"Pembubaran saja tidak cukup bagi mereka yang terbukti melanggar pidana, dan tidak beretika harus dihukum sesuai undang-undang," katanya di Markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya), Kamis.
Hamid mengatakan, lembaga survei yang melakukan pelanggaran hukum tidak hanya cukup diberikan sanksi pembubaran.
Pasalnya, ia menilai, lembaga survei yang dibubarkan dapat mendirikan lembaga baru dan berpotensi melakukan hal yang serupa.
Hamdi menegaskan, lembaga survei harus memiliki kredibilitas, bekerja profesional dan beretika agar mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Jakarta Poltak Agustinus Sinaga melaporkan empat lembaga survei yang diduga memanipulasi data penghitungan cepat Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) ke Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) pekan lalu.
Selanjutnya, Mabes Polri melimpahkan penanganan kasus tersebut Polda Metro Jaya karena lokasi kejadiannya di wilayah Jakarta.
Keempat lembaga survei yang dilaporkan PBHI Jakarta adalah Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC) dan Jaringan Suara Indonesia (JSI).
Pelapor menyerahkan barang bukti berupa video pernyataan dari lembaga survei, hasil penghitungan cepat, hasil rekapitulasi resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta rilis yang dikeluarkan Persepi.
PBHI Jakarta menganggap perbedaan penghitungan cepat yang dilakukan empat lembaga survei itu berdampak terhadap pembentukan opini masyarakat.
Hamdi menambahkan, dua dari empat lembaga survei yang dilaporkan PBHI merupakan anggota Persepi, yakni Puskaptis dan JSI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar