Megawati Soekarnoputri. (ANTARA/Prasetyo Utomo) |
Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menegaskan bahwa politik itu bukan soal menang atau kalah, tapi komitmen pemimpin kepada soal-soal kerakyatan.
"Pilkada DKI membuktikan rakyat tidak melihat politik hanya soal transaksi dan untung rugi, tapi saya juga tidak senang kalau pengamat melihat politik sebatas kalah-menang," katanya dalam pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II DPP PDI Perjuangan di Surabaya, Jumat.
Ia mengemukakan hal itu di hadapan 1.500 peserta Rakernas II PDIP, sejumlah kader PDI Perjuangan yang menjadi kepala daerah, seperti Gubernur Terpilih DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), jajaran pimpinan partai berlambang kepala banteng tersebut, antara lain Pramono Anung dan Tjahjo Kumolo.
"Karena itu, saya mengingatkan Mas Jokowi bahwa politik bukan seperti kata pengamat bahwa pihak yang menang harus menyingkirkan pihak yang kalah, sebab yang penting bukan itu, melainkan komitmen kepada problem rakyat," katanya.
Presiden RI periode 2001-2004 itu mengemukakan, menang dalam Pilkada, Pemilu, atau Pilpres adalah jangka pendek, karena jangka panjang yang lebih penting adalah membumikan Pancasila guna menyusun kerangka kehidupan dan batu-batu peradaban.
"Rakyat DKI sudah membuktikan Pancasila masih ada di dada mayoritas rakyat Indonesia, yang mementingkan kebersamaan, toleransi, dan kebersamaan, bukan uang, karena itu para pemimpin harus merawat modal berharga itu dengan komitmen kepada rakyat," katanya.
Untuk itu, putri proklamator kemerdekaan RI, Soekarno, itu mengingatkan pentingnya para pemimpin juga membumikan Pancasila dalam pemerintahannya, baik eksekutif maupun legislatif.
"Bung Karno sudah mengajarkan kepada kita dengan Trisaksi, yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara budaya. Para pemimpin yang berdaulat secara politik itu memiliki kebijakan anggaran untuk rakyat, bukan untuk belanja pegawai. Regulasi pun memihak rakyat," katanya.
Untuk berdikari secara ekonomi, katanya, kepedulian pada ekonomi kerakyatan, yakni pertanian dan kelautan. "Kalau serba impor, seperti sekarang, saya yakin kita akan mengalami krisis, sebab kita tergantung kepada negara lain, sehingga kalau negara lain krisis, maka kita juga bisa kena krisis, dan krisis gizi," katanya.
Oleh karena itu, Megawati memerintahkan kader-kader PDI Perjuangan se-Indonesia untuk mengantisipasi krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis gizi bila ketergantungan dibiarkan terus-menerus.
"Kita bisa memaksimalkan potensi lokal, seperti bubur Manado, ledok Bali, gado-gado, dan sebagainya," katanya.
Untuk berkepribadian secara budaya, katanya, bukan berarti anti-asing, melainkan tidak menomersatukan budaya asing dan tetap bangga pada budaya bangsa sendiri.
Dalam kesempatan itu, Megawati juga mengkritik kader-kader PDI Perjuangan yang memiliki penyakit politik, seperti berpolitik secara feodal atau mementingkan "orang sendiri" dan berpolitik yang dalam bahasa Jawa diistilahkan pokok'e atau kepentingan sesaat.
"Kita juga harus mengevaluasi diri sendiri dalam Rakernas II ini, karena itu kader-kader yang memiliki penyakit politik harus ditegur, lalu legislator yang tidak memiliki produk legislasi sesuai Pancasila juga harus diingatkan," katanya.
Rakernas II PDIP itu berlangsung di Surabaya pada 12-14 Oktober 2012. "Selain konsolidasi partai menjelang Pemilu dan Pilpres, kedaulatan pangan juga akan menjadi bahasan pokok," kata Ketua Panitia Pusat Rakernas II PDI Perjuangan, Puan Maharani. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar