Semarang (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo menilai, penerapan otonomi daerah tidak semakin memajukan pendidikan di daerah, namun justru sebaliknya.
"Seiring era otonomi daerah ini, pendidikan di daerah-daerah tidak semakin maju, justru melahirkan banyak persoalan," katanya, usai seminar "Membangun Bangsa" dan Lomba Menulis Peduli Guru di Semarang, Minggu.
Seminar itu diprakarsai Bidang Pembangunan Umat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah yang diselenggarakan di Gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jateng, Semarang.
Ia menyoroti otonomi daerah justru tidak memprioritaskan upaya pembinaan guru, pendekatan yang dilakukan terhadap nasib guru lebih menggunakan aspek birokratis, dan aspek politis juga memengaruhi guru di daerah.
"Misalnya, ada guru yang menjadi `korban` politik pemilihan kepala daerah (pilkada). Karena tidak mendukung kemudian diperlakukan sewenang-wenang dan dipindah, bukan karena dasar kinerja guru," katanya.
Padahal, kata dia, guru merupakan komponen terpenting dalam penyelenggaraan pendidikan yang seharusnya diperhatikan kesejahteraan dan pembinaannya agar kualitas pendidikan meningkat secara optimal.
Ada pula, Sulistiyo mengatakan, pemerintah daerah yang sudah bangga melakukan pembinaan guru sampai lima persen, padahal masih banyak guru yang belum tersentuh pembinaan, belum lagi masalah siswa miskin di daerah.
Menurut mantan Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang itu, problem juga muncul akibat pendistribusian guru yang tidak merata dan hanya terpusat di daerah-daerah tertentu, sampai kekurangan guru.
Padahal, kata dia, untuk mewujudkan pendidikan bermutu bergantung keberadaan sumber daya manusia (SDM) guru yang bermutu, profesional, terlindungi, bermartabat, dan tentunya kesejahteraannya terjamin.
"Berbagai persoalan pendidikan akibat otonomi daerah itu kemudian melahirkan tuntutan kembali ke arah sentralisasi," kata Sulistiyo yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jateng tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jateng Abdullah Fikri Faqih mengatakan, pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh unsur, namun tidak bisa dielakkan bahwa guru menjadi tumpuan harapan majunya pendidikan.
"Kalau dulu Indonesia harus keluar dari problem penjajahan dengan memaksimalkan potensi spiritualitas, maka saat ini tugas guru mengembalikan kondisi bangsa yang sudah karut-marut," kata Ketua DPW PKS Jateng itu.
"Seiring era otonomi daerah ini, pendidikan di daerah-daerah tidak semakin maju, justru melahirkan banyak persoalan," katanya, usai seminar "Membangun Bangsa" dan Lomba Menulis Peduli Guru di Semarang, Minggu.
Seminar itu diprakarsai Bidang Pembangunan Umat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah yang diselenggarakan di Gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jateng, Semarang.
Ia menyoroti otonomi daerah justru tidak memprioritaskan upaya pembinaan guru, pendekatan yang dilakukan terhadap nasib guru lebih menggunakan aspek birokratis, dan aspek politis juga memengaruhi guru di daerah.
"Misalnya, ada guru yang menjadi `korban` politik pemilihan kepala daerah (pilkada). Karena tidak mendukung kemudian diperlakukan sewenang-wenang dan dipindah, bukan karena dasar kinerja guru," katanya.
Padahal, kata dia, guru merupakan komponen terpenting dalam penyelenggaraan pendidikan yang seharusnya diperhatikan kesejahteraan dan pembinaannya agar kualitas pendidikan meningkat secara optimal.
Ada pula, Sulistiyo mengatakan, pemerintah daerah yang sudah bangga melakukan pembinaan guru sampai lima persen, padahal masih banyak guru yang belum tersentuh pembinaan, belum lagi masalah siswa miskin di daerah.
Menurut mantan Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang itu, problem juga muncul akibat pendistribusian guru yang tidak merata dan hanya terpusat di daerah-daerah tertentu, sampai kekurangan guru.
Padahal, kata dia, untuk mewujudkan pendidikan bermutu bergantung keberadaan sumber daya manusia (SDM) guru yang bermutu, profesional, terlindungi, bermartabat, dan tentunya kesejahteraannya terjamin.
"Berbagai persoalan pendidikan akibat otonomi daerah itu kemudian melahirkan tuntutan kembali ke arah sentralisasi," kata Sulistiyo yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jateng tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jateng Abdullah Fikri Faqih mengatakan, pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh unsur, namun tidak bisa dielakkan bahwa guru menjadi tumpuan harapan majunya pendidikan.
"Kalau dulu Indonesia harus keluar dari problem penjajahan dengan memaksimalkan potensi spiritualitas, maka saat ini tugas guru mengembalikan kondisi bangsa yang sudah karut-marut," kata Ketua DPW PKS Jateng itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar