JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta tidak bersenang dulu dengan hasil Sidang Paripurna DPR terhadap pengesahan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012 yang disebut APBN-P 2012. Khususnya, terkait dengan kenaikan harga BBM.
Sebab, Pasal 7 Ayat 6a yang disetujui DPR antara lain oleh Partai Golkar didukung Partai Demokrat bersama PPP, PAN, dan PKB, berpotensi melanggar UUD 1945, selain juga cacat prosedural saat penyusunannya.
Hal itu disampaikan anggota DPR Rieke Diah Pitaloka kepada Kompas, Minggu (1/4/2012), di Jakarta. "Jadi, jangan senang dulu, yang diketok di DPR (hari) Sabtu (itu) cacat prosedural, melanggar UU dan melanggar konstitusi (UUD 1945) karena melawan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)," tandas Rieke.
Pasal 7 Ayat 6a menyatakan pemerintah boleh menaikan atau menurunkan harga BBM enam bulan ke depan jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen. "Pasal ini memungkinkan adanya mekanisme pasar, padahal sumber daya alam dan mineral menjadi hajat hidup rakyat banyak atau dikontrol pemerintah sesuai Pasal 33 UUD 1945," tandas Rieke.
Menurut Rieke, salah satu pasal di UU Migas yang memungkinkan harga migas diserahkan pada mekanisme pasar telah dibatalkan MK. Oleh sebab itu, APBN-P 2012 juga berpotensi dibatalkan.
"Dua opsi yang ditawarkan oleh Ketua DPR Marzuki Alie sudah menggiring DPR pada pelanggaran terhadap UU dan UUD 1945. Karena Pasal 7 Ayat 6 yang berisi harga Jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan sudah jadi UU, artinya tak boleh divoting lagi. "Pemaksaan opsi tersebut artinya DPR melanggar UU," ujarnya lagi.
Sedangkan tambahan Pasal 6a, lanjut Rieke, yang menyebutkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen pemerintah boleh menaikan harga BBM enam bulan ke depan, artinya BBM tak boleh diserahkan ke mekanisme pasar.
BERITA TERKAIT LAINNYA