JAKARTA, KOMPAS.com- Status kepegawaian guru-guru honor di sekolah negeri dan swasta masih bermasalah. Para guru honor yang mengabdi belasan tahun atau bahkan lebih itu terus berjuang untuk menjadi guru calon pegawai negeri sipil maupun guru tetap yayasan di sekolah swasta.
Ribuan guru bantu yang dibiayai APBN berunjuk rasa di Istana Negara. Jakarta, Senin (16/1/2012). Mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menandatangani peraturan pemerintah soal pengangkatan tenaga honorer di instansi pemerintah menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS), termasuk guru.
Sanjaya, guru bantu di SDN Lebak, Banten, mengatakan, para guru bantu diangkat tahun 2003-2004 dengan gaji dari APBN. Para guru tiap tahun harus menandatangi perjanjian kerjasama dengan kepala dinas pendidikan setempat.
Seharusnya, tahun 2011 guru bantu yang tersisa sudah diangkat jadi CPNS bersama tenaga honorer lainnya. Tetapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. "Sampai sekarang belum ada penandatangan perjanjian kerja dengan kepala dinas dan gaji yang mestinya diterima tiap tanggal 5 belum ada," ujar Sanjaya.
Ketua Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia Ayub Joko Pramono mengatakan, sesuai janji pemerintah, sekitar 261.000 guru bantu yang memegang surat pengangkatan dari Menteri Pendidikan bakal diangkat menjadi guru PNS. Secara bertahap, pengangkatan dilakukan tahun 2005-2007. Namun, saat ini terhenti.
Padahal, ada sekitar 10.000 guru bantu yang sudah terdata dan disetujui untuk diangkat menjadi guru PNS. Para guru yang tersisa ini telah berusia 45 tahun ke atas.
Ani Agustina, Ketua Umum Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI), mengatakan, berdasarkan pendataan, guru dan pegawai honorer yang penggajiannya non-APBN serta non-APBD jumlahnya sekitar 600.000 orang. Selain itu, ada sekitar 47.000 guru dan pegawai yang tercecer pengangkatannya sehingga masih mendapat honor dari daerah.
Guru honorer kebanyakan guru yang diangkat untuk mengatasi kekurangan guru di sejumlah sekolah. Guru-guru tersebut sebagian mendapat honor dari anggaran sekolah.
Guru honorer ini tersebar di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga SMP dan SMA/ SMK. Sementara itu, guru-guru di sekolah swasta berjuang untuk menjadi guru tetap yayasan. Namun, banyak sekolah swasta yang juga lebih suka memiliki guru honor karena tidak mampu menggaji.
"Untuk sekolah swasta kecil, tidak mampu mengangkat guru tetap. Lebih banyak guru honor. Apalagi bantuan pemerintah untuk memberi guru PNS di sekolah swasta juga tidak ada lagi," kata Kepala SMK Nasional Jakarta.
Persoalan status kepegawaian guru ini berdampak juga pada kebijakan sertifikasi guru. Pemerintah mensyaratkan guru yang ikut haruslah guru PNS atau guru tetap yayasan.
Ramlis, Kepala SMK kelas jauh Legonkulon, Kabupaten Subang, mengatakan, guru-guru honor di sekolah negeri saat ini resah. Para guru yang dibutuhkan sekolah diangkat hanya dengan surat keputusan kepala sekolah. Guru-guru yang sudah mengabdi lima tahun lebih tetap tidak bisa dapat hak untuk ikut sertifikasi.
"Guru honor di sekolah negeri sulit untuk dapat SK Bupati/Walikota untuk pengangkatan. Banyak guru honor di sekolah negeri yang resah tidak bisa mengikuti sertifikasi," kata Ramlis.
Padahal, SMK kelas jauh dibuka untuk melayani anak-anak SMP yang umumnya putus sekoalh karena tidak ada sekolah menengah di wilayah ini. Di sekolah ini ada 23 orang guru honor yang sudah berpendidikan S1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar