Medan-ORBIT: Satu persatu indikasi kecurangan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Walikota Padangsidimpuan terkuak ke permukaan.
Setelah kasus ‘serangan fajar’ 18 Oktober 2012 disebut-sebut Rp150 ribu/kepala, mencuat pula cerita pemilih eksodus dari pinggiran Kota Padangsidimpuan.
Ironis, sejumlah orang yang menggunakan hak pilihnya terdeteksi sebagai pemilik Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Sipiongot, Kecamatan Dolok, Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta) yang bupatinya Bahrum Harahap.
Kepada warga yang menemukan penyimpangan hak demokrasi itu, pemilih mengakui berpenduduk Sipiongot yang diminta oleh orang tertentu untuk mencoblos pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) Salak Satu.
“Ini menciderai makna dan keberadaan pesta demokrasi salak Satu, karenanya hal-hal seperti ini harus diusut tuntas secara hukum, sehingga kepemimpinan Salak Satu benar-benar diduduki sosok yang anti curang,” kata warga Wek VI Kecamatan Padangsidimpuan Selatan bermarga Hasibuan itu kepada Harian Orbit, Minggu (22/10).
Menurut hemat saya, ujar Hasibuan, tim pemenangan calon yang jelas-jelas dirugikan permainan kotor itu tak boleh tinggal diam. “Tim pemenangan bukan hanya dalam usaha gerakan pemenangan, tapi harus mampu menggugat kemenangan lawan yang curang,” ujarnya.
Andar Kuasai
Diberitakan sebelumnya, hasil sementara pesta demokrasi ‘Salak Satu’ itu membuktikan 512 TPS yang disediakan dominan dikuasai pasanganAndar Amin Harahap anak Bupati Padanglawas Utara (Paluta) Bahrum Harahap dan disusul pasangan Dedi JP Harahap anak Rahudman Harahap Walikota Medan.
Pesta demokrasi digelar Kamis 18 Oktober 2012 itu kini menjadi buah perbincangan masyarakat Padangsidimpuan. Mereka mengindikasikan perjalanan Pemilukada itu menciderai makna demokrasi karena berlangsung kotor, cacat dan anggar rupiah.
“Kami yakin kalau Rahudman Harahap mau adu siram rupiah, bagi pasangan Dedi-Affan tak begitu sulit menguasai TPS di kota kecil ini,” ungkap sejumlah warga Joringlombang, Padangsidimpuan Angkola Julu kepada Harian Orbit.
‘Menyecer Rupiah’
Senada dengan warga Ujung Gurab, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua. Menurut mereka, nilai lembaran rupiah yang menyecer di Ujung Gurab diduga ulah anak main sang menantu yang berambisi menggantikan ayah mertuanya di kota bersemboyan salumpat saindege (seiya sekata-red).
“Kami yakin, bukan Rahudman yang tak sanggup, tapi tingkah menyecer rupiah itu justru mencoreng citra dan makna pesta demokrasi dan dianggap tidak santun dan tidak mendidik bagi puteranya Dedi,” ungkap warga Wek VI Kecamatan Padangsidimpuan Selatan bermarga Hasibuan itu.
Menurut mereka, setelah menyimak sikap tak terpuji menciderai demokrasi itu, Pemilukada Padangsidimpuan patut diulang guna menjaring pemimpin kota yang bersih, berwibawa dan anti korupsi.
“Itu pun terpulang kepada para calon pemimpin Sidimpuan yang terhormat. Menghimpun bukti melakukan gugatan,” kata Hasibuan.
Masyarakat, ujarnya, pada prinsipnya siap membantu pengumpulan bukti dan keterangan demi tegaknya wibawa demokrasi.
“Aksi menyecer rupiah jelang pemungutan suara itu berlangsung terang-terangan dan ceritanya cukup santer”, katanya seraya mengungkapkan rasa bangga mereka terhadap Rahudman Harahap sosok pamong yang cukup dikenal dan telah lama mengabdi di Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan.
SUMBER: HARIAN ORBIT
SUMBER: HARIAN ORBIT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar