Padang (ANTARA News) - Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan, bertambahnya jumlah penduduk berdasarkan data agregat yang telah diserahkan pemerintah pusat, tentu akan berdampak terhadap Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
"Kita adanya ketegasan antara data DAK2 dan data BPS yang dipakai, karena data agregat jumlah penduduk sudah bertambah, khusus Sumbar sebanyak 5.617.977 jiwa dan hasil sensus BPS sebanyak 4,8 juta," kata Irwan Prayitno di Padang, Selasa.
Irwan Prayitno mengatakan hal itu dalam forum rapat koordinasi gubernur dengan bupati/wali kota, serta ikut dihadiri sejumlah Dirjen di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan jajaran Kejaksanaan.
Menurut dia, perlu ada penegasan bahwa data hasil perekaman KTP elektronik (e-KTP) dapat digunakan jadi acuan dalam berbagai aspek program pembangunan.
Jadi, bila data KTP elektronik tak menjadi acuan untuk penentuan DAK dan DAU tentu bisa menimbulkan kerugian bagi daerah.
"Kita minta instansi terkait di provinsi untuk mengkoordinasikan dengan Kemendagri, agar pemerintah kabupaten dan kota tak merasa ragu," ujarnya.
Bupati Pesisir Selatan, Nasrul Abit mengatakan, berdasarkan data BPS jumlah penduduk Pesisir Selatan tercatat 439 ribu jiwa dan pada data agregat berjumlah 558 ribu jiwa.
Artinya terdapat penambahan atau selisihnya sebanyak sekitar 134 jiwa, sehingga kalau dikaitkan dengan DAK dan DAU kerugian sekitar Rp5 miliar.
Oleh karena itu, tambahnya, perlu ketegasan oleh pusat bahwa dalam pembagian DAK-DAU mengacu kepada jumlah penduduk berdasarkan DAK2.
Bupati Tanah Datar, M. Shadiq Pasadigue menyampaikan, adanya ketimpangan data penduduk itu, daerahnya merasa dirugikan selama ini oleh data Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk 2012, jumlah pendudukan Tanah Datar tercatat 338 ribu lebih, tapi hasil DAK2 menjadi 386 ribu jiwa, artinya terdapat selisih sebanyak 48.161 jiwa.
"Kalau DAK2 tak dijadikan acuan dalam penetapan DAK-DAU jelas merugikan daerah, hal diperlukan ketegasan pemerintah pusat," ujarnya.
Direktur Kependudukan dan Cacatan Sipil pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, Dwi Setyantono menanggapi, pemerintah daerah dapat menggunakan kedua data tersebut, karena perbedaannya hanya dalam proses.
Perolehan dari BPS punya proyeksi yang tidak punya nama dan di mana alamat penduduk tersebut, berbeda dengan data e-KTP proses menggunakan registrasi dengan nama serta alamat.
Jadi, pada data e-KTP ada data per kelurahan, kecamatan, kabupaten, bahkan data dilakukan setiap saat oleh pencatatan sipil untuk mengetahui jumlah penduduk yang meninggal maupun melahirkan.
"Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu mengamanatkan KPU harus menggunakan data yang ada pada sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK). Tapi, KPU juga wajib melakukan verifikasi, sehingga data yang digunakan diharapkan valid," katanya.
"Kita adanya ketegasan antara data DAK2 dan data BPS yang dipakai, karena data agregat jumlah penduduk sudah bertambah, khusus Sumbar sebanyak 5.617.977 jiwa dan hasil sensus BPS sebanyak 4,8 juta," kata Irwan Prayitno di Padang, Selasa.
Irwan Prayitno mengatakan hal itu dalam forum rapat koordinasi gubernur dengan bupati/wali kota, serta ikut dihadiri sejumlah Dirjen di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan jajaran Kejaksanaan.
Menurut dia, perlu ada penegasan bahwa data hasil perekaman KTP elektronik (e-KTP) dapat digunakan jadi acuan dalam berbagai aspek program pembangunan.
Jadi, bila data KTP elektronik tak menjadi acuan untuk penentuan DAK dan DAU tentu bisa menimbulkan kerugian bagi daerah.
"Kita minta instansi terkait di provinsi untuk mengkoordinasikan dengan Kemendagri, agar pemerintah kabupaten dan kota tak merasa ragu," ujarnya.
Bupati Pesisir Selatan, Nasrul Abit mengatakan, berdasarkan data BPS jumlah penduduk Pesisir Selatan tercatat 439 ribu jiwa dan pada data agregat berjumlah 558 ribu jiwa.
Artinya terdapat penambahan atau selisihnya sebanyak sekitar 134 jiwa, sehingga kalau dikaitkan dengan DAK dan DAU kerugian sekitar Rp5 miliar.
Oleh karena itu, tambahnya, perlu ketegasan oleh pusat bahwa dalam pembagian DAK-DAU mengacu kepada jumlah penduduk berdasarkan DAK2.
Bupati Tanah Datar, M. Shadiq Pasadigue menyampaikan, adanya ketimpangan data penduduk itu, daerahnya merasa dirugikan selama ini oleh data Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk 2012, jumlah pendudukan Tanah Datar tercatat 338 ribu lebih, tapi hasil DAK2 menjadi 386 ribu jiwa, artinya terdapat selisih sebanyak 48.161 jiwa.
"Kalau DAK2 tak dijadikan acuan dalam penetapan DAK-DAU jelas merugikan daerah, hal diperlukan ketegasan pemerintah pusat," ujarnya.
Direktur Kependudukan dan Cacatan Sipil pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, Dwi Setyantono menanggapi, pemerintah daerah dapat menggunakan kedua data tersebut, karena perbedaannya hanya dalam proses.
Perolehan dari BPS punya proyeksi yang tidak punya nama dan di mana alamat penduduk tersebut, berbeda dengan data e-KTP proses menggunakan registrasi dengan nama serta alamat.
Jadi, pada data e-KTP ada data per kelurahan, kecamatan, kabupaten, bahkan data dilakukan setiap saat oleh pencatatan sipil untuk mengetahui jumlah penduduk yang meninggal maupun melahirkan.
"Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu mengamanatkan KPU harus menggunakan data yang ada pada sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK). Tapi, KPU juga wajib melakukan verifikasi, sehingga data yang digunakan diharapkan valid," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar