DAFTAR BERITA

Selasa, 21 Mei 2013

Kasus BDB Bupati Madina Harus Jadi Pelajaran Bagi DPRD Sumut


INFO TABAGSEL.com-Anggota Fraksi Golkar DPRD Sumatera Utara Hardi Mulyono mensinyalir ada aktor intelektual di balik persoalan hukum yang menjerat Bupati Mandailing Natal (Madina) Hidayat Batubara terkait dana Bantuan Daerah Bawahan (BDB).
 

Dia berharap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tidak berhenti melakukan pengusutan meskipun saat ini lembaga 'super body' itu telah berhasil meringkus tiga orang tersangka dari kasus tersebut yakni Bupati Madina, Plt Kadis PU dan investor.
 

"Saya yakin ada aktor intelektual di balik persoalan ini, karena diduga BDB memang sudah bermasalah dari mulai proses penetapan angka yang akan disalurkan ke kabupaten/kota. Kita yakin dalam proses penetapan juga telah ada praktik suap dan sarat dengan muatan politis,"ujarnya kepada pers, Senin [20/05].
 

Anggota Komisi B DPRD Sumut ini memaparkan dari Rp8.6 Triliun lebih dana APBD Sumut, sejumlah Rp2.4 T merupakan anggaran untuk BDB. Namun penetapan alokasi dana BDB ke kabupaten/kota mengundang kecurigaan adanya diskriminasi, karena ada kabupaten yang cukup signifikan mendapat jatah BDB, sedangkan kabupaten/kota lainnya mendapat anggaran yang minim.
 

Menurut Hardi Mulyono, DPRD Sumut, khususnya pimpinan dewan dan panitia anggaran merupakan instansi yang paling bertanggungjawab apabila terjadi kesalahan dalam penetapan distribusi dana BDB ke kabupaten/kota tersebut.
 

"Jika nanti terbukti terjadi kesalahan dalam penetapan dan distribusi dana BDB, tentunya pimpinan maupun panitia anggaran DPRD Sumut patut dipersalahkan, karena BDB sebelumnya dibahas di instansi legislatif" kata Hardi.
Dia menilai, pimpinan maupun anggota banggar DPRD Sumut kurang kritis dan terkesan lemah dalam memahami proses rincian penetapan alokasi jumlah anggaran BDB ke kabupaten/kota di Sumut. Hardi bahkan menilai rincian BDB tidak mengacu berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan indeks pembangunan di kabupaten/kota.
 

"BDB ditetapkan hanya berdasar fikiran subyektif gubernur pribadi, sehingga mengundang kecurigaan sarat dengan muatan politis apalagi disusun menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)," tudingnya.
 

Hal ini, kata Hardi karena proses penyusunan BDB hanya ditetapkan melalui Peraturan Gubernur dan tidak menggunakan Peraturan Daerah (Perda). "Jadi kita curiga ada permainan sejak masih dalam proses penetapan dan kita harap KPK turun dan terus mengusut persoalan BDB di Sumut ini sampai tuntas," ujar Hardi.

Kurang Komunikasi
 

Di tempat terpisah, Ketua Komisi C DPRD Sumut dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulkarnain mengatakan persoalan alokasi BDB ke kabupaten/kota mencuat akibat tidak adanya formulasi aturan yang baku dalam penetapan distribusi anggaran tersebut.
 

"Kriteria dalam penetapan BDB murni berdasarkan komunikasi antar kepala daerah dengan Pemprov dan DPRD Sumut," kata Zulkarnain. Lebih lanjut dia mengatakan apabila kepala daerah kurang komunikasi kepada Pemprov dan DPRD Sumut menjadi salah satu penyebab kecilnya anggaran BDB yang distribusikan ke masing-masing kabupaten/kota tersebut.
Mencermati kondisi ini, kata Zulkarnain, Komisi C DPRD Sumut segera menggelar rapat di internal komisi. "DPRD Sumut harus segera membuat formulasi baku tentang penetapan BDB guna memenuhi rasa keadilan dalam penyaluran BDB," katanya.
 

Persoalan ketidakadilan dalam distribusi dana BDB ke kabupaten/kota di Sumut yang disalurkan oleh Pemprovsu, sebelumnya memang telah mengundang kasak-kusuk di internal wakil rakyat di DPRD Sumut.
 

Beberapa anggota DPRD Sumut mengeluh karena di kabupaten/kota yang menjadi daerah pemilihannya (dapil) mendapatkan forsi BDB yang sangat kecil, sedangkan ada daerah lainnya yang mendapatkan alokasi dengan jumlah yang signifikan.
 

Persoalan BDB di Sumut semakin mencuat, menyusul ditangkapnya Bupati Madina Hidayat Batubara dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh penyidik KPK terkait kasus suap proyek alokasi BDB Tahun Anggaran 2013.
 

Penyidik KPK juga turut membawa Surung Panjaitan (kontraktor) dan Plt Kadis PU Khairil Anwar yang diduga ikut terjerat kasus tersebut setelah memberikan suap sebesar Rp 1 milliar ke Hidayat. Sementara itu sebagaimana diketahui Kabupaten Madina mendapat porsi BDB cukup besar senilai Rp79,975 miliar.
 

Berdasarkan data dari APBD Sumut TA 2013, pembagian dana BDB di 33 Kabupaten/Kota di Sumut, disinyalir telah terjadi diskriminasi. Ada Kabupaten yang sangat kecil mendapatkan alokasi BDB dan ada daerah yang mendapat anggaran yang cukup signifikan.
Kabupaten Nias Barat hanya memperoleh Rp1,321 miliar, Kabupaten Nias Rp2,986 miliar Kabupaten Samosir Rp3,673 miliar. Sementara kabupaten yang paling besar memperoleh dana BDB, yakni Kabupaten Asahan Rp425,662 miliar, Kabupaten Labura (Labuhan Batu Utara) Rp211,838 miliar, Tapteng Rp197,339 miliar, Paluta (Padang Lawas Utara) Rp169,888 miliar, Tobasa Rp167,846 miliar , Batubara Rp151,851 miliar, Sergei (Serdang Bedagai) Rp101,343 miliar lebih, Langkat Rp100,689 miliar.
 

Kotamadya Medan yang selama ini memperoleh dana BDB terbesar dari 33 Kabupaten/Kota di Sumut, karena memiliki PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang sangat signifikankini hanya memperoleh Rp10,728 miliar, Kabupaten Gunung Sitoli Rp11,728 miliar, Deliserdang Rp14,427 miliar, Pakpak Bharat Rp19,867 miliar, Dairi Rp21,068 miliar.
Sedangkan Kabupaten Nias Utara Rp25,761 miliar, Pematang Siantar Rp36,420 miliar, Humbahas (Humbang Hasundutan) Rp45,328 miliar, Sibolga Rp50,781 miliar , Nias Selatan Rp52,120 miliar, Palas (Padang Lawas) Rp55,811 miliar, Padangsidempuan Rp58,204 miliar.
Kemudian disusul Labusel memperoleh Rp61,284 miliar, Simalungun Rp70,493 miliar , Karo Rp76,374 miliar, Taput Rp78,252 miliar, Madina Rp79,975 miliar, Tanjung Balai Rp85,534 miliar, Tapsel Rp89,291 miliar, Tebing Tinggi Rp90,734 miliar, Labuhanbatu Rp91,523 miliar dan Binjai Rp92,929 miliar.(BS)

Tidak ada komentar: