Presiden SBY memberi pembekalan kepada peserta PPSA XVIII dan PPRA XLVII Lemhannas, di Istana Negara, Selasa (16/10) pagi. (foto: rusman/presidensby.info) |
INFO TABAGSEL.com-Adalah hak setiap warga negara mengusulkan perubahan konstitusi. Namun, presiden tidak punya kewenangan mengubah konstitusi, apalagi menyangkut Undang Undang Dasar. Persoalan tersebut menjadi domain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal tersebut menanggapi berbagai pemikiran, termasuk pemikiran yang muncul dalam seminar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), soal kemungkinan Indonesia kembali kepada UUD 1945 sebelum diamandemen.
"Presiden tidak punya kewenangan konstitusional untuk mengeluarkan dekrit kembali ke UUD yang lain. Saya taat azas, seorang konstitusionalis, tidak mungkin melakukan sesuatu di luar uyang diatur UUD 1945," kata Presiden SBY dalam pembekalan kepada peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVIII dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVII Lemhannas di Istana Negara, Selasa (16/10) siang.
Sempat ada pemikiran, seperti pemikiran Lemhanas, bahwa ada sesuatu yang salah tentang UUD 1945 yang telah diamandemen empat kali dalam kurun 1999-2002. Menanggapi pemikiran tersebut, Presiden SBY mengatakan adalah hak setiap warna negara untuk menyampaikan pendapat. MPR dengan mekanisme tertentu bisa dan mengemban tugas untuk melakukan perubah UUD. "Tetapi tentu tidak bagus jika terus diubah," SBY mengingatkan. Rakyat, lanjut Presiden, perlu diajak bicara karena rakyat pemegang kedaulatan sejati walaupun tidak ada lagi referendum.
Menanggapi persoalan hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem otonomi daerah, Presiden menjelaskan bahwa desentralisiasi merupakan pilihan yang bijak dan tepat bagi Indonesia yang memilih sebagai negara kesatuan.
Kepala Negara menyampaikan bahwa selama delapan tahun memimpin Indonesia memang ada masalah menghambat akibat implementasi yang tidak tepat dari otonomi daerah dan desentralisasi. "Kita berharap ke depan pembangunan tidak terkunci akibat hubungan antara pusat dan daerah yang tidak bagus," ujar SBY.
Dalam soal hubungan antarlembaga negara, Presiden mengingatkan pentingnya meningkatkan semangat check and balance. Presiden mengutip Lord Acton soal kekuasaan (Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely). "Kalau terjadi banyak penyimpangan di lembaga, marilah kita pastikan power terdistribusikan dengan tepat," Presiden SBY menjelaskan.
Pada bagian akhir pembekalannya, Presiden menanggapi rekomendasi seminar dari Lehamnnas mengenai peran partai politik di Indonesia, yakni parpol yang makin matang dan berfungsi menyiapkan kader-kader di masa mendatang. "Partai politik secara tidak langsung juga ikut menyusun undang undang, menetapkan kebijakan. Makin hebat kader politik di lembaga politik maka undang undang dan kebijakan semakin bagus," kata Presiden.
Partai politik sebetulnya tidak boleh lagi mengusung tema-tema primordial, melainkan landasan yang diusung agar kesejahteraan dan politik Indonesia semakin baik. "Saya berharap rakyat meletakan partai politik sebagai bagian dari kehidupan politik dan demokrasi," SBY menambahkan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar