INFO TABAGSEL.com-Ada-ada saja upaya Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengatrol profesionalisme
guru. Paling anyar, mereka memberikan gelar Gr (Gede Rasa?) kepada guru-guru yang
sudah profesional. Peletakan gelar atau title Gr itu di belakang nama
lengkap guru bersangkutan.Tidak disebutkan akronim dari Gr yang tercantum dalam Pasal 14 Permendikbud Nomor 87 Tahun 2013.
Contohnya jika ada guru yang bernama Ahmad Budi SPd, setelah dicap menjadi guru profesional maka nama langkapnya menjadi Ahmad Budi Gr SPd. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG).
Gelar atau sebutan profesional tadi diberikan kepada lulusan program PPG. Program ini dijalankan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Contohnya jika ada guru yang bernama Ahmad Budi SPd, setelah dicap menjadi guru profesional maka nama langkapnya menjadi Ahmad Budi Gr SPd. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG).
Gelar atau sebutan profesional tadi diberikan kepada lulusan program PPG. Program ini dijalankan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Di akhir masa studi, pihak LPTK
berwenang mengeluarkan sertifikat profesi guru. Lama studi di PPG ini
dihitung berdasarkan beban belajar sesuai dengan jenjang pendidikan yang
akan diajar peserta PPG.
Rinciannya adalah, beban belajar untuk calon guru TK/sederajat bagi lulusan S1 PGTK atau PGPAUD adalah 18 sampai 20 SKS (satuan kredit semester). Sedangkan bagi peserta PPG dengan ijazah selain S1/D-IV Kependidikan PGTK atau PGPAUD, beban belajarnya ditetapkan sebanyak 36 hingga 40 SKS.
Kemudian untuk calon guru SD/sederajat dengan ijazah S1 PGSD beban belajarnya dipatok 18 " 20 SKS. Sedangkan untuk peserta PPG dengan ijazah S1/D-IV Kependidikan selain PGSD, beban belajarnya dinaikkan menjadi 36 - 40 SKS.
Bagi calon guru jenjang SMP/sederajat atau SMA/sederajat dengan ijazah baik yang berijazah S1/D-IV Kependidikan maupun S1/D-IV nonkependidikan, beban belajarnya ditetapkan 40 SKS.
Rinciannya adalah, beban belajar untuk calon guru TK/sederajat bagi lulusan S1 PGTK atau PGPAUD adalah 18 sampai 20 SKS (satuan kredit semester). Sedangkan bagi peserta PPG dengan ijazah selain S1/D-IV Kependidikan PGTK atau PGPAUD, beban belajarnya ditetapkan sebanyak 36 hingga 40 SKS.
Kemudian untuk calon guru SD/sederajat dengan ijazah S1 PGSD beban belajarnya dipatok 18 " 20 SKS. Sedangkan untuk peserta PPG dengan ijazah S1/D-IV Kependidikan selain PGSD, beban belajarnya dinaikkan menjadi 36 - 40 SKS.
Bagi calon guru jenjang SMP/sederajat atau SMA/sederajat dengan ijazah baik yang berijazah S1/D-IV Kependidikan maupun S1/D-IV nonkependidikan, beban belajarnya ditetapkan 40 SKS.
Sementara terkait dengan lama studinya,
tidak diatur dalam Permendikbud ini. Aturan lebih detail nanti dibahas
bersama dengan LPTK atau kampus pelaksana program PPG.
Salah satu kampus LPTK adalah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Rektor UNY Rohmat Wahab mengatakan masih asing dengan istilah atau gelar Gr bagi guru profesional itu. "Kok aneh dan terdengar lucu. Nantinya ditaruh di depan atau belakang nama?" katanya. Rohmat mengakui belum membaca Permendikbud yang terbaru itu.
Rohmat mengatakan jika gelar itu ditempatkan di belakang nama, maka akan bergandeng dengan gelar akademik seperti SPd (sarjana pendidikan) atau SPdI (sarjana pendidikan agama Islam).
Salah satu kampus LPTK adalah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Rektor UNY Rohmat Wahab mengatakan masih asing dengan istilah atau gelar Gr bagi guru profesional itu. "Kok aneh dan terdengar lucu. Nantinya ditaruh di depan atau belakang nama?" katanya. Rohmat mengakui belum membaca Permendikbud yang terbaru itu.
Rohmat mengatakan jika gelar itu ditempatkan di belakang nama, maka akan bergandeng dengan gelar akademik seperti SPd (sarjana pendidikan) atau SPdI (sarjana pendidikan agama Islam).
"Terus jika dia mengajar fisika, apakah
nanti juga anak ditambai gelar spesialis fisikan," paparnya lantas
tertawa. Dia mengatakan aturan baru itu belum disosialisasikan ke
mahasiswanya ataupun para guru.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo menyambut baik pemberian gelar Gr kepada guru profesional itu. Dia menduga gelar itu ditetapkan Kemendikbud, karena ingin mencontoh sistem profesi di kalangan dokter.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo menyambut baik pemberian gelar Gr kepada guru profesional itu. Dia menduga gelar itu ditetapkan Kemendikbud, karena ingin mencontoh sistem profesi di kalangan dokter.
"Dokter yang baru lulus sarjana, kan
belum bergelar dr. Baru setelah mengikuti program profesi, mendapatkan
gelar dr dan bisa berpraktek," paparnya.
Sulistyo berharap Kemendikbud tidak setengah-setengah dalam mencontoh atau menerapkan sistem profesi dari kalangan dokter. "Jangan hanya simbolis memberikan gelar Gr saja," ujar pria yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Jawa Tengah itu.
Menurut Sulistyo, Kemendikbud harus konsisten menjalankan sistem keprofesian seperti di kalangan dokter. Baik itu terkait dengan pelatihan atau pembinaan keprofesionalan, penetapan standar penghasilan yang layak, hingga keberadaan organisasi profesi.
Sulistyo mencontohkan di kalangan dokter, sistem organisasi profesinya berjalan tertib dengan menginduk di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sedangkan di kalangan guru, Kemendikbud sampai sekarang belum menetapkan secara hukum organisasi profesi guru di Indonesia ini.
Sementara itu di jajaran Kemendikbud, informasi gelar baru untuk para guru ini belum meluas. Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, masih mengetahui detail tentang aturan ini. "Saya belum ikut bahas itu (Permendikbud 87/2013, red)," katanya.
Sulistyo berharap Kemendikbud tidak setengah-setengah dalam mencontoh atau menerapkan sistem profesi dari kalangan dokter. "Jangan hanya simbolis memberikan gelar Gr saja," ujar pria yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Jawa Tengah itu.
Menurut Sulistyo, Kemendikbud harus konsisten menjalankan sistem keprofesian seperti di kalangan dokter. Baik itu terkait dengan pelatihan atau pembinaan keprofesionalan, penetapan standar penghasilan yang layak, hingga keberadaan organisasi profesi.
Sulistyo mencontohkan di kalangan dokter, sistem organisasi profesinya berjalan tertib dengan menginduk di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sedangkan di kalangan guru, Kemendikbud sampai sekarang belum menetapkan secara hukum organisasi profesi guru di Indonesia ini.
Sementara itu di jajaran Kemendikbud, informasi gelar baru untuk para guru ini belum meluas. Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, masih mengetahui detail tentang aturan ini. "Saya belum ikut bahas itu (Permendikbud 87/2013, red)," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar