Jakarta (ANTARA News) - Komunitas pers di Riau menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait penganiayaan terhadap aparat TNI Angkatan Udara terhadap wartawan peliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di Pekanbaru, Riau, Selasa.
Masyarakat pers Riau itu meliputi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Solidaritas Wartawan untuk Transparansi (Sowat)
"Kami merasa prihatin atas musibah kecelakaan pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara Lanud Rusmin Nuryadin, di Kompleks Gading Marpoyan Pekanbaru, pada Selasa pagi," demikian salah satu hal yang disampaikan komunitas pers Riau kepada Presiden Yudhoyono selaku Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Tertinggi TNI, dan penerima Medali Kemerdekaan Pers dalam acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Jakarta pada 9 Februari 2009.
Sebaliknya, komunitas pers mengecam keras upaya penghalang-halangan yang dilakukan anggota TNI AU di lapangan terhadap sejumlah wartawan, baik media cetak, online, radio dan televisi yang sedang bertugas mendapatkan informasi dan gambar di sekitar lokasi kejadian.
Mereka juga mengecam keras tindakan represif anggota TNI AU di lapangan kepada sejumlah wartawan, seperti memukul dan merampas kamera foto dan kamera video dari tangan wartawan.
Dalam surat itu, Pers Riau meminta agar Komandan Lanud Pekanbaru Kolonel (Pnb) Bowo Santoso dicopot dari jabatannya.
Kepada pihak Lanud Pekanbaru diminta komunitas pers Riau untuk bertanggung jawab atas kerugian materil yang dialami wartawan korban tindakan represif anggota TNI AU di lapangan.
Selain itu, pers Riau mendesak agar perkara penganiayaan kepada wartawan yang dilakukan oleh Letkol Robert Simanjuntak di Lanud Roesmin Nurjadin beserta beberapa anggota Yon 462 Paskhas pada hari Selasa, 16 Oktober 2012, sekira pukul 09.30 WIB di daerah jatuhnya pesawat Hawk 100/200 di daerah Pasir Putih Pandau Permai Pekanbaru, diproses secara hukum.
Komunitas pers Riau juga melampirkan bukti laporan kepada Polisi Militer (POM) AU, dan foto pemukulan terhadap wartawan dalam suratnya kepada Presiden Yudhoyono.
Pers Riau menilai, tindak kekerasan yang dilakukan aparat TNI terhadap rakyat adalah pengingkaran terhadap Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Janji Prajurit. Selain itu, aksi kekerasan terhadap rakyat adalah pertanda ketidakpatuhan terhadap hukum yang semestinya dijunjung tinggi setiap prajurit, dan tindak kesewenang-wenangan terhadap rakyat tidak dapat diterima.
Wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistik di lapangan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Tidak ada aturan yang melarang wartawan Indonesia untuk melaporkan peristiwa yang terjadi di lapangan. Menghalangi-halangi tugas jurnalistik adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana.
Pers Riau menyatakan, kecelakaan pesawat tempur bukanlah sesuatu yang bersifat sebagai rahasia negara. Di era modern ini, apapun yang terjadi di berbagai belahan dunia akan tersebar dengan cepat tanpa dapat dicegah. Penghormatan negara lain terhadap kedaulatan RI tidak ditentukan hanya karena satu pesawat tempur militer yang jatuh.
Komunitas pers Riau menekankan surat terbuka mereka bermaksud agar kejadian aksi kekerasan terhadap wartawan, terutama oleh aparat keamanan, tidak terulang di masa yang akan datang. Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI diharapkan memberi teguran dan arahan kepada aparat TNI di lapangan untuk tidak menyakiti hati rakyat.
Selain itu, pers Riau meminta agar aparat militer di Tanah Air menghormati tugas para wartawan di lapangan, dan prajurit yang melakukan tindak kekerasan dihukum sesuai perundang-undangan RI.
Pers Riau menembuskan surat terbuka itu kepada Panglima TNI, Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Kadispen TNI AU, dan Danlanud Rusmin Nurjadin Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar