INFO TABAGSEL.com-Koperasi Pengembangan Universitas Sumatera Utara (KP USU) mengadukan Bupati Mandailing Natal (Madina), Hidayat Batubara, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait pencabutan izin lokasi usaha perkebunan koperasi ini seluas 10 ribu hektare.
PTUN Medan sendiri sudah menggelar sidang atas pengaduan tersebut sebanyak dua kali, yaitu pada 1 dan 8 Oktober 2012. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 25 Oktober ini.
Sumber Analisa yang dapat dipercaya di universitas ini menyampaikan informasi tersebut di Medan, Senin (15/10) sembari menambahkan, pengaduan itu didasarkan atas sikap Bupati Madina yang dinilai semena-mena dalam mencabut izin yang dimiliki KP USU.
Disebutkan, izin lokasi perkebunan KP USU diterbitkan Bupati Madina periode sebelumnya, Amru Daulay, pada 2009. Luasnya mencapai 10 ribu hektare.
Berdasarkan informasi, pencabutan izin oleh Bupati Madina Hidayat Batubara dengan dalih karena ada permohonan izin baru dari sebuah perusahaan. Dalam akte, perusahaan itu dipimpin oleh HB dan MB. Keduanya ditengarai sebagai keluarga bupati.
Sumber di USU ini juga menjelaskan, pengaduan USU itu ditangani advokat Adnan Buyung Nasution. Dia ditunjuk karena dinilai mengerti sejarah penyerahan lahan tersebut dari Menteri Kehutanan, Muslimin Nasution, dan izin yang diberikan Bupati Amru Daulay.
Kronologi
Dikisahkan, Rektor USU saat itu, Chairuddin P Lubis, menawarkan konsep "Land Grant University" kepada Presiden BJ Habibie. Ide yang disambut Menteri Kehutanan Muslimin Nasution tersebut kemudian terwujud dengan diperolehnya lahan itu.
Karena merupakan sub sistem pemerintah, USU dilarang mendapat hak pengolahan lahan. Karena itu, akhirnya dibentuk KP USU.
Pendiri dan anggota KP USU mengeluarkan uang pribadi untuk kemajuan universitas melalui koperasi ini. Selain adanya larangan di atas, juga karena USU tidak memiliki dana sama sekali.
Karena itulah, di dalam akte pendirian koperasi, semua anggota dan pendiri KP USU tidak bisa mewariskan haknya kepada siapapun kecuali koperasi itu sendiri. Jadi, peruntukannya memang bagi USU.
Sejak diberikan pemerintah, lanjut sumber, lahan itu dimanfaatkan sebagai lahan penelitian kehutanan dan percobaan. Belakangan, baru bisa dibangun secara fisik dengan membangun perkebunan inti dan plasma.
Rencananya, 20 persen dari total lahan adalah untuk penduduk setempat (plasma) dengan pola koperasi. Sebagian lainnya diperuntukkan inti perkebunan dan lahan penelitian serta percobaan. Diakui, pendiri dan anggota KP USU membutuhkan waktu panjang untuk mencari biaya investasi dari berbagai pihak. Karena bukan murni entitas bisnis, maka dilarang menggunakan kredit perbankan.
Pola PIR
Salah seorang akademisi USU yang pernah aktif dalam perkebunan ini, Jhon Tafbu Ritonga, membenarkan, pengelolaan lahan perkebunan USU adalah melalui pola perkebunan inti rakyat (PIR). Kebijakan ini diambil dengan berbagai pertimbangan.
Pertama, masyarakat desa di Madina saat itu belum memiliki pengalaman berkebun sawit. Pola PIR juga belum ada di sana.
KP USU kemudian melakukan riset terapan sebelum melaksanakannya di perkebunan ini. "Alhamdulillah, format atau sistemnya kemudian ditemukan dan sudah ada yang mempraktikkannya dengan pola mendirikan koperasi masyarakat setempat," katanya.
Kebetulan mitra yang ditawari kerja sama pola baru ini bersedia memodalinya sehingga baru mulai dilaksanakan, tutupnya. (Analisa)
Sumber Analisa yang dapat dipercaya di universitas ini menyampaikan informasi tersebut di Medan, Senin (15/10) sembari menambahkan, pengaduan itu didasarkan atas sikap Bupati Madina yang dinilai semena-mena dalam mencabut izin yang dimiliki KP USU.
Disebutkan, izin lokasi perkebunan KP USU diterbitkan Bupati Madina periode sebelumnya, Amru Daulay, pada 2009. Luasnya mencapai 10 ribu hektare.
Berdasarkan informasi, pencabutan izin oleh Bupati Madina Hidayat Batubara dengan dalih karena ada permohonan izin baru dari sebuah perusahaan. Dalam akte, perusahaan itu dipimpin oleh HB dan MB. Keduanya ditengarai sebagai keluarga bupati.
Sumber di USU ini juga menjelaskan, pengaduan USU itu ditangani advokat Adnan Buyung Nasution. Dia ditunjuk karena dinilai mengerti sejarah penyerahan lahan tersebut dari Menteri Kehutanan, Muslimin Nasution, dan izin yang diberikan Bupati Amru Daulay.
Kronologi
Dikisahkan, Rektor USU saat itu, Chairuddin P Lubis, menawarkan konsep "Land Grant University" kepada Presiden BJ Habibie. Ide yang disambut Menteri Kehutanan Muslimin Nasution tersebut kemudian terwujud dengan diperolehnya lahan itu.
Karena merupakan sub sistem pemerintah, USU dilarang mendapat hak pengolahan lahan. Karena itu, akhirnya dibentuk KP USU.
Pendiri dan anggota KP USU mengeluarkan uang pribadi untuk kemajuan universitas melalui koperasi ini. Selain adanya larangan di atas, juga karena USU tidak memiliki dana sama sekali.
Karena itulah, di dalam akte pendirian koperasi, semua anggota dan pendiri KP USU tidak bisa mewariskan haknya kepada siapapun kecuali koperasi itu sendiri. Jadi, peruntukannya memang bagi USU.
Sejak diberikan pemerintah, lanjut sumber, lahan itu dimanfaatkan sebagai lahan penelitian kehutanan dan percobaan. Belakangan, baru bisa dibangun secara fisik dengan membangun perkebunan inti dan plasma.
Rencananya, 20 persen dari total lahan adalah untuk penduduk setempat (plasma) dengan pola koperasi. Sebagian lainnya diperuntukkan inti perkebunan dan lahan penelitian serta percobaan. Diakui, pendiri dan anggota KP USU membutuhkan waktu panjang untuk mencari biaya investasi dari berbagai pihak. Karena bukan murni entitas bisnis, maka dilarang menggunakan kredit perbankan.
Pola PIR
Salah seorang akademisi USU yang pernah aktif dalam perkebunan ini, Jhon Tafbu Ritonga, membenarkan, pengelolaan lahan perkebunan USU adalah melalui pola perkebunan inti rakyat (PIR). Kebijakan ini diambil dengan berbagai pertimbangan.
Pertama, masyarakat desa di Madina saat itu belum memiliki pengalaman berkebun sawit. Pola PIR juga belum ada di sana.
KP USU kemudian melakukan riset terapan sebelum melaksanakannya di perkebunan ini. "Alhamdulillah, format atau sistemnya kemudian ditemukan dan sudah ada yang mempraktikkannya dengan pola mendirikan koperasi masyarakat setempat," katanya.
Kebetulan mitra yang ditawari kerja sama pola baru ini bersedia memodalinya sehingga baru mulai dilaksanakan, tutupnya. (Analisa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar