DAFTAR BERITA

Rabu, 05 Maret 2014

Film Senandung Willem untuk Mengenang Tokoh Pendidikan Tabagsel

INFO TABAGSAEL.com-Willem Iskander merupakan tokoh besar. Jauh sebelum Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, Willem Iskander sudah mendirikan sekolah Kweekschool di Tano Bato yang merupakan salah satu wilayah di Angkola Mandailing pada tahun 1862 yang sekarang ini merupakan wilayah Kabupaten Mandailing Natal, namun sekarang ini Willem Iskandar kurang dikenang oleh Masyarakat, sehingga untuk mengenang kembali bagaimana kegigihan Willem Iskandar dalam memajukan pendidikan salah seorang Budayawan Mandailing Natal Askolani Nasution membuat beberapa film yang berkarakter mandailing.
 

"Pada zaman sekarang ini banyak masyarakat yang sudah mulai lupa dengan sosok dan karakter Willem Iskandar yang pada waktu itu dengan gigih untuk memajukan pendidikan di wilayah Angkola Mandailing, untuk itu kita kembali mengangkat sosok beliau demi untuk mengenang bagaimana pengorbanan beliau untuk memajukan dunia pendidikan," demikian disampaikan Askolani Nasution kepada MedanBisnis, Senin (3/3) di Panyabungan.

Willem Iskandar bukan saja terkenal di Indonesia saja malah pada zaman itu, beliau dikenal di dunia, sebagai salah seorang yang memperjuangkan dunia pendidikan, bahkan dalam sejarah kemajuan sekolah yang didirikannya sempat menjadi perdebatan di parlemen Belanda, karena ada sekolah yang demikian bagus pengelolaannya di tanah jajahan mereka pada zaman itu.

"Miris rasanya, tokoh yang begitu besar malah terkesan dilupakan. Malah peringatan hari ulang tahunnya yang ke-150 dibuat di Belanda. Sedangkan kita di sini tak melakukan apa-apa. Kita jangan berbicara dulu dengan sistem pendidikan yang diterapkannya, atau puluhan murid-muridnya yang menjadi penulis buku dan guru-guru yang luar biasa.Buku yang beliau tulis "Sibulus-bulus Sirumbuk-rumbuk" puluhan tahun silam menjadi bacaan wajib semua sekolah di kawasan Tapanuli Bagian Selatan. Lucunya lagi, buku itu sekarang malah lebih mudah kita temukan di perguruan tinggi internasional," terang Askolani.

Dijelaskan Askolani juga bahwa Film merupakan salah satu media yang benar-benar menyentuh ke tengah-tengah masyarakat, Kita jujurlah, siapalah sekarang yang tertarik membaca buku? Apalagi masyarakat bawah. Kita ingin tontonan yang selain menghibur juga memiliki kemasan mencerdaskan

"Selain menjadi hiburan, juga kita memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar tidak lupa dengan pejuang yang telah membawa dita ke bagaimana kita sekarang ini, sehingga kedepan para generasi muda kita dapat menghargai jerih payah para pejuang kita," harap Askolani.

Ketika disinggung dengan beberapa film yang digarapnya juga berkarakter Mandailing Askolani mengatakan bahwa memang semua film yang digarapnya bernuansa budaya mandailing, dengan harapan budaya kita tidak akan lenyap ditelan masa. "Insya allah masih tetap seperti itu. Film kita terakhir yang sedang dalam proses mengangkat persoalan tanggung jawab antara "anak-namboru" dengan "boru-tulangnya". Kita melihat ada kecenderungan memudarnya nilai-nilai budaya, menguatnya individualisme, hedonisme, dan berbagai tipikal prilaku masyarakat urban yang amat masif diusung televisi. Itu amat mengkhawatirkan. Kalau itu dibiarkan, entitas budaya kita akan habis pada akhirnya, kita tidak mau seperti itu maka kita terus akan mengangkat budaya mandailing," Ucap Askolani.

Lebih lanjut disampaikan oleh Askolani bahwa mamang dia harus menguras tenaga dan pikiran untuk membuat suatu film, namun berdasarkan fakta di lapangan bahwa semua film yang digarapnya tersebut dapat diterima semua kalangan, karena film yang digarapnya tersebut komedi yang bukan sekadar badut-badutan, Komedi jangan hanya mengeksploitasi kelucuan, tetapi harus juga mencerahkan dan membangun kesadaran sosial.

"Sampai sekarang ini kita sudah memproduksi sebanyak delapan produksi yaitu "Biola Namabugang", "Tias 1", "Tias 2", "Lilu 1", "Lilu 2", "Senandung Willem", dan sekarang ada dua lagi yang sedang proses editing, "Sigotap Ulu" dan "Holong Natarhalang" dimana kesemuanya itu mempunyai karakter budaya mandailing," Rinci Askolani.

Dijelaskan Askolani bahwa untuk membuat suatu film itu memang harus mengeluarkan tenaga dan finansial yang cukup besar, sehingga tidak akan mungkin ini semua bisa dikerjakan tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. "Kita juga bekerja sama antara komunitas kita di Tympanum Novem Films dengan teman-teman lain, karena jujur kita akui di Mandailing Natal ini belum ada sponsor yang betul-betul siap untuk mengangkat dunia perfiliman," akhiri Askolani. (zamharir rangkuti)

Tidak ada komentar: