CEO PT SMGP Vaughan Hulme saat memberikan pernyataan di RDP Komisi A DPRD Sumut terkait pencabutan izin operasional yang dilakukan Pemkab Madina. |
INFO TABAGSEL.com-DPRD Sumatera Utara (Sumut) mendukung kebijakan Bupati Mandailing Natal, Dahlan Hasan Nasution, yang mencabut izin usaha pertambangan (IUP) sementara PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) agar konflik warga tidak meluas.
Perusahaan dan pemkab diminta melakukan sosialisasi kembali kepada warga. “Kami ingin ada sosialisasi dulu dari perusahaan maupun pemkab di sana sebelum izinnya dikembalikan,” kata Sekretaris Komisi A DPRD Sumut, Rony Reynaldo, kepada wartawan usai memimpin rapat dengar pendapat (RDP) bersama PT SMGP dan Pemkab Madina di gedung Dewan, Rabu (18/2).
Rony menilai potensi konflik horizontal di masyarakat masih tinggi. Bentrokan antardesa yang mendukung PT SMGP dan yang tidak mendukung bisa pecah kembali sewaktu- waktu. Karena itu, pihaknya akan mencoba mempelajari kembali izin dan keberadaan perusahaan tersebut serta dampak positif dan negatifnya ke warga. Anggota Komisi A, Sutrisno Pangaribuan, menyebutkan, PT SMGP diundang terkait bentrokan antarwarga yang berujung tewasnya satu warga.
Konflik terkait langsung dengan keberadaan PT SMGP yang izinnya sementara telah dicabut oleh bupati. Agar persoalan tidak meluas, Komisi A mendukung pencabutan izin PT SMGP sambil menunggu pemkab dan pemerintah pusat memprosesnya kembali. Sebab, dari paparan Pemkab Madina, ada hak yang semestinya tidak diambil alih oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait keberadaan perusahaan tersebut.
Komisi A juga akan melihat dan mengkaji dokumen perizinan PT SGMGP. Jika memang izin operasionalnya dianggap tidak sah, DPRD akan berdiri di depan untuk meminta perusahaan hengkang. “Tapi kami juga hargai niat baik perusahaan yang bersedia hadir dalam pertemuan ini untuk menjelaskan persoalannya,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Sutrisno mengatakan, sikap DPRD Sumut bukannya tidak menghargai hubungan kerja sama investasi dari penanam modal asing. Namun, karena berhubungan dengan harga diri bangsa, dimana keberadaan perusahaan ternyata membawa dampak konflik horizontal, maka perlu ada pengkajian kembali dalam melihat akar masalahnya. “Yang perlu ditekankan, jangan sampai ada lagi korban jiwa dalam masalah ini. Sebab, harga satu nyawa tak sebanding nilainya dengan proyek raksasa yang ada di sana,” katanya.
Dia juga menyesalkan PT SMGP karena membicarakan soal pasal-pasal hukum dan sanksi kepada masyarakat yang dianggap menghalang-halangi operasional perusahaan asing di daerah. Hal itu dianggap terkesan menakut-nakuti. Saat ini masyarakat justru membutuhkan sosialisasi terkait manfaat yang bisa mereka peroleh dengan keberadaan perusahaan itu.
“Soal hukuman dan ancaman pasal kriminal itu, jangan dimunculkan seolah-olah mau menakut-nakuti seperti yang diulas tamu (PTSMGP) kita ini,” ujarnya. Sutrisno pun balik mengancam dengan meminta kepolisian memeriksa keabsahan dokumen bagi tenaga kerja asing di PT SMGP. “Polres Madina juga mohon diperiksa keabsahan orang-orang asing yang bekerja di sana,” ujarnya.
CEO PT SMGP, Vaughan Hulme, sebelumnya memang sempat menyinggung beberapa pasal hukum yang bisa dikenakan bagi pihak yang sengaja menghalangi operasional perusahaan penanaman modal asing. Bahkan, dia menyebutkan secara spesifik ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Saat ini PT SMGP sangat membutuhkan operasional perusahaan berjalan dengan baik. Mereka juga bersedia melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat.