Wakil Presiden Boediono menjelaskan pencapaian Inpres 1 Tahun 2011 kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden. (Foto : Jeri Wongiyanto) |
“Pertama-tama saya sampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Menkopolhukam, Menkeu, Menhukham, Jakgung, Kapolri dan Ka UKP4 atas kerja keras selama ini sehingga kita dapat mencapai hasil yang cukup baik dalam melaksanakan Inpres No 1 Tahun 2011 ini,” tutur Wakil Presiden Boediono kepada wartawan di Kantor Wapres, Merdeka Utara, Jakarta, Selasa 8 Januari 2013.
Setidaknya, ada empat fokus utama dalam pelaksanaan Inpres No 1 Tahun 2011. Yakni:
1. Penanganan secara hukum kasus-kasus penyimpangan pajak hingga tuntas di pengadilan.
2. Peningkatan peran justice collaborator dan whistle blower untuk mengungkap perkara.
3. Penelusuran aset hasil kejahatan untuk dapat disita oleh negara.
4. Pembenahan secara sistemik di berbagai instansi Pemerintah agar pada masa mendatang tidak terjadi lagi penyimpangan pajak.
Dua kasus perpajakan besar yang menyita perhatian masyarakat yang mendapat sorotan Inpres No 1 Tahun 2011 adalah kasus penyimpangan pajak yang melibatkan mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan dan kasus penggelapan pajak Asian Agri Grup.
Sesuai catatan, dalam kasus Gayus Tambunan aparat penegak hukum telah mengungkap keterlibatan 26 oknum yang terdiri dari pegawai pajak, penyidik, jaksa, hakim, pengacara, pegawai rutan, konsultan pajak, pengusaha, calo imigrasi dan perantara kasus. Selain itu, ada sanksi kepegawaian dan kode etik terhadap 173 pegawai yang tersebar di Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Polri dan Kejaksaan.
Untuk menangani kasus Gayus, pemerintah juga membentuk Tim Gabungan Inspektorat Jendral Kemenkeu-BPKP yang juga berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim Gabungan telah menyelesaikan audit investigasi atas penanganan pemeriksaan, keberatan dan banding pajak terhadap 40 wajib pajak yang pernah ditangani Gayus (mencakup 61 Putusan Pengadilan Pajak) dan dua wajib pajak terkait sunset policy. Tindaklanjut audit diantaranya adalah: tiga wajib pajak dilimpahkan ke KPK; enam wajib pajak diusulkan pemeriksaan bukti permulaan pajak dan/atau pemeriksaan ulang, serta sisanya dilakukan upaya-upaya administrasi.
Audit investigasi Tim Gabungan tersebut menemukan dugaan pelanggaran atau penyimpangan 19 wajib pajak dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 Juta dan dua wajib pajak terkait sunset policy dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 339 Milyar.
Tim gabungan juga menemukan berkas pemeriksaan enam wajib pajak yang diduga terjadi penyimpangan oleh pegawai Ditjen Pajak dan direkomendasikan hukuman disiplin terhadap 22 pejabat/pegawai Kemenkeu. Dari ke-22 orang tersebut, sebanyak 10 pejabat/pegawai telah dijatuhi hukuman disiplin, delapan pejabat/pegawai sedang dalam proses pemeriksaan, tiga pejabat/pegawai sedang diproses pembebasan dari jabatan, sedangkan 1 pegawai yaitu Dhana Widyatmika tidak dapat diproses karena tidak lagi sebagai pegawai pajak.
Disamping itu juga terdapat lima wajib pajak yang putusannya (oleh Pengadilan Pajak) terdapat dugaan penyimpangan dan/atau pelanggaran yang dilakukan oleh hakim dan/atau panitera. Temuan tersebut telah disampaikan ke Badan Pengawas MA dan ditindaklanjuti dengan pembentukan tim bersama MA dan Kemenkeu dalam rangka pembinaan dan pengawasan untuk perbaikan Pengadilan Pajak (Surat Keputusan Ketua MA Nomor: 124/SK/KMA/X/2012 tanggal 10 Oktober 2012).
Kasus pajak Asian Agri juga masuk dalam pantauan koordinasi mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkannya. Pada akhir tahun 2012 Mahkamah Agung telah memberikan putusan kasasi atas kasus ini yang menyatakan terdakwa mantan Manajer Pajak Asian Agri Suwir Laut bersalah dan dihukum pidana penjara dua tahun dengan masa percobaan selama tiga tahun. Putusan ini mewajibkan dalam waktu satu tahun ke depan, ke-14 perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Grup, yang pengisian SPT tahunannya diwakili oleh terdakwa, wajib membayar denda senilai Rp. 2.5 Trilyun.
Selain itu, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pajak sudah melimpahkan perkara sembilan tersangka lainnya dalam kasus Asian Agri ke Kejaksaan, untuk diproses lebih lanjut.
“Pemerintah mengapresiasi Mahkamah Agung yang telah memberikan putusan yang benar dan adil, serta kepada Ditjen Pajak dan Kejaksaan Agung yang telah bekerja keras menangani kasus tersebut. Dalam kesempatan ini, Pemerintah meminta Asian Agri Grup untuk segera mematuhi dan menjalankan putusan tersebut. Saya minta Kejaksaan Agung mengawal eksekusi putusan itu dengan sebaik-baiknya,” tutur Wapres.
Yang tak kalah penting, Wapres juga meminta Kemenhukham memberikan apresiasi kepada justice collaborator yang membuat perkara ini dapat tuntas ditangani hingga ke tingkat pengadilan tertinggi. “Tentunya Menhukham harus memberikan apresiasi itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutur Wakil Presiden Boediono.
Sekadar catatan, Kemenhukham telah menerbitkan PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP tersebut antara lain ada pengakuan dan kemudahan dalam pemberian hadiah (reward) terhadap justice collaborator. Saat ini Vincent telah mendapatkan remisi berdasarkan PP tersebut dan dalam waktu dekat akan segera mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
Secara lebih terperinci, berbagai capaian Inpres Nomor 1 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:
1. Pengungkapan Kasus
Di samping kasus Gayus dan Asian Agri, pada tahun kedua penerapan Inpres 1/2011 telah terungkap beberapa kasus mafia hukum dan penyimpangan perpajakan yang saat ini masih dalam penanganan proses hukum di Kejaksaan. Beberapa kasus ini melibatkan 8 pegawai dan/atau mantan pegawai pajak, 1 konsultan pajak, dan 5 jaksa.
2. Peningkatan peran Justice Collaborator (JC) dan Whistle Blowing System(WBS)
Inpres 1/2011 memberi perhatian ekstra dalam peran justice collaborator kasus Asian Agri yaitu Vincentius Amin Sutanto. Tanpa data dan informasi dari Vincent maka kecil kemungkinan kasus tersebut terungkap. Mencermati peran Vincent dan juga Agus Condro dalam kasus suap cek pelawat, pada 14 Desember 2011 Menhukham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan Ketua LPSK menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama. MA juga menerbitkan SE MA No. 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Berikutnya, Kemenhukham juga menerbitkan PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Ppelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP tersebut antara lain memberikan pengakuan dan kemudahan dalam pemberian hadiah (reward) terhadap justice collaborator. Saat ini Vincent telah mendapatkan remisi berdasarkan PP tersebut dan dalam waktu dekat akan segera mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
Peran whistle blower juga memberi manfaat pada pengungkapan kasus Tommy Hendratno dan Anggrah Suryo, keduanya adalah pegawai Ditjen Pajak yang terlibat korupsi dan tertangkap tangan KPK. Pengungkapan kasus keduanya dimungkinkan karena adanya peran whistle blower dari kalangan internal Ditjen Pajak. “Hal ini membuktikan telah berjalannya whistle blowing system di Ditjen Pajak. Saat ini, sistem serupa juga dibangun di Kementerian Hukum dan HAM serta Polri,” kata Wapres.
Perlu juga dicatat keberhasilan satuan tugas pengawasan Kejaksaan Agung yang mengungkap dan menangkap Jaksa DP dalam kasus pemerasan dengan cara membuat surat panggilan tidak resmi dalam perkara korupsi proyek pengadaan barang/jasa pemerintah pembangunan pelabuhan Sangatta provinsi Kalimantan Timur tahun 2012. “Pengungkapan kasus ini adalah sebagai bentuk pelaksanaan whistle blower yang perlu diapresiasi. Hal itu juga menunjukkan adanya kemauan dalam sistem untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam memberantas praktek mafia hukum,” Wapres menegaskan.
3. Penelusuran dan Perampasan Asset
Pencapaian paling menggembirakan adalah putusan kasasi Mahkamah Agung yang mewajibkan Asian Agri membayar Rp 2.5 Trilyun ke kas negara. Dalam kasus Gayus Tambunan, Kejaksaan telah merampas harga yang bersangkutan senilai kurang lebih Rp. 100 Milyar sedangkan dalam kasus Dhana Widyatmika, sejak awal penyidikan Kejaksaan telah menyita harta senilai kurang lebih Rp. 18 Milyar. Inpres 1 juga terus mendorong agar aparat penegak hukum tidak ragu dalam menggunakan pembuktian terbalik yang sudah terbukti efektif dalam perkara Gayus, Bahasyim, Dhana serta belasan perkara lainnya dalam sejarah tindak pidana pencucian uang selama ini.
4. Perbaikan Sistem
Pelaksanaan Inpres 1 Tahun 2011 telah memberikan kontribusi dalam penyusunan Inpres-Inpres pembenahan sistem lainnya seperti Inpres 17 Tahun 2011 tentang Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) 2012 serta perumusan Aksi Nasional PPK 2013. Stranas PPK dan Inpres PPK telah memberikan prioritas ekstra pada kementerian/lembaga penegakan hukum seperti Polri, Kejaksaan, Kemenhukham dan Kemenkeu.
Beberapa hal penting yang telah diintegrasikan dalam Inpres PPK adalah pembentukan Whistle Blowing System di Ditjen Pajak, Kementerian Hukum dan HAM serta Polri; upaya penyelamatan aset oleh Kepolisian dan Kejaksaan; pemetaan potensi pajak; tinjauan ulang peraturan teknis perpajakan; penyempurnaan sistem penanganan perkara di Kepolisian dan Kejaksaan; sistem database lembaga pemasyarakatan, pembenahan lapas dan imigras; pembenahan Pengadilan Pajak; pertukaran data dan informasi antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dan sebagainya.
Selain itu terdapat terobosan-terobosan lain seperti penggunaan pembuktian terbalik oleh Kejaksaan, penandatangan Nota Kesepahaman antara Kepolisian dengan Kemenkeu untuk pengamanan penerimaan negara dan sebagainya.
CATATAN DAN PROYEKSI 2013
Pelaksanaan Inpres 1 Tahun 2011 terus ditingkatkan dengan memprioritaskan beberapa hal sebagai berikut:
1. Fokus pada pemantauan penanganan kasus-kasus strategis menyangkut penerimaan negara dan mafia hukum;
2. Mendorong semakin besarnya peran para justice collaborator dan whistle blowersehingga setiap pegawai pemerintah dan masyarakat dapat berpartisipasi membongkar praktek mafia hukum dengan jaminan keamanan serta penghargaan yang pasti;
3. Memastikan bahwa putusan-putusan pengadilan yang didalamnya memuat penyelamatan aset negara agar segera dieksekusi. Oleh karenanya ke depan penting untuk dibentuk satuan kerja gabungan yang melibatkan Kejaksaan, Kemenkeu, Kemenhukham, Kepolisian dan PPATK untuk mengawal dan membantu Kejaksaan dalam eksekusi putusan-putusan tersebut.
4. Setiap hasil evaluasi pemantauan kasus akan diintegrasikan dalam program-program perbaikan sistem dalam bingkai Inpres Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi sebagai penjabaran dari Stranas PPK. Evaluasi pemantauan kasus diharapkan bisa menjadi bahan masukan untuk merumuskan program yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan riil kelembagaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar