DAFTAR BERITA

Selasa, 24 September 2013

Poldasu dinilai prematur tetapkan Direktur RSUD Paluta tersangka

INFO TABAGSEL.com-Subdit II Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Ditreskrimsus Polda Sumut) dinilai terlalu terburu-buru menetapkan status tersangka terhadap Naga Bhakti Harahap, Direktur RSUD Padanglawas Utara (Paluta).

Dia yang tersandung dalam kasus dugaan korupsi Alat Kesehatan (Alkes) di rumah sakit tersebut yang diperkirakan menyebabkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp5 miliar dari Rp 9,8 miliar dana yang dikucurkan melalui dana BDB Tahun 2012.

Menurut Aprizon selaku penasehat hukum Naga Bakti Harahap, sebelumnya klienya (Naga Bhakti Harahap-red) sudah mengintruksikan agar pelaksanaan alkes itu dilaksanakan sesuai dengan prosedur hukum, yang disampaikanya kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bernama Rahmat Taufik, dan panitia lelang.

"Klien saya merasa heran, mengapa dirinya disangkut pautkan dan ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan mark up dalam pengadaan Alkes tersebut," ujarnya, tadi malam.

Aprizon mengatakan, sebaiknya pihak Dit. Reskrimsus memperhatikan beberapa poin, yang pertama adalah yang menyangkut anggaran itu sendiri. Dikarenakan, sewaktu menandatangani kontrak, ternyata pemenang kontrak bukanlah perusahaan yang menangani kontrak tersebut, akan tetapi pemenang kontrak telah membuat perjanjian sendiri dengan Ridwan Winata, atas nama PT. Aditya. "Klien kita justru mengetahui setelah dilakukan penyidikn di Poldasu," ujarnya.

Sebelumnya, beberapa pejabat setempat juga sudah memberikan rekomendasi bahwa Ridwan Winata bermasalah. Namun, oleh salah seorang pejabat pemerintahan di Pemkab. Paluta menginstruksikan agar Naga Bhakti Harahap dapat membantu Ridwan Winata.

"Klien kita baru tau setelah dilakukan penyelidikan polisi, rupanya Bendahara ada menerima uang dari kontraktor yang lulus tender , dalam hal ini Ridwan Winata yang memberikan uang Rp 97Juta. Tapi mengapa bendahara itu tidak jadi tersangka. Dan penerimaan itu tidak diketahui oleh klien kita," sebut Aprizon.

Selain itu, lanjutnya, masalh penerimaan barang. Mengapa dalam penyelidikan polisi penerimaan barang itu belum selesai, padahal sewaktu ditanyakan kepada penerima barang, padahal sebelumnya semua barang sudah diterima. " Yang anehnya lagi,dalam peneriman barang itu, ada account bersama antara PPK dengan pihak Ridwan Winata, yang tidak diketahui oleh klien kita," sebut Aprizon.

Aprijhon meminta, agar penyidik dapat memeriksa dengan tuntas,karena kasus korupsi ini tidak semata masalh kontraktornya saja, akan tetapi masih ada kaitanya dengan hubungan politik, terutama mengenai Pilkada Gubsu kemaren.

Karena ada 8 kabupaten kota yang menerima kucuran dana BDB tersebut. Klienya tersebut hanya mengikuti saja sebagai Direktur baru yang tidak memahami mekanisme. Kendati proposal itu dibuatnya, namun yang menandatangni proposal itu adalah Bupati Paluta. "Naga Bhakti keberatan ditetapkan sebagai tersangka, karena proses penyelidikanya tidak tuntas," tegas Aprizon.

Dikarenakan, penetapan harga itu sudah ditetapkan oleh Ridwan Winata, dan Naga sudah memerintahkan PPK untuk memeriksa harga ke Jakarta. Aprizon mengakui, klienya tersebut ada menerima uang sebesar Rp 100Juta dari Ridwan Winata, yang dikatakanya sebagai uang terima kasih. Uang itu memang diterima Naga Bhakti tetapi dengan ketentuan, tidak ada masalah.

"Uang tersebut sudah diberikan Naga Bhakti kepada penyidik. Dan sama sekali tidak menyangka kalau uang tersebut akan menjadi masalah," terangnya.

Klien saya hanya meminta, agar proses pemeriksaan terhadap Ridwan Winata dilakukan secara benar. "Jangan orang-orang tertentu saja yang dijeratnya. Karena ada pernytaan Ridwan Winata yang menyebutkan, setiap SKPD mendapat jatah 5%. Itu, berarti uang yang diterima klien saya bukan fee," tandas Aprizon.

Sebelumnya, Naga Bhakti Harahap, Direktur RSUD Padanglawas Utara (Paluta), ditangkap polisi ketika makan malam di sebuah restoran cepat saji di Medan, Rabu (21/8) lalu sekira pukul 19.00 WIB bersama dengn seorang stafnya bernama Rahmat Taufik Hasibuan.

Naga ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsi pembelian alat kesehatan hingga meimbulkan kerugian negara Rp 5 miliar. Terkait kasus ini, sebelumnya Direktur Reskrimsus Poldasu Kombes Sadono Budi Nugroho mengatakan bahwa dalam proyek pengadaan alkes itu, tersangka juga berperan sebagai sebagai Pengguna Anggaran (PA), sedangkan Rahmat Taufik Hasibuan bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Keduanya terindikasi menggelembungkan biaya pengadaan alkes itu hingga mendapat keuntungan pribadi Rp 5 miliar.

“Setelah kita teliti, ternyata ada dugaan alkes yang didatangkan rekondisi,” kata Sadono, Kamis (22/8).

Sadono mengatakan kasus itu masih didalami dengan berkoordinasi dengan Kejati Lampung, karena salah satu tersangka, Ridwan Winata ditahan di sana. Ridwan diketahui sebagai rekanan pengadaan alkes di enam kota, yaitu Tobasa, Samosir, Tapanuli Tengah, Sibolga, Labuhanbatu Selatan, dan Paluta.

Dalam kasus ini Tipikor Polda Sumut sudah menahan sembilan tersangka, di antaraya Kepala BKKBN Tobasa yang juga mantan Kadis Kesehatan Tobasa, Haposan Siahaan, selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Ia terindikasi menggelapkan uang negara Rp 4,9 miliar. Seluruh dana yang digelapkan itu bersumber dari Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Pemprov Sumut 2012.

(WASPADA ONLINE)

Tidak ada komentar: