ilustrasi |
"Mereka tidak objektif, karena di negara-negara maju, pertanian disubsidi dan diproteksi negara. Misalnya Amerika Serikat ketika petani menjerit soal kekeringan, dikeluarkan dana 30 miliar dolar AS lalu petani Jerman diberikan intensif pada lahannya," kata Menteri Suswono di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, rekomendasi OECD yang menilai Indonesia perlu membeli pangan dari luar negeri tidak sesuai dengan prinsip ketahanan pangan berupa kemandirian dan kedaulatan pangan.
Dia mengatakan, prinsip Indonesia itu diartikan bahwa seoptimal mungkin produksi pangan harus dari dalam negeri.
Suswono menegaskan, kebijakan swasembada pangan yang sudah ditetapkan tidak bisa dipengaruhi oleh negara manapun. Hal itu menurut dia, karena Indonesia merupakan negara berdaulat yang tidak bisa didikte negara lain.
"Pasar bisa kita atur sendiri, bahkan kedepan Indonesia punya potensi untuk berkontribusi pada produksi pangan dunia," ujarnya.
Menurut Suswono, arah pembangunan pertanian Indonesia sudah benar, hanya beberapa kendala yang perlu dicari jalan keluarnya. Dia mencontohkan permasalahan lahan yang terbatas, bisa diatasi dengan merubah peraturan.
"Masalah regulasi bisa diubah sehingga lahan terlantar bisa dimanfaatkan. Indonesia tidak kekurangan lahan dan sumber daya manusia kita bagus untuk mengembangkan produksi pangan dalam negeri," katanya.
OECD memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian, salah satunya menyebutkan bahwa strategi Indonesia mencapai ketahanan pangan melalui swasembada adalah salah.
Lembaga itu merekomendasikan agar Indonesia membuka lebih luas pasar produk pertanian dalam perdagangan internasional. OECD juga menilai Indonesia perlu merekomendasi skema subsidi input dan bantuan pangan serta mulai meninggalkan tujuan swasembada pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar