AFP |
Terakhir kali Hillary mengunjungi Asia Tenggara pada Juli lalu, dalam ajang Forum Kawasan ASEAN (ARF) ke-19 dan Pertemuan Antar-Menteri Luar Negeri Se-ASEAN (AMM) Ke-45 di Kamboja. Namun, pada saat itu, untuk pertama kalinya sejak 45 tahun berdiri, ASEAN menemui jalan buntu karena pertentangan tajam antara beberapa anggota.
Masalah utama terkait dengan sengketa di kawasan Laut China Selatan yang melibatkan empat anggota ASEAN, yakni Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina, serta Taiwan dan China. Dalam sengketa itu, beberapa kali terjadi insiden yang memicu ketegangan diplomatik, terutama antara Filipina, Vietnam, dan China. China dinilai semakin agresif seiring dengan lonjakan besar pada anggaran pertahanan.
Dalam AMM sempat terlontar tuduhan, China menggunakan pengaruhnya lewat Kamboja, yang menyebabkan ASEAN gagal menghasilkan komunike bersama. Pemerintah Indonesia kemudian berinisiatif menggelar langkah darurat melalui diplomasi ulang-alik untuk merajut kembali komitmen soal pentingnya persatuan ASEAN menghadapi isu Laut China Selatan.
Inisiatif Indonesia itu yang dinilai Presiden Pacific Forum CSIS Ralph Cossa diapresiasi AS, yang mengklaim punya kepentingan pada kebebasan bernavigasi di perairan yang menjadi jalur transportasi perdagangan penting dunia itu.
Kunjungan Hillary ke Indonesia, juga Brunei yang akan menjadi Ketua ASEAN tahun 2013, adalah bentuk apresiasi tersebut. Upaya Indonesia itu semakin meyakinkan AS atas peran sentral Indonesia di ASEAN. ”Ketika ASEAN berantakan, Indonesia yang maju untuk memandu negara anggota bersatu. Hal itu diakui dunia, terutama AS,” ujar Cossa.
Kebuntuan di Phnom Penh, menurut Cossa, justru menjadi beban tersendiri bagi Kamboja dan China. ”Saya yakin, setelah kejadian itu, Kamboja dan China sama-sama malu. Apalagi China, yang mendapat sentimen negatif karena sikap Kamboja. Saya pikir semua pihak mencoba menahan diri,” katanya.
Penilaian Cossa soal apresiasi AS kepada Indonesia dan Brunei sebagai salah satu negara yang bersengketa itu boleh jadi tepat. Dalam transkrip pengarahan singkat soal latar belakang kunjungan Hillary, pejabat senior Departemen Luar Negeri AS membenarkan bahwa Hillary akan membahas isu terkait masalah ASEAN dan Laut China Selatan.
”Kami akan membicarakan sejumlah isu, seperti bagaimana pendekatan (Indonesia) atas sejumlah isu kritis dalam konteks pembangunan institusi KTT Asia Timur (EAS) dan ARF. Kami juga ingin mengetahui bagaimana mereka bersikap, mengingat Juli lalu ASEAN gagal mencapai konsensus atas isu menantang, seperti soal Laut China Selatan,” papar pejabat senior itu.
Mengenai kunjungan ke Brunei, AS ingin mengetahui apa saja rencana negeri itu saat memimpin ASEAN 2013. ”Menlu Hillary sangat tertarik untuk mendengar jawaban mereka, terutama soal apa yang mereka dapat dari kegagalan Kamboja,” ujarnya. AS ingin ASEAN menemukan cara terbaik berurusan dengan China. Persoalan tak hanya perlu pertimbangan geostrategis, tetapi juga geografis. (Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar