DAFTAR BERITA

Jumat, 31 Oktober 2014

Mengenal Parada Harahap ToKoh Besar Dari Tapsel

Parada Harahap ToKoh Besar Dari Tapsel

INFO TABAGSEL.com-Parada Harahap (1899 - 1959) adalah seorang jurnalis Indonesia yang lahir di Pargarutan, Padangsidempuan, Tapanuli Selatan.15 Desember 1899 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1959. Ia dijuluki King of the Java Press karena kemauannya yang keras dan semangat belajarnya yang tinggi, baik secara otodidak maupun mengikuti kursus-kursus. Sejak bulan Juli 1914, ia bekerja sebagai leerling schryverpada Rubber Cultur My Amasterdam di Sungai Karang, Asahan. Karena kecerdasan dan daya ingatnya yang sangat baik Parada Harahap kemudian dapat menggantikan juru buku berkebangsaan Jerman. Selama bekerja di perkebunan itu Parada Harahap terus belajar supaya dapat berbicara bahasa Belanda membaca surat kabar De Sumatera Postdan surat kabar berbahasa Melayu seperti Benih Merdeka dan Pewarta Deli serta mempelajari tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar itu. Pada tahun 1917 dan 1918Parada Harahap telah menulis dan membongkar kekejaman Poenale Sanctie dan perlakuan di luar batas perikemanusiaan terhadap kuli-kuli kontrak yang dilakukan baik oleh tuan kebun maupun bawahannya.

Karier jurnalisnya   menerbitkan majalah untuk golongannya: De Kranie; kemudian menjadi redaktur Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1919-1922). Selanjutnya berkecimpung di berbagai harian dan majalah; antara lain: Benih Merdeka dan Hindia Sepakat (di Sibolga). Setelah merantau ke Jawa bekerja sebagai reporter Sin Po di Jakarta, keharian Neratja. Tahun 1924 mendirikan kantor berita Alpena dan mingguan Bintang Timoer yang kemudian berkembang menjadi harian dan merupakan koran modem untuk waktu itu.

Benih Merdeka. Kemudian dia kembali ke kampung halamannya dan memimpin surat kabar Sinar Merdeka(1919) dan memimpin majalah Poestaha. Surat kabarnya sebagian besar mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial Belanda akibat kesewenang-wenangan mereka selama diHindia Belanda. Selama dua tahun di Padangsidempuan, ia telah 12 kali terkena delik pers serta berulangkalu keluar masuk penjara.

Pada tahun 1922, ia pindah ke Jakarta menerbitkan mingguan Bintang Hindia, Bintang Timur dan Sinar Pasundan. Pada saat itu ia mulai memakai nama samaran Oom Baron Matturepeck yang diambil dari bahasa Batak (berarti suara dari kertas). Selain itu, ia adalah satu-satunya orang pertama yang mendirikan Akademi Wartawan di Jakarta. pada masa pendudukan Jepang, beliau dipercaya menjadi pemimpin redaksi Surat Kabar Sinar Baroe.

Menjelang masa kemerdekaan pada tahun 1945 , ia masuk dalam susunan anggota BPUPKI yang dibentuk oleh Jepang di Jakarta. Dalam hal ini, beliau adalah satu-satunya anggota BPUPKI yang berasal dari etnis Batak.

Tahun 1935 sempat melawat ke Jepang; sementara itu Bintang Timoer mengalami kemunduran; tahun berikut mendirikan Tjaya Timoer, berlangsung sampai zaman Jepang. Selama pendudukan Jepang mengasuh harian Sinar Baroe di Semarang; awal revolusi menjadi pegawai tinggi Kementerian Penerangan, disamping memimpin harian Negara Baroe. Selama revolusi fisik ditugaskan sebagai Koordinator Jawatan Penerangan se-Sumatera; menerbitkan Harian Detik: 1948, pegawai tinggi Kementerian Penerangan Negara Indoesia Tirnur di Ujungpandang. Tahun 1951 mendirikan Akademi Wartawan di Jakarta; kemudian berkembang menjadi Perguruan Tinggi Publistik; 1953, berusaha menerbitkan mingguan Lukisan Dunia, menghidupkan kembali harian Bintang Timoer, tetapi akhirnya koran itu dijual kepada Partai Rakyat Nasional.