INFO TABAGSEL.com-Rektor IAIN Sumatera Utara (Sumut), Nur Ahmad Fadhil Lubis, menjelaskan, ada beberapa jenis kriminal atau kejahatan yang sebenarnya pantas diancam dengan hukuman mati. Adalah narkoba dan pembunuhan, menurutnya kejahatan-kejahatan yang selayaknya diberikan hukuman mati, dan itu juga ada diatur dalam konteks agama.
"Namun hukuman mati bisa dilaksanakan bila proses yudisial dan hukumnya sudah tidak diragukan lagi. Jika proses yudisial dan hukumnya masih diragukan dan memerlukan pembuktian-pembuktian lagi, hukuman mati belum boleh dilakukan," ungkapnya di Medan, Sabtu (9/11/2012).
Melalui selulernya, Ahmad pun berpendapat dalam kasus yang menimpa Meirika Franola alias Ola, wajar bila dilaksanakan hukuman mati. Hal itu ia utarakan karena yang bersangkutan melakukan kesalahan fatal, di mana meracuni generasi anak bangsa dengan narkoba.
Ahmad juga menyatakan setuju bahwa yang bertanggungjawab atas pemberian grasi kepada Ola yang tadinya dihukum mati menjadi hukuman pidana penjara seumur hidup adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal itu didasari karena presidenlah yang memiliki hak preogratif pemberian grasi kepada Ola ketika itu.
"Saya setuju dia (SBY) bertanggungjawab. Tetapi itu tidak sekedar ngomong saja dan harus ada tindak lanjutnya. Misalkan jika pemberian itu suatu kekeliruan maka kedepan harus memperbaiki sistem pemberian grasi pada kasus selanjutnya. Meski grasi hak preogratif presiden, tentu grasi diberikan sesuai dengan nilai-nilai kebijakan yang diemban olehnya," ujarnya.
Ia juga bercerita, meski sampai saat ini hukuman mati dalam beberapa kasus masih pro dan kontra, dalam perspektif agama ia menjelaskan hukuman mati itu ada dan diperbolehkan. Hal itu dilakukan untuk pidana tertentu dan kemudian sudah melalui proses yudisial dan hukum yang tidak diragukan lagi.
Dirinya juga mengaku, dalam konteks narkoba yang menurutnya termasuk soal kejahatan luar biasa layak diberikan hukuman mati."Tetapi itu, proses hukumnya tidak diragukan lagi dan dia memang orang yang bertanggungjawan atas hal tersebut," ungkapnya.
Terkait pemberian grasi yang diberikan SBY kepada Ola ketika itu, Ahmad berpendapat hal itu sebenarnya keliru. Sebab katanya kebijakan negara yang ingin memberantas narkoba membuat pemberian grasi haruslah sangat selektif.
Seperti diketahui, Meirika Franola (Ola) ditangkap saat menyelundupkan tiga kilogram kokain dan 3,5 kg heroin di Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Januari 2000. Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya berkekuatan hukum tetap (inkrah) setelah Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) kasusnya pada 27 Februari 2003.
Namun, Presiden SBY mengampuninya dan memberikan grasi pada 26 September 2011 sehingga hukuman yang harus dijalaninya diubah menjadi hukuman pidana penjara seumur hidup. Belakangan, Ola yang masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang belakangan diduga terlibat kembali dalam peredaran narkoba dengan jaringan dari luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar