsi dan kemungkinan lokasi pemakaman.
“‘Kita terus berkoordinasi, apakah jenazahnya mau dibawa ke negara mereka atau dimakamkan disini,” katanya.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusuhan susulan atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya, pihaknya menempatkan personel untuk melakukan pengamanan di Rudenim Belawan.
“Personelnya dari Polda Sumut dan Polres Pelabuhan Belawan, sekitar 50 orang,” kata Heru. ***2***
Riza Fahriza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar