Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo mengatakan para guru honorer di Tanah Air saat ini kondisinya memprihatinkan, karena penghasilannya di bawah standar upah minimum akibat ketidakjelasan status mereka.
"Guru-guru honorer penghasilannya di bawah upah minimum. Padahal kewajiban yang dijalankan sama dengan guru PNS. Ini tentu membuat guru-guru ini kesejahteraan hidupnya di bawah rata-rata pendapatan yang diperoleh hanya sekitar Rp500 ribu, bahkan ada yang hanya Rp150 ribu," kata Sulistiyo usai peringatan Hari Guru di Kantor PGRI Jakarta, Senin.
Ia mengatakan pembinaan kompetensi yang paling menyedihkan adalah yang menimpa guru swasta dan honorer (guru non-PNS). Secara kepegawaian mereka tidak jelas status maupun jabatan dan kepangkatannya, bahkan hingga kini belum diatur oleh pemerintah.
Untuk itu, ia meminta pada pemerintah untuk mulai memperhatikan para guru honorer dan mengangkat yang telah memenuhi syarat sebagai PNS. Pasalnya, tidak sedikit guru honorer ini yang justru menunaikan kewajibannya sebagai pendidik dengan kapasitas lebih baik daripada guru yang memiliki status PNS.
"Kesejahteraannya tidak memeroleh perhatian yang wajar, bahkan selama ini pemerintah dan pemerintah daereh jelas-jelas melanggar UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat (1) huruf a, yang menyatakan bahwa guru berhak mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial.
Sedangkan bagi para guru honorer yang belum memenuhi syarat tapi dibutuhkan, dapat diangkat menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan penghasilan yang sesuai dengan standar upah minimum. Selanjutnya secara prosedur kepegawaian, ia juga meminta agar para guru honorer diperlakukan setara dengan guru PNS.
"Secara kepegawaian, mereka juga harus setara dengan guru PNS. Mereka juga berhak untuk mengikuti sertifikasi yang diadakan. Jika mau dilakukan, ini dapat menjawab kurangnya guru yang terjadi saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut Sulistiyo menyikapi beberapa persoalan guru terkait pendidikan guru yang amsih jauh dari memadai untuk menyiapkan guru dengan empat kompetensi, yakni pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional."Bahkan sekarang guru boleh berasal dari berbagai jurusan nonpendidikan".
Selain itu, rekrutmen dan distribusi guru dilaksanakan tidak berdasarkan kebutuhan, tidak berbasis mutu dan bernuansa KKN. Guru dan organisasi guru belum dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pendidikan, baik tingkat satuan pendidikan, kabupaten dan kota, provinsi dan tingkat nasional sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen no 14 tahun 2005, katanya.
Terkait pergantian kurikulum yang akan dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ajaran 2013/2014, Sulistiyo menyatakan PGRI tidak mengetahui secara detail penyusunan kurikulum baru ini.
"PGRI belum dapat info memadai tentang kurikulum baru ini karena memang dari awal tidak ikut serta di dalamnya. Namun, kami memberikan masukan lisan maupun tertulis kepada pemerintah," katanya.
Dikatakannya kebijakan publik yang akan dilakukan Kemendikbud terkait kurikulum baru dapat benar-benar dimanfaatkan bagi pemerintah untuk menampung pendapat dari para guru maupun pemerhati pendidikan lainnya. "Kami menunggu uji publik dan saya imbau kepada jajaran PGRI untuk memberi saran atau pendapat saat uji publik nanti. Semoga bukan formalitas saja, tapi uji publik benar untuk menggali pendapat dari para guru," ujarnya.
"Guru-guru honorer penghasilannya di bawah upah minimum. Padahal kewajiban yang dijalankan sama dengan guru PNS. Ini tentu membuat guru-guru ini kesejahteraan hidupnya di bawah rata-rata pendapatan yang diperoleh hanya sekitar Rp500 ribu, bahkan ada yang hanya Rp150 ribu," kata Sulistiyo usai peringatan Hari Guru di Kantor PGRI Jakarta, Senin.
Ia mengatakan pembinaan kompetensi yang paling menyedihkan adalah yang menimpa guru swasta dan honorer (guru non-PNS). Secara kepegawaian mereka tidak jelas status maupun jabatan dan kepangkatannya, bahkan hingga kini belum diatur oleh pemerintah.
Untuk itu, ia meminta pada pemerintah untuk mulai memperhatikan para guru honorer dan mengangkat yang telah memenuhi syarat sebagai PNS. Pasalnya, tidak sedikit guru honorer ini yang justru menunaikan kewajibannya sebagai pendidik dengan kapasitas lebih baik daripada guru yang memiliki status PNS.
"Kesejahteraannya tidak memeroleh perhatian yang wajar, bahkan selama ini pemerintah dan pemerintah daereh jelas-jelas melanggar UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat (1) huruf a, yang menyatakan bahwa guru berhak mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial.
Sedangkan bagi para guru honorer yang belum memenuhi syarat tapi dibutuhkan, dapat diangkat menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan penghasilan yang sesuai dengan standar upah minimum. Selanjutnya secara prosedur kepegawaian, ia juga meminta agar para guru honorer diperlakukan setara dengan guru PNS.
"Secara kepegawaian, mereka juga harus setara dengan guru PNS. Mereka juga berhak untuk mengikuti sertifikasi yang diadakan. Jika mau dilakukan, ini dapat menjawab kurangnya guru yang terjadi saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut Sulistiyo menyikapi beberapa persoalan guru terkait pendidikan guru yang amsih jauh dari memadai untuk menyiapkan guru dengan empat kompetensi, yakni pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional."Bahkan sekarang guru boleh berasal dari berbagai jurusan nonpendidikan".
Selain itu, rekrutmen dan distribusi guru dilaksanakan tidak berdasarkan kebutuhan, tidak berbasis mutu dan bernuansa KKN. Guru dan organisasi guru belum dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pendidikan, baik tingkat satuan pendidikan, kabupaten dan kota, provinsi dan tingkat nasional sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen no 14 tahun 2005, katanya.
Terkait pergantian kurikulum yang akan dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ajaran 2013/2014, Sulistiyo menyatakan PGRI tidak mengetahui secara detail penyusunan kurikulum baru ini.
"PGRI belum dapat info memadai tentang kurikulum baru ini karena memang dari awal tidak ikut serta di dalamnya. Namun, kami memberikan masukan lisan maupun tertulis kepada pemerintah," katanya.
Dikatakannya kebijakan publik yang akan dilakukan Kemendikbud terkait kurikulum baru dapat benar-benar dimanfaatkan bagi pemerintah untuk menampung pendapat dari para guru maupun pemerhati pendidikan lainnya. "Kami menunggu uji publik dan saya imbau kepada jajaran PGRI untuk memberi saran atau pendapat saat uji publik nanti. Semoga bukan formalitas saja, tapi uji publik benar untuk menggali pendapat dari para guru," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar