INFO TABAGSEL.com- Presiden Boediono merasa optimis atas kesiapan Indonesia menghadapi situasi ekonomi global yang hingga saat ini masih belum menentu. Ia meyakini Indonesia adalah satu dari sedikit tempat yang hangat di dunia dalam iklim ekonomi dunia yang cenderung membeku. Indonesia berhasil keluar dari krisis 2008 nyaris tanpa masalah dan kini institusi-institusi finansial Indonesia berada pada posisi yang kuat dan mampu menangani potensi guncangan. Selain itu, cadangan devisa Indonesia pun cukup besar.
“Jumlah cadangan devisa kita jauh lebih besar dari situasi krisis 2008 lalu, saat saya jadi Gubernur BI, kala itu cadangan kita hanya separuh dari jumlah yang kita punya sekarang,” kata Wapres saat memberikankeynote speech pada The Economist Conference Indonesia Summit 2013 di Hotel Shangrila, Jakarta, 28 Februari 2013.”
Dalam dialog dengan kalangan korporasi internasional dan koresponden media asing yang hadir, Wapres mengatakan bahwa krisis ekonomi 1997-1998 dan krisis 2008 yang lalu telah memberikan Indonesia banyak pengalaman berharga. Dua tipe resiko yang dihadapi saat ini adalah kemungkinan ledakan di sektor finansial atau terimbasnya ekspor Indonesia akibat krisis global yang berkepanjangan. Bila salah satu dari keduanya datang tiba-tiba, Wapres yakin institusi-institusi finansial Indonesia sangat mampu menghadapinya.
Wapres mengakui, pasca krisis 2008, pertumbuhan Indonesia sempat melambat namun saat ini sudah kembali terkejar di atas 6% dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang semakin menurun. Selama periode itu, kestabilan ekonomi dan politik bisa dijaga. “Dalam bidang manajemen makro ekonomi, Indonesia telah belajar dari kesalahannya dan kesalahan orang lain bahwa bertindak hati-hati (prudence)selalu memberi hasil,” kata Wapres.
Ekonomi Indonesia, lanjutnya, berpijak pada dua kaki stabilitas, yakni politik dan makro ekonomi. Indonesia beruntung untuk diberkati dengan sumber daya yang melimpah. Hal ini masih ditambah dengan konsumsi domestik yang tinggi, yang menjadi bagian dari 60% ekonomi yang terus berkembang, dengan didukung oleh kelas menengah dan populasi muda.
Wapres menegaskan, dari sisi permintaan, pertumbuhan terus berkembang. Pertumbuhan baik di konsumsi maupun investasi demikian kuat yang ia perkirakan akan bertahan setidaknya 2-3 tahun ke depan. Di dunia retail, misalnya, banyak perusahaan yang telah mencatat pertumbuhan dua digit dari tahun ke tahun. Berbagai rencana pembangunan telah dicanangkan, termasuk penyelesaian proyek-proyek besar yang menjamin tingginya tingkat investasi selama beberapa tahun ke depan, yang akan memberi dampak signifikan pada sisi penawaran. “Dan nampaknya besar kemungkinan ekonomi dunia akan membaik tahun depan, yang sudah pasti akan ikut mendorong pertumbuhan ekspor kita,” kata Wapres.
Dalam bidang politik, lanjutnya, Indonesia cukup stabil. Meskipun nampaknya banyak masalah, era Reformasi membawa banyak perubahan dan pergantian kekuasaan yang cukup mulus baik di pusat maupun di daerah.
“Tentu saja demokrasi kita masih dalam proses. Banyak tantangan yang harus dihadapi, antara lain transfer kekuasaan ke daerah menumbuhkan kebijakan-kebijakan tidak konsisten di tingkat pusat maupun daerah. Dalam banyak kasus, kapasitas institusi yang lemah di tingkat lokal menambah masalah dalam peraturan dan kepastian hukum, sesuatu yang sangat menghalangi pertumbuhan bisnis dan investasi. Namun hal ini terus diperbaiki dengan inisiatif-inisiatif baru. Saat ini kita menyaksikan banyak inisiatif pemerintahan daerah yang segar untuk memperbaiki itu semua,” kata Wapres.
Ia melanjutkan, stabilitas makro ekonomi Indonesia tak bisa dianggap sambil lalu. Ada masalah kurang pembayaran pajak, saat ini rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berkisar di angka 12%, salah satu angka yang terendah di Asia. Dari sekitar 17 juta pekerja, hanya seperlimanya yang memiliki nomor pokok wajib pajak dan dari jumlah itu lebih sedikit lagi yang membayar pajak. Ada pula masalah pada perbaikan sistem belanja negara, termasuk rasionalisasi sistem subsidi.
“Ada banyak ruang untuk memperbaiki administrasi pajak dan mengembangkan lebih luas lagi potensi pajak, tapi saya mengerti bahwa pemerintah harus bergerak dengan hati-hati agar tidak merusak iklim bisnis dan ekonomi secara umum,” kata Wapres.
Selama banyak dekade, Indonesia mempraktekkan fiskal yang konservatif. Defisit anggaran hanya 1.2% dari PDB pada 2012 dan pada 2013 diperkirakan akan mencapai 1.63%, terendah di Asia. Hutang luar negeri kita hanya 25% dari PDB dan terus turun. “Indonesia mungkin adalah bagian dari sangat sedikit negara dimana kehati-hatian fiskal (fiskal prudence) didukung oleh semua partai politik,” kata Wapres.
Wapres kemudian mengutip survei yang mengatakan bahwa kebanyakan orang Indonesia merasa nyaman dengan masa depan. Dibuai dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan rata-rata 6% per tahun, dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang terus menurun, Wapres merasa bahwa hal itu tidak terlampau salah. “Dalam kondisi seperti itu, kebijakan yang terlalu radikal atau tergesa-gesa tidak akan terlalu disambut, apalagi ketika para pemimpin politik dan publik sendiri tidak ingin merusak suasana. Untuk sekarang, 10 bulan menuju pemilu, hanya perubahan bertahap dan stabil yang dimungkinkan. Tapi tahun 2014 akan membawa perubahan yang akan memberi angin segar bagi reformasi dan inovasi yang lebih lanjut lagi. Saya optimis terhadap perubahan itu, Indonesia akan beranjak maju,” kata Wapres.
Menjawab pertanyaan apakah pertumbuhan 6% tersebut dirasa cukup, Wapres mengatakan tentu saja angka itu tidak cukup untuk menangani berbagai tantangan yang harus dihadapi seperti pengangguran dan penurunan angka kemiskinan. Namun ia percaya solusinya terletak pada hal struktural, terutama pada pengembangan infrastruktur yang saat ini menjadi prioritas pemerintah untuk ditangani.
Demi mempercepat pembangunan infrastruktur, Wapres menunjuk pada model kerjasama antara badan usaha milik negara dan dunia swasta di bidang energi dan pelabuhan yang dirasa berhasil. “Model seperti ini bisa diulang di sektor-sektor lain agar lebih banyak lagi yang bisa dibangun dan diperbaiki,” kata Wapres.
Hal lain yang juga menjadi prioritas adalah pendidikan mengingat potensi dividen demografi yang Indonesia peroleh saat ini tak akan berhasil tanpa populasi yang produktif. “Seperti apa yang dialami di Afrika Utara sekarang, bila kita punya populasi muda yang menganggur bisa menimbulkan masalah sosial,” katanya.
Menjawab pertanyaan tentang subsidi bahan bakar, Wapres mengatakan bahwa saat ini pemerintah mempertimbangkan semua opsi termasuk upaya konversi bensin ke gas dan pemberian paket-paket bantuan sosial kepada mereka yang membutuhkan. Namun perubahan mendasar tetap akan mempertimbangkan suasana politik dan sosial yang terjadi saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar