DAFTAR BERITA

Minggu, 08 Juli 2012

Lautan Emas di perut bumi Kab. Madina


INFO TABAGSEL.com-Lazimnya kawasan kaki pegunungan (bukit) itu sepi, hanya diramaikan kicauan burung dan habitat hewan lainnya yang hidup di hutan belantara. Lain halnya di pebukitan di kawasan Kabupaten Mandailing Natal (Madina), tepatnya yang masuk di Kecamatan Naga Juang dan Huta Bargot, di tengah hutan itu kini ada perkampungan kecil. Namun kampung yang dimaksud tidak sama seperti kampung-kampung pada umumnya. Perkampungan itu adalah perkumpulan orang-orang yang jumlahnya mendekati dua ribu orang. Mereka hidup di tenda-tenda darurat secara berkelompok-kelompok.
Di kaki bukit mereka bertarung mencari butiran emas yang banyak tersimpan di perut bumi. Caranya dengan menggali lobang hingga mencapai kedalaman 100 meter lebih. Tentu ini dilakukan oleh orang-orang profesional yang datang dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Bengkulu. Bahkan di antara mereka ada yang ahli kimia mantan karyawan peleburan aluminium dan ahli pengeboran perut bumi mantan pekerja tambang minyak. Awalnya penduduk lokal hanya ikut sebagai pekerja dan pemodal. Tapi sekarang sudah ada yang melakukan penggalian lobang sendiri.

Perburuan liar (tanpa izin) di sepanjang hutan dimulai kawasan Huta Bargot jumlahnya seribuan dan di Nagajuang khusunya Prospek Sambung, pernah mencapai 1000 orang, namun kini jumlahnya menurun menjadi antara 700 orang sampai 800 orang. Sejumlah 200 hingga 300 orang kembali ke hutan Huta Bargot karena dinilai kandungan emas di kawasan itu sedikit.

Hingga kini penambangan emas tradisional tanpa izin itu makin marak. Tidak hanya melibatkan rakyat, tetapi melibatkan beberapa oknum polisi, aparat keamanan, anggota dewan, dan birokrat. Sehingga sulit untuk memberantasnya. Mereka berburu logam murni yang menurut penelitian dilakukan PT Sorikmas Mining, cadangan emas di prospek Sihayo sekira 1.302.100 troy ounce atau 40.5000,518 gram (40,5 ton) emas, dan di prospek Sambung sampai saat ini 123.200 troy ounce atau 3.832,012 gram (3,8 ton) emas.

Wajar jika masyarakat antusias untuk ikut berpeluh mengambil kekayaan yang luar biasa itu dari perut bumi. Namun sayangnya, perlakuan terhadap alam tidak mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial. Sehingga ancaman bencana tinggal menunggu waktu saja. Ibarat air bah yang terkumpul sewaktu-waktu pecah dan menghanyutkan perkampungan.

Pantauan Udara

Pantauan Analisa akhir Juni 2012 melalui udara menggunakan helikopter difasilitasi manajemen PT Sorikmas Mining, penambangan liar itu tampak jelas. Kawasan perbukitan tampak bagai pasar malam dihiasi ratusan tenda biru. Suara bising yang ditumbulkan kilang galundungan (pemecah batu) menambah hiruk pikuk suasana di pegunungan.

Semua sibuk dengan aktifitasnya. Ada yang menggiling batu, melansir karung berisi batu, dan menggali lobang. Semua mereka lakukan tanpa ada standar keselamatan. Mengolah bebatuan yang menganding biji emas dengan menggunakan zat berbahaya berupa merkuri yang dapat merusak lingkungan. Penggali lobang tidak memakai alat keselamatan kerja hingga sewaktu-waktu bencana mengancam akibat longsoran tanah.

Bahkan, bagi mereka kabar rekannya terkubur hidup-hidup di dalam lobang hal yang wajar. Di dalam rumah mewah saja bisa mati, apalagi di dalam lobang, aku seorang penambang Udin asal Jawa Barat.

Menurut pengakuan Udin, profesi sebagai penambang sudah digelutinya sejak 1998. Mantan karyawan salah satu perusahaan pengolah aluminium ini mengaku, berburu logam murni di perut bumi sangat mengasikkan, karena keuntungan yang diperoleh begitu menggiurkan. Dia pernah menjual lobang galiannya senilai Rp700 juta karena rawan konflik, padahal prospek yang ada di dalam lobang itu mencapai milyaran rupiah.

Disinggung soal keamanan, Udin mengaku pernah rekannya meninggal sekaligus delapan orang karena saat menggali dengan kedalaman 80 meter terjadi longsor. Mereka tak bisa tertolong lagi.

Kerugian

Dari kegiatan illegal ini, tidak hanya nyawa taruhannya. Banyak kerugian diderita yang ditanggung masyarakat dan pemerintah. Pemerintah tidak menerima setoran pajak, royalti, dan retribusi yang sah dari penambang itu. Selain itu, lingkungan tercemar dan masyarakat sekitar akan terkena dampak negatifnya.

Saat ini lobang-lobang yang digali para penambang liar dibiarkan terbuka, dan ketika hujan akan terjadi erosi tanah. Akibatnya, sungai-sungai yang berada di sekitar Aek Gajah menjadi keruh, belum lagi limbah lain akibat penambangan itu. Padahal, Aek Gajah merupakan sumber air utama masyarakat Kecamatan Naga Juang untuk keperluan cuci, mandi, dan air minum.

Begitu juga keberadaan puluhan kilang galundungan yang terdapat di Kecamatan Naga Juang dan sekitarnya. Jika tidak ada penegakan hukum, bukan mustahil jumlah penambang liar, portir, dan dan pekerja galundung akan semakin bertambah dan keadaannya akan semakin sulit untuk dikendalikan.

Dengan dibiarkannya kegiatan illegal itu, muncul pertanyaaan, apakah pemerintah daerah tidak merasa dirugikan? Apakah aparat penegak hukum tidak gerah terjadinya pelanggaran hukum secara terang-terangan itu? Atau karena ada sesuatu sehingga semua diam seribu bahasa melihat praktik illegal itu. Mari selamatkan Kabupaten Madina sesuai visi dan misinya yakni, terwujudnya pembangunan masyarakat Mandailing Natal yang maju, mandiri, sejahtera, dan berwawasan lingkungan .(APKASI)

Tidak ada komentar: