INFO PALUTA.com-Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1.Begitu pun dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5 persen guru yang memenuhi syarat sertifikasi. Adapun 861.67 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut profesional.
”Memang ada banyak hal yang masih harus dibenahi dalam persoalan guru,” kata Syawal Gultom, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, Selasa (6/3).
Selain jenjang pendidikan yang belum memadai, kompetensi guru juga masih bermasalah. Saat dilakukan tes terhadap guru semua bidang studi, rata-rata tak sampai 50 persen soal yang bisa dikerjakan. Tidak ada guru yang meraih nilai 80. Bahkan, ada guru yang meraih nilai terendah, 1.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo mengatakan, pemerintah saat ini memang tidak pernah secara periodik melakukan pendidikan dan pelatihan untuk guru-guru. Padahal, semestinya pelatihan dilakukan secara periodik untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru.
Syawal Gultom mengatakan, selain tingkat pendidikan yang belum memadai, pada 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.
Segera tuntaskan
Dalam diskusi Forum Kebijakan Anggaran Pendidikan di Jakarta, peserta diskusi mengingatkan pemerintah agar guru harus dilihat sebagai ujung tombak atau bagian paling penting dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Forum ini, antara lain, beranggotakan mantan anggota Komisi X DPR, seperti Didik J Rachbini, Musfihin Dahlan, M Yasin Kara, Heri Akhmadi, dan mantan Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Suharyadi, serta sejumlah praktisi pendidikan.
Heri mengatakan, jumlah guru yang sekarang mencapai 2,9 juta orang lebih juga dipandang sebagai kekuatan politik yang besar. Karena itu, dalam kebijakan soal guru, aspek kepentingan politik untuk mendongkrak citra pemerintah pusat dan daerah ataupun partai politik di DPR juga sulit dilepaskan dari keberadaan guru Indonesia saat ini.
Heri mengatakan, sebagian besar anggaran pendidikan tersedot untuk gaji dan tunjangan guru. Pada tahun 2011 tercatat sekitar 56 persen anggaran pendidikan nasional untuk gaji dan tunjangan guru dan setiap tahun terus meningkat.
Suharyadi mengatakan, Undang-Undang Guru dan Dosen mengamanatkan untuk meningkatkan martabat dan mutu guru. Namun, dalam implementasinya justru tak seimbang. ”Kok, sekarang jadi titik berat kesejahteraan. Kualitas atau peningkatan mutu sangat tertinggal,” ujarnya.
Didik mengatakan, tetap harus dibuka kesempatan bagi guru honorer untuk menjadi pegawai negeri sipil. Namun, pengangkatan harus dilakukan dengan seleksi yang bertanggung jawab dan ada standar.
Syawal Gultom mengatakan, standar kualitas guru akan menjadi fokus perhatian mulai 2012. Namun, pemerintah juga tak ingin melukai guru yang sudah lama mengabdi.
Standardisasi guru dimulai dengan melakukan uji kompetensi awal. Tujuannya untuk seleksi awal guru yang layak ikut proses sertifikasi dan pemetaan.