DAFTAR BERITA

Sabtu, 11 Agustus 2012

Dinilai Pidana, Kasus Rhoma akan Dibawa ke Polisi

Rhoma Irama bersama ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Panwaslu DKI Jakarta di Jalan Suryopranoto, Jakarta Pusat, Senin (6/8/2012)(KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia pengawas pemilu (panwaslu) DKI Jakarta telah merampungkan proses penelusuran atas kasus dugaan kampanye berbau SARA yang dilakukan raja dangdut, Rhoma Irama. Dari hasil penelusuran itu, kasus ini dianggap bukan pelanggaran pilkada dan lebih merupakan pelanggaran tindak pidana.
Hal tersebut disampaikan Anggota Panwaslu DKI Jakarta, Muhammad Jufri, Sabtu (11/8/2012), dalam acara dialog "Siapakah di Balik Penyebar Isu SARA?" di Warung Daun, Jakarta. "Di kasus Rhoma itu dilihat dari laporan masyarakat kemudian dari hasil klarifikasi ke Rhoma, klarifikasi ke panitia pelaksana, pengurus masjid, membenarkan bahwa Rhoma lakukan dakwah di situ. Tidak ada yang membantah," ujar Jufri.
Selain itu, Rhoma juga tidak mengelak tentang isi ceramahnya karena ada rekaman video yang membuktikan itu. Menurutnya, alibi Rhoma yang mengatakan hanya menyebutkan fakta identitas masing-masing calo Gubernur memang tidak menyalahi aturan.
"Tapi kalau sudah melihat dan mendengar keseluruhan, ini berpotensi pelanggaran," ujar Jufri.
Namun, untuk mengetahui jenis pelanggaran apa yang bisa terkait kasus ini, Panwas menyatakan pihaknya harus berhati-hati menelaah unsur pasal dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jika menilik aturan tersebut, ada Pasal 78 b yang mengatur larangan berkampanye menghina SARA. Di dalam poin b itu, Rhoma dinilai sudah melakukan tindakan penghinaan.
"Sementara terkait Pilkada karena dia (Rhoma) menyebutkan nama pasangan calon," tutur Jufri.
Selain itu, kemungkinan lainnya, Rhoma bisa dijerat dengan Pasal 78 i Undang-undang Pemerintah Daerah. Pasal itu menyebutkan soal larangan berkampanye di rumah ibadah. Namun, poin ini hanya ditujukan bagi pasangan calon dan tim sukses.
"Saat kami telusuri, Rhoma ternyata bukan timses Foke-Nara," ujar Jufri.
Dengan demikian, sebut Jufri, tindakan Rhoma itu kemungkinan besar telah melanggar aturan Pasal 78 b Undang-undang Pemerintah Daerah. Untuk pelanggaran yang terjadi pada pasal ini, maka sanksi sudah diatur dalam Pasal 81. Di sana disebutkan bahwa untuk pelanggar Pasal 78 a hingga 78 f ditetapkan sebagai kasus pidana.
"Sehingga sudah menjadi wewenang polisi untuk menelusurinya. Nanti Panwas tinggal melimpahkan ke polisi," kata Jufri.
Kemungkinan Rhoma dipidanakan ini, lanjutnya, masih harus dibicarakan dalam pleno Panwaslu yang rencananya akan dilakukan pada Minggu (12/8/2012).
Seperti diketahui, dalam ceramahnya di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta, raja dangdut Rhoma Irama menyerukan kepada jemaah untuk memilih pemimpin yang seagama. Di ceramah itu, Rhoma juga mengatakan Jokowi hanya sebagai batu loncatan bagi Ahok untuk memimpin Jakarta.
Panwaslu telah memanggil Rhoma untuk klarifikasi. Usai dimintai keterangan Panwaslu beberapa hari lalu, kepada wartawan , Rhoma menjelaskan, posisinya saat itu bukan sebagai tim kampanye pasangan Foke-Nara. Ia berada di tengah jemaah Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, sebagai seorang mubalig yang memberikan ceramah kepada masyarakatnya.
"Saat itu saya mengucapkan sebuah ayat. Bahwa orang beriman dilarang memilih orang kafir sebagai pemimpin," kata Rhoma. Ia menambahkan, jika seorang muslim memilih pemimpin yang bukan sesama muslim maka akan menjadi musuh Allah. Ia berpendapat, menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah bukan suatu kesalahan. Semua agama, menurutnya, pasti melakukan hal yang sama.


Tidak ada komentar: