BANDA ACEH, KOMPAS.com -- Dengan cekatan, Khatijah mengatur satu per satu kayu bakar yang berukuran sebesar pangkal lengan orang dewasa. Di atasnya sebuah drum kaleng sepanjang kurang dari 80 sentimeter dengan diameter 50 sentimeter, penuh jelaga bekas bakaran. Di dalamnya biji kopi pilihan yang siap dibakar.
Kini, membakar biji kopi untuk dijadikan bubuk kopi pilihan dan berkualitas, memang menjadi pekerjaan sehari-hari Khatijah. Usaha penggilingan bubuk kopi yang dikerjakan secara tradisional ini adalah warisan dari sang ayah. Khatijah meneruskan usaha itu. Sang ayah, Cek Mat hanya punya dua anak, yakni Khatijah, dan kakak perempuannya.
"Kakak saya tidak mungkin mengerjakan usaha ini, dia sudah berkeluarga, dan usaha ini saya yang melanjutkannya," jelas perempuan berkulit gelap ini. Saat disambangi, pada Kamis (5/4/2012) lalu, Khatijah tengah menggoreng bubuk kopi dalam jumlah besar.
"Ini sekalian buat stok, karena hari Senin tidak kerja.Kan mau ke TPS (tempat pemungutan suara) untuk memilih," ujar Khatijah, santai.
Sungguh pernyataan yang mengejutkan,, seorang warga yang memang antusias mempersiapkan dirinya menghadapi hari pemilihan.
Pernyataan yang kontras justru didapatkan dari Reza, seorang mahasiswa universitas ternama di Aceh. "Saya pulang kampung libur karena libur akhir pekannya panjang. Tapi tidak untuk memilih," katanya lugas. "Tidak ada figur pemimpin yang cocok menurut saya."
Lain Reza, lain pula Akmal. Mahasiswa seangakatan Reza ini justru bingung menetapkan pilihannya. "Saya lihat dulu nanti, siapa yang cocok dengan harapan saya. Kalau datang ke TPS, pastinya iya," katanya.
Di Aceh, tanggal 9 April 2012 ini memang hari yang istimewa. Di hari ini nasib Aceh ditentukan melalui pemiihan umum kepala daerah. Ketua KIP Aceh Salam Poroh meyakini angka partisipasi pemilih untuk pemilukada kali ini tinggi.
Selain rentang waktu persiapan pemilukada yang panjang yakni 14 bulan, bahkan pemilukada Aceh ini sempat tertunda hingga tiga kali. Salam Poroh juga merujuk pada Pemilu 2009, partisipasi politik di Aceh relatif besar.
Pada pemilu legislatif saat itu tingkat partisipasi mencapai 76 persen, sedangkan pada pemilihan presiden mencapai 74 persen. Kondisi serupa diyakini juga akan terjadi pada Pilkada 2012 ini. Maka hari ini akhirnya warga di Aceh melaksanakan pemilihan kepala daerah.
Tidak tanggung-tanggung, selain memilih pasangan gubernur-wakil gubernur, masyarakat di Aceh juga melakukan pemilihan serentak untuk memilih 17 kepala daerah di kabupaten dan kota.
Memilih pemimpin daerah adalah hal mutlak bagi masyarakat, maka hari pemilihan ini pun selalu disebut sebagai pesta rakyat, di mana rakyat bisa menentukan piihannya sesuai kebutuhan hati nurani. Kesempatan memilihpun tidaklah bisa dilakukan sesuka hati, hanya ada dalam rentang waktu lima tahun sekali.
Sebagai daerah yang baru saja pulih dari konflik, pemilihan kepala daerah selalu menjadi asa yang besar bagi rakyat untuk bisa mendapat pemimpin yang jujur dan berpihak kepada rakyat .
Pengamat politik Saifuddin Bantasyam, mengatakan, pemimpin pilihan rakyat adalah pemimpin yang peduli terhadap kesejahteraan rakyat dan menjaga keberlangsungan proses damai, karena ini juga menjadi syarat yang tidak tertulis dan utama bagi kepala daerah di Aceh.
Hari ini semua asa tersebut dipertaruhkan oleh para kandidat kepala daerah yang terdiri dari lima pasangan calon gubernur wakil gubernur dan sebanyak 137 pasangan kandidat bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota. Semoga pemimpin Aceh yang terpilih benar-benar pemimpin yang memenuhi aspirasi masyarakatnya. Pesta boleh usai, namun kerja tidak akan pernah selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar