DAFTAR BERITA

Senin, 26 November 2012

Profil Guru Tidak Tamat SD: Jumilah,Peraih Anugerah Peduli Pendidikan 2012

Jumilah,Foto: The Jakarta Post

INFO TABAGSEL.com-Jumilah, seorang perempuan sederhana dari Dusun Duduk Bawah, Desa Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat, memiliki konsisten dan komitmen untuk terus berubah dan meningkatkan potensi diri. Konsistensi dan komitmennya mendorong Jumilah mengajak beberapa temannya untuk membentuk kelompok belajar di dusunnya. Kelompok belajar ini dikenal dengan nama Sekolah Jumilah. Murid-murid di Sekolah Jumilah adalah anak-anak yang tidak bersekolah di sekolah umum,  mereka yang menikah  di usia remaja, dan para orang tua yang buta aksara. Prestasi Jumilah inilah yang membuatnya memperoleh Anugerah Peduli Pendidikan (APP) 2012 untuk kategori Individu atau Inovator Pendidikan.

“Saya merasa terharu dan bahagia karena apa yang saya lakukan itu ada hikmahnya. Saya juga belajar, tidak sia-sia, ilmu yang saya punya itu bisa saya tularkan ke anak-anak saya, ke saudara-saudara saya yang buta aksara. Pesan saya harapan saya ke depan semoga ada yang mau mengikuti jejak saya tanpa mengharapkan pamrih,” tutur Jumilah saat ditemui usai 
Malam APP 2012 di Plasa Insan Berprestasi Pendidikan Kemdikbud, Jakarta, (22/11).

Sekolah Jumilah mulai dirintisnya sejak tahun 2005. “Karena tidak ada guru, jadi kami semua sama. Belajar bersama, bertanya bersama, bekerja bersama, tidak ada guru dan tidak ada murid,” katanya.  Awalnya, Jumilah sendiri yang mengajar baca-tulis dan berhitung, namun kini beberapa warga turut aktif mengajar di sekolah ini. Para murid tidak hanya belajar baca-tulis dan berhitung, namun kini juga diajarkan pengelolaan lingkungan hutan, peternakan, pengelolaan ekonomi keluarga, dan keterampilan usaha sederhana lainnya.

Jumilah sendiri bukanlah seseorang dengan latar belakang pendidikan yang bagus. Ia hanya sempat mencicipi bangku sekolah hingga kelas 2 SD, itupun tidak sampai naik ke kelas 3 SD, karena tidak mampu melanjutkan sekolah karena keterbatasan ekonomi. Namun kondisi tersebut tidak menyurutkan motivasinya untuk terus belajar dan ikut memajukan pendidikan di dusunnya. “Alhamdulillah karena kemauan saya, saya bisa baca tulis. Saya belajar sama anak saya yang kelas 2 SD. Sekarang anak saya yang cewek nomor satu kelas 2 SMA, yang nomor dua kelas 3 SMP, yang paling kecil baru 2 tahun,” ujar perempuan berjilbab ini.

Pendanaan Sekolah Jumilah murni berasal dari swadaya sendiri. Jumilah tidak meminta dana dari masyarakat maupun dari lembaga mana pun. “Kalau ada tamu yang ingin ke tempat saya, saya sengaja minta persyaratannya buku tulis untuk anak-anak,” jelasnya.

Pada Agustus 2009, Jumilah nekat menulis surat kepada Gubernur NTB, M Zainul Majdi. Perasaannya  campur aduk ketika ia menyurati sang gubernur, antara takut dan segan. Tetapi dorongan untuk mengembangkan sekolahnya begitu besar sehingga mengalahkan rasa takutnya. Hasilnya luar biasa, Gubernur NTB langsung datang melihat Sekolah Jumilah dan memberikan bantuan Rp 5 juta untuk merenovasi tempat belajar anak-anak, dan bantuan Rp 10 juta untuk membangun mesjid. Kedatangan Gubernur NTB dan bantuannya membuat masyarakat Dusun Duduk Bawah terkejut sekaligus bahagia.

“Saya minta dia turun, tidak hanya mendengar cerita lewat sms dan HP, langsung ke lapangan. Perasaan kami masyarakat di Dusun Duduk Bawah itu bagaikan diturunin lailatul qadr. Pokoknya heboh sudah. Satu minggu saya tak keluar rumah. Karena terus meresapi apa yang saya alami.  Sekarang listrik sudah ada, PNPM sudah masuk, jaringan telepon juga sudah masuk,” tuturnya mengenang kejadian tiga tahun lalu itu.


Anugerah Peduli Pendidikan 2012 bukan lah penghargaannya yang pertama. Sebelumnya Jumilah pernah mendapatkan penghargaan dari Radio Delta FM Jakarta atas dedikasinya di bidang pendidikan. Tahun 2011 juga menjadi tahun yang spesial untuk Jumilah. Ia terpilih bersama 53 perempuan lainnya yang menerima penghargaan Tupperware She Can! Award 2011. Para perempuan dari berbagai profesi dan berasal dari seluruh daerah di tanah air ini, dinilai pantas menerima penghargaan atas kontribusi yang positif terhadap lingkungan sosial mereka, sehingga memajukan lingkungan dan orang-orang sekitarnya.

Selama kurang lebih tujuh tahun mengembangkan sekolahnya, Jumilah sempat menemui berbagai kesulitan. “Yang namanya kebaikan pasti ada kendalanya. Ada saja yang tidak enak. Ada juga yang pandangan beda. Kalau dilihat dari segi ekonomi dan pendidikan, saya ngga akan bisa”. Namun dukungan penuh dari keluarganya serta masyarakat sekitar membuat Jumilah terus termotivasi dan pantang menyerah dalam memajukan lingkungannya. 
Sumber: Kemendikbud

Tidak ada komentar: