Hasyim Muzadi. (ANTARA) |
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi meminta semua pihak, terutama eks PKI beserta keluarganya, untuk menghentikan berbagai manuver mengorek berbagai peristiwa di masa lalu yang merupakan luka bangsa.
"Saya harap manuver mengorek luka bangsa ini dihentikan sebelum bangsa ini diserahkan nasibnya ke asing," kata Hasyim di Jakarta, Selasa.
Menurut Hasyim, hampir setiap bangsa memiliki tragedi di dalam perjalanan sejarahnya, namun mereka berusaha melupakan demi kehidupan yang lebih baik.
"Banyak bangsa melupakan tragedinya, misalnya Amerika dengan masa perbudakan, Rusia dengan revolusi Bolsyewiyk, China dengan revolusi kebudayaannya. Mengapa kita membuat luka baru?" katanya.
Hasyim mengatakan, sebenarnya kerukunan yang pernah diselenggarakan antara kelompok anak-anak PKI, anak-anak Pahlawan Revolusi, anak-anak Kartosuwiryo dan anak-anak PRRI/Permesta cukup baik untuk menutup masa kelam yang lalu dan kambali sebagai anak bangsa yang sejajar kedudukan dan hak sebagai warga negara.
"Tapi nampaknya khusus untuk anak-anak PKI, mereka merasa belum puas dengan itu. Mulailah mendesak pemerintah/presiden untuk meminta maaf padahal pemerintah sekarang tak ada hubungannya, dan seterusnya berusaha membongkar luka lama dengan berkendaraan HAM versi Barat," katanya.
Mereka, kata Hasyim, tahu bahwa setelah selesainya perang dingin, HAM model Barat menyatukan neokom dan liberalisme melawan dunia Islam, tidak seperti sebelum selesainya perang dingin dimana Barat menghadapi komunisme Timur.
Menurut Hasyim, pascaperang dingin dan runtuhnya dua pilar pokok komunisme internasional yakni atheisme dan proletarisme, bahkan Rusia, China, dan Eropa Timur telah menganut kebebasan agama secara relatif dan berkolaborasi dengan kapitalisme, kelompok neokom lebih mencari sandaran kekuatan ke Barat dengan isu HAM daripada ke Timur.
Hal ini sangat berbahaya bagi Indonesia karena bangsa akan terbelah. Umat Islam, bukan hanya NU, akan bangkit bertahan bersama lintas agama dan kelompok Pancasilais, kata Sekretaris International Conference of Islamic Scholars itu.
"Kalau terjadi pertengkaran antaranak bangsa sangat mungkin asing akan intervensi, bahkan invasi ke Indonesia serta menguasainya melalui jalur HAM yang sesungguhnya berisi imperialisme ekonomi," katanya.
Dikatakannya, jika manuver mengorek luka bangsa terus dilakukan, bahkan terus membesar, sebaiknya film "Pengkhianatan G-30-S PKI" diputar kembali di masjid-masjid, gereja-gereja, vihara, kuil, serta sekolah-sekolah dari SMP hingga perguruan tinggi agar masyarakat agama dan generasi muda yang sekarang sedang disorientasi menghayati suasana 1964--1966.
"Dengan demikian ada `second opinion`, bukan sepihak seperti sekarang. Kalau film asing yang menghujat Rasul bisa diputar, mengapa film G-30-S tidak boleh?" kata Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religions for Peace.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar