Jumilah,Foto: The Jakarta Post |
INFO TABAGSEL.com-Jumilah,
seorang perempuan sederhana dari Dusun Duduk Bawah, Desa Batu Layar,
Kabupaten Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat, memiliki konsisten dan
komitmen untuk terus berubah dan meningkatkan potensi diri. Konsistensi
dan komitmennya mendorong Jumilah mengajak beberapa temannya untuk
membentuk kelompok belajar di dusunnya. Kelompok belajar ini dikenal
dengan nama Sekolah Jumilah. Murid-murid di Sekolah Jumilah adalah
anak-anak yang tidak bersekolah di sekolah umum, mereka yang menikah
di usia remaja, dan para orang tua yang buta aksara. Prestasi Jumilah
inilah yang membuatnya memperoleh Anugerah Peduli Pendidikan (APP) 2012
untuk kategori Individu atau Inovator Pendidikan.
“Saya merasa terharu dan bahagia karena apa yang
saya lakukan itu ada hikmahnya. Saya juga belajar, tidak sia-sia, ilmu
yang saya punya itu bisa saya tularkan ke anak-anak saya, ke
saudara-saudara saya yang buta aksara. Pesan saya harapan saya ke depan
semoga ada yang mau mengikuti jejak saya tanpa mengharapkan pamrih,”
tutur Jumilah saat ditemui usai
Malam APP 2012 di Plasa Insan
Berprestasi Pendidikan Kemdikbud, Jakarta, (22/11).
Sekolah Jumilah mulai dirintisnya sejak tahun 2005. “Karena tidak ada guru, jadi kami semua sama. Belajar bersama, bertanya bersama, bekerja bersama, tidak ada guru dan tidak ada murid,” katanya. Awalnya, Jumilah sendiri yang mengajar baca-tulis dan berhitung, namun kini beberapa warga turut aktif mengajar di sekolah ini. Para murid tidak hanya belajar baca-tulis dan berhitung, namun kini juga diajarkan pengelolaan lingkungan hutan, peternakan, pengelolaan ekonomi keluarga, dan keterampilan usaha sederhana lainnya.
Jumilah sendiri bukanlah seseorang dengan latar
belakang pendidikan yang bagus. Ia hanya sempat mencicipi bangku sekolah
hingga kelas 2 SD, itupun tidak sampai naik ke kelas 3 SD, karena tidak
mampu melanjutkan sekolah karena keterbatasan ekonomi. Namun kondisi
tersebut tidak menyurutkan motivasinya untuk terus belajar dan ikut
memajukan pendidikan di dusunnya. “Alhamdulillah karena kemauan saya,
saya bisa baca tulis. Saya belajar sama anak saya yang kelas 2 SD.
Sekarang anak saya yang cewek nomor satu kelas 2 SMA, yang nomor dua
kelas 3 SMP, yang paling kecil baru 2 tahun,” ujar perempuan berjilbab
ini.
Pendanaan Sekolah Jumilah murni berasal dari
swadaya sendiri. Jumilah tidak meminta dana dari masyarakat maupun dari
lembaga mana pun. “Kalau ada tamu yang ingin ke tempat saya, saya
sengaja minta persyaratannya buku tulis untuk anak-anak,” jelasnya.
Pada Agustus 2009, Jumilah nekat menulis surat
kepada Gubernur NTB, M Zainul Majdi. Perasaannya campur aduk ketika ia
menyurati sang gubernur, antara takut dan segan. Tetapi dorongan untuk
mengembangkan sekolahnya begitu besar sehingga mengalahkan rasa
takutnya. Hasilnya luar biasa, Gubernur NTB langsung datang melihat
Sekolah Jumilah dan memberikan bantuan Rp 5 juta untuk merenovasi tempat
belajar anak-anak, dan bantuan Rp 10 juta untuk membangun mesjid.
Kedatangan Gubernur NTB dan bantuannya membuat masyarakat Dusun Duduk
Bawah terkejut sekaligus bahagia.
“Saya minta dia turun, tidak hanya mendengar
cerita lewat sms dan HP, langsung ke lapangan. Perasaan kami masyarakat
di Dusun Duduk Bawah itu bagaikan diturunin lailatul qadr. Pokoknya
heboh sudah. Satu minggu saya tak keluar rumah. Karena terus meresapi
apa yang saya alami. Sekarang listrik sudah ada, PNPM sudah masuk,
jaringan telepon juga sudah masuk,” tuturnya mengenang kejadian tiga
tahun lalu itu.
Anugerah Peduli Pendidikan 2012 bukan lah
penghargaannya yang pertama. Sebelumnya Jumilah pernah mendapatkan
penghargaan dari Radio Delta FM Jakarta atas dedikasinya di bidang
pendidikan. Tahun 2011 juga menjadi tahun yang spesial untuk Jumilah. Ia
terpilih bersama 53 perempuan lainnya yang menerima penghargaan Tupperware She Can! Award 2011.
Para perempuan dari berbagai profesi dan berasal dari seluruh daerah di
tanah air ini, dinilai pantas menerima penghargaan atas kontribusi yang
positif terhadap lingkungan sosial mereka, sehingga memajukan
lingkungan dan orang-orang sekitarnya.
Selama kurang lebih tujuh tahun mengembangkan
sekolahnya, Jumilah sempat menemui berbagai kesulitan. “Yang namanya
kebaikan pasti ada kendalanya. Ada saja yang tidak enak. Ada juga yang
pandangan beda. Kalau dilihat dari segi ekonomi dan pendidikan, saya
ngga akan bisa”. Namun dukungan penuh dari keluarganya serta masyarakat
sekitar membuat Jumilah terus termotivasi dan pantang menyerah dalam
memajukan lingkungannya.
Sumber: Kemendikbud
Sumber: Kemendikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar