INFO TABAGSEL.com-Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Mei 2013 lalu telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 yang memungkinkan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma atau gratis bagi orang atau kelompok orang miskin, karena biayanya dibebankan pada APBN.
PP ini menegaskan, Pemberian Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang memenuhi syarat: berbadan hukum, terakreditasi, memiliki kantor atau sekretariat yang tetap, memiliki pengurus, dan memiliki program Bantuan Hukum.
Untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma itu, menurut Pasal 3 PP ini, pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitasnya dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum; menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon.
“Pemberian Bantuan Hukum meliputi masalah keperdataan, masalah hukum pidana, dan masalah hukum tata usaha negara, baik secara Litigasi maupun Nonlitigasi,” bunyi Pasal 5 Ayat (1) PP ini.
Menurut PP ini, Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tidak mencabut surat kuasa khusus.
Mengenai Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi, menurut PP ini, dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. “Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat, tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi, dijelaskan pada Pasal 15 PP ini, yaitu dilakukan dengan cara: a. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan; b. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau c. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sedangkan Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi: a. Penyuluhan hukum; b. Konsultasi hukum; c. Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik; d. Penelitian hukum; e. Mediasi; f. Negosiasi; g. Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau h. Drafting dokumen hukum.
Anggaran Bantuan Hukum
Menurut Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 itu, sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN. Selain itu, pendanaan dapat berasal dari: a. Hibah atau sumbangan; dan/atau b. Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
PP ini juga menegaskan, bahwa Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam APBD, dengan melaporkan penyelenggaraan dimaksud kepada Menteri Hukum dan HAM dan Menteri dalam Negeri (Mendagri).
Guna mendapatkan anggaran dimaksud, Pemberi Bantuan Hukum baik lembaga bantuan hukum maupun organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum mengajukan rencana Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri Hukum dan HAM pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran pelaksanaan Bantuan Hukum. Selanjutnya, Menteri Hukum dan HAM akan melakukan pemeriksaan terhadap berkas pengajuan anggaran itu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas diterima.
“Dalam hal pengajuan rencana pengajuan Anggaran dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri Hukum dan HAM menetapkan Anggaran Bantuan Hukum yang dialokasikan untuk Pemberi Bantuan Hukum dimaksud,” bunyi Pasal 25 Ayat (1) PP ini. Sementara pada Pasal 25 Ayat (3) disebutkan, Menteri dan Pemberi Bantuan Hukum akan menindaklanjuti penetapan Anggaran Bantuan Hukum dengan membuat perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum.
Nilai Anggaran Bantuan Hukum yang disepakati dalam perjanjian, menurut PP ini, mengikuti penetapan Menteri Hukum dan HAM, yang merupakan batasan tertinggi penyaluran dana Bantuan Hukum.
Presiden juga menugaskan Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum dimaksud.
Disebutkan dalam PP ini, Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri Hukum dan HAM secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 ini berlaku mulai tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 2013.
PP ini menegaskan, Pemberian Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang memenuhi syarat: berbadan hukum, terakreditasi, memiliki kantor atau sekretariat yang tetap, memiliki pengurus, dan memiliki program Bantuan Hukum.
Untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma itu, menurut Pasal 3 PP ini, pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitasnya dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum; menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon.
“Pemberian Bantuan Hukum meliputi masalah keperdataan, masalah hukum pidana, dan masalah hukum tata usaha negara, baik secara Litigasi maupun Nonlitigasi,” bunyi Pasal 5 Ayat (1) PP ini.
Menurut PP ini, Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tidak mencabut surat kuasa khusus.
Mengenai Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi, menurut PP ini, dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. “Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat, tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi, dijelaskan pada Pasal 15 PP ini, yaitu dilakukan dengan cara: a. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan; b. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau c. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sedangkan Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi: a. Penyuluhan hukum; b. Konsultasi hukum; c. Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik; d. Penelitian hukum; e. Mediasi; f. Negosiasi; g. Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau h. Drafting dokumen hukum.
Anggaran Bantuan Hukum
Menurut Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 itu, sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN. Selain itu, pendanaan dapat berasal dari: a. Hibah atau sumbangan; dan/atau b. Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
PP ini juga menegaskan, bahwa Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam APBD, dengan melaporkan penyelenggaraan dimaksud kepada Menteri Hukum dan HAM dan Menteri dalam Negeri (Mendagri).
Guna mendapatkan anggaran dimaksud, Pemberi Bantuan Hukum baik lembaga bantuan hukum maupun organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum mengajukan rencana Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri Hukum dan HAM pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran pelaksanaan Bantuan Hukum. Selanjutnya, Menteri Hukum dan HAM akan melakukan pemeriksaan terhadap berkas pengajuan anggaran itu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas diterima.
“Dalam hal pengajuan rencana pengajuan Anggaran dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri Hukum dan HAM menetapkan Anggaran Bantuan Hukum yang dialokasikan untuk Pemberi Bantuan Hukum dimaksud,” bunyi Pasal 25 Ayat (1) PP ini. Sementara pada Pasal 25 Ayat (3) disebutkan, Menteri dan Pemberi Bantuan Hukum akan menindaklanjuti penetapan Anggaran Bantuan Hukum dengan membuat perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum.
Nilai Anggaran Bantuan Hukum yang disepakati dalam perjanjian, menurut PP ini, mengikuti penetapan Menteri Hukum dan HAM, yang merupakan batasan tertinggi penyaluran dana Bantuan Hukum.
Presiden juga menugaskan Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum dimaksud.
Disebutkan dalam PP ini, Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri Hukum dan HAM secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 ini berlaku mulai tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar