INFO TABAGSEL.com-Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon meminta Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggaraan pemilu untuk memastikan ke Mahkamah Konstitusi terkait dasar hukum dan landasan Pemilu 2014.

Hal ini sebagai akibat dari keputusannya dalam uji materi UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres terhadap UUD 1945. Jangan sampai nantinya di kemudian hari legitimasi Pemilu 2014 dipertanyakan, kata Fadli dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin.

MK mengabulkan uji materi tersebut dan menganggap pemilu terpisah bertentangan dengan UUD 1945 meskipun MK memutuskan pemilu serentak baru akan dilaksanakan pada 2019.

Namun hal ini berimplikasi Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang (UU) No 42/2008 tentang Pilpres yang mengatur pemilu 2014 yang terpisah tersebut juga dapat dinilai melanggar konstitusi.

Untuk itulah, menurut dia, KPU perlu menanyakan hal itu kepada MK. KPU sebagai penyelenggara Pemilu seharusnya aktif mempertanyakan kepada MK Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang (UU) No 42/2008 tentang Pilpres apakah masih dapat digunakan sebagai dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2014, kata Fadli.

Ia mengatakan, hal ini sangat penting untuk menghindari perdebatan konstitusional dan juga untuk meminimalisir kemungkinan munculnya permasalahan politik dan hukum di kemudian hari.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi perihal pemilu serentak yang dilaksanakan mulai tahun 2019 yang dinilainya memberikan dampak inkonstitusional.

Menurut dia, pada putusan yang mengabulkan gugatan uji materi dari Effendi Gazali tersebut, hakim konstitusi, di satu sisi berpandangan, beberapa pasal UU Pemilu Presiden bertentangan dengan UUD 1945, sehingga pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Namun di sisi lain, kata dia, hakim konstitusi juga berpandangan bahwa pemilu serentak baru diberlakukan pada 2019 dan seterusnya.

"Padahal, putusan MK itu berlaku seketika setelah diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum," katanya.

Jika putusan itu berlaku seketika tapi baru berlaku pada pemilu 2019 dan seterusnya, maka Yusril mempertanyakan, keabsahan pemilu 2014 yang dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pemilu yang inkonstitusional.