INFO TABAGSEL.com-Kurikulum 2013 yang hendak dilaksanakan pemerintah memasuki tahun ajaran baru sebaiknya dipertimbangkan kembali.
Banyak hal yang masih perlu dilakukan sebelum kurikulum 2013 diterapkan, seperti hasil evaluasi kurikulum yang hendak diganti, kesiapan para guru yang akan melaksanakan kurikulum 2013, dan manajemen pelaksanaannya.
Bahkan dari hasil penelusuran, terlihat bahwa kurikulum 2013 sama persis dengan kurikulum semasa VOC.
Pandangan itu mengemuka dalam diskusi bertema "Pendidikan Nasional dan Kearifan Timur: Menimbang Paradigma Alternatif dalam Pembentukan Karakter Bangsa" di FISIP Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (15/5).
Diskusi yang diprakarsai Koentjaraningrat Memorial Lecture itu menampilkan para pembicara yakni Prof Dr HAR Tilaar, MSc, Ed, anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI); Prof Dr Laurentius Dyson, guru besar antropologi Universitas Airlangga, dan Jusuf Sutanto, peneliti Pusat Studi Pancasila dan staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Pancasila.
Menurut HAR Tilaar, faktor terpenting dalam dunia pendidikan adalah para guru.
"Merekalah yang menentukan keberhasilan pendidikan, khususnya dalam membentuk generasi muda Indonesia agar lebih berkarakter nasional Indonesia," tuturnya.
Sertifikasi yang dilakukan saat ini, menurutnya, ketika ditemui seusai diskusi, belum menjamin para guru berkualitas sebagaimana yang diharapkan. "Saya tidak yakin, sertifikasi guru bisa segera memperbaiki kualitas pendidikan kita," tuturnya.
Belum lagi persoalan sertifikasi guru tuntas, menurutnya, pemerintah seperti memaksakan penerapan kurikulum yang baru. "Apalagi tanpa didahului evaluasi kurikulum yang hendak diganti, dan langkah-langkah uji coba kurikulum baru," ujarnya.
Ia mengingatkan jangan sampai penerapan kurikulum 2013 justru melenceng dari amanat konstitusi. Seperti halnya kebijakan perekonomian Indonesia, menurutnya, sudah melenceng dari amanat konstitusi.
Laurentius Dyson pun mengkritik keras materi kurikulum 2013. "Pemerintah seperti men-download kurikulum semasa VOC lalu dijadikan kurikulum 2013," tuturnya.
Hal itu amat mengundang pertanyaan, apakah generasi Indonesia pada masa mendatang akan dibentuk lagi menjadi manusia-manusia semasa VOC dulu?
Ia berkesimpulan, pemerintah kita, khususnya di bidang pendidikan, cenderung meniru dari luar tetapi tidak dianalisis hasil yang bakal diperoleh. "Kebijakan pendidikan tidak bisa asal meniru. Kalau hanya meniru, berarti pemerintah benar-benar ahistoris dalam mengambil kebijakan pendidikan," tuturnya. (Suara Karya)
Banyak hal yang masih perlu dilakukan sebelum kurikulum 2013 diterapkan, seperti hasil evaluasi kurikulum yang hendak diganti, kesiapan para guru yang akan melaksanakan kurikulum 2013, dan manajemen pelaksanaannya.
Bahkan dari hasil penelusuran, terlihat bahwa kurikulum 2013 sama persis dengan kurikulum semasa VOC.
Pandangan itu mengemuka dalam diskusi bertema "Pendidikan Nasional dan Kearifan Timur: Menimbang Paradigma Alternatif dalam Pembentukan Karakter Bangsa" di FISIP Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (15/5).
Diskusi yang diprakarsai Koentjaraningrat Memorial Lecture itu menampilkan para pembicara yakni Prof Dr HAR Tilaar, MSc, Ed, anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI); Prof Dr Laurentius Dyson, guru besar antropologi Universitas Airlangga, dan Jusuf Sutanto, peneliti Pusat Studi Pancasila dan staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Pancasila.
Menurut HAR Tilaar, faktor terpenting dalam dunia pendidikan adalah para guru.
"Merekalah yang menentukan keberhasilan pendidikan, khususnya dalam membentuk generasi muda Indonesia agar lebih berkarakter nasional Indonesia," tuturnya.
Sertifikasi yang dilakukan saat ini, menurutnya, ketika ditemui seusai diskusi, belum menjamin para guru berkualitas sebagaimana yang diharapkan. "Saya tidak yakin, sertifikasi guru bisa segera memperbaiki kualitas pendidikan kita," tuturnya.
Belum lagi persoalan sertifikasi guru tuntas, menurutnya, pemerintah seperti memaksakan penerapan kurikulum yang baru. "Apalagi tanpa didahului evaluasi kurikulum yang hendak diganti, dan langkah-langkah uji coba kurikulum baru," ujarnya.
Ia mengingatkan jangan sampai penerapan kurikulum 2013 justru melenceng dari amanat konstitusi. Seperti halnya kebijakan perekonomian Indonesia, menurutnya, sudah melenceng dari amanat konstitusi.
Laurentius Dyson pun mengkritik keras materi kurikulum 2013. "Pemerintah seperti men-download kurikulum semasa VOC lalu dijadikan kurikulum 2013," tuturnya.
Hal itu amat mengundang pertanyaan, apakah generasi Indonesia pada masa mendatang akan dibentuk lagi menjadi manusia-manusia semasa VOC dulu?
Ia berkesimpulan, pemerintah kita, khususnya di bidang pendidikan, cenderung meniru dari luar tetapi tidak dianalisis hasil yang bakal diperoleh. "Kebijakan pendidikan tidak bisa asal meniru. Kalau hanya meniru, berarti pemerintah benar-benar ahistoris dalam mengambil kebijakan pendidikan," tuturnya. (Suara Karya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar