Medan, (ANTARA) – Manajemen PT.Teluk Nauli berharap pemerintah memberikan kepastian hukum kepada perusahaan menyusul adanya usulan revisi penetapan kawasan hutan Batangtoru, Sumatera Utara menjadi kawasan hutan lindung.
“Masalahnya perusahaan masih mengantongi IUPHHK (ijin usaha pemungutan hasil hutan kayu) dari Menhut sejak 2004,”kata Manajer Hutan PT Teluk Nauli, Martin, di Medan, Sabtu.
Menurutnya konsesi di hutan Batangtoru seluas 31.863 hektare, sehingga kalau sekarang ada usulan mau diadikan hutan lindung, tentunya kami ingin kepastian hukum.
Dia mengatakan itu menanggapi sudah adanya usulan dari Pemerintah Provinsi Sumut ke Kementerian Kehutanan soal perubahan fungsi kawasan hutan Batangtoru menjadi hutan lindung .
Menurut dia, pihaknya tentu mengikuti keputusan atau kebijakan pemerintah, tetapi tentnya juga pemerintah harus memikirkan nasib pengusaha yang beroperasi karena sebelumnya mendapat persetujuan.
“Yang pasti, perlu ada kepastian hukum-lah,”katanya.
Kepala Dinas Kehutanan Sumut, JB.Siringo-Ringo, menyebutkan, kelompok Hutan Batangtoru yang berstatus hutan produksi tetap menurut Peta Lampiran Keputusan Menhut No.44/Menhut-II/2005 ada seluas sekitar 56.642 hektare.
Namun berdasakan usulan Pemerintah Kabupaten Tapanui Utara, Tengah dan Selatan, Pemerintah Provinsi Sumut sudah mengusulkan ke Kemenhut untuk direvisi menjadi hutan lindung seluas 53.294 hektare.
Kemudian sisanya 3.348 hektare menjadi area penggunaan lain (APL) dengan kondisi lapangan berupa pemukimam, sarana umum dan kemungkinan pengembangan wilayah.
“Pemerintah Provisni Sumut berharap Menhut menyetujui usulan revisi tersebut,”katanya.
Ketua Yayasan Ekosistem Lestari (YEL). Sofyan Tan, menyebutkan, revisi hutan produksi tetap menjadi hutan lindung bukan hanya untuk kepentingan melindungi keanekaragaman hayati tetapi juga supaya memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi kepada pemerintah provinsi, tiga kabupaten serta seluruh masyarakatnya.
Dia menjelaskan, dari kawasan hutan Batangtoru seluas 136.284 hektare, hanya 25.315 hektare yang menjadi hutan lindung/suaka alam, sisanya berupa hutan produksi seluas 93.628 hektare dan areal pengunaan lain 17.341 hektare.
“Melihat kondisi itu dan termasuk potensi ancaman yang tinggi terjadinya kerusakan hutan tersebut, maka YEL dan pemangku kepentingan lainnya di Sumut sepakat mengusulkan agar kawasan produksi itu diubah menjadi hutan lindung,” katanya.
Dia menegaskan, hutan Batangtoru dinilai masih merupakan hutan “perawan” di Sumut, sehingga sebelum rusak harus segera dilindungi.
“Dengan menjadi hutan lindung maka selain hutan tersebut terjaga, juga bisa memberikan nilai ekonomi yang semakin lebih tinggi atau besar kepada pemerintah dan masyarakat Sumut,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar